Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

sejenak merenungi kalbu kita

10 tahun yang lalu
baca 7 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Sejenak Merenungi Kalbu Kita

            Al-‘Allamah Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi rahimahullah berkata : “Ketahuilah bahwa kalbu (hati) itu memiliki kehidupan dan kematian, penyakit dan obatnya.Ini lebih besar perkaranya dibandingkan perkara yang pada badan kita.Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Apakah orang yang telah mati lalu Kami (Allah) hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang dengan cahaya tersebut dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, itu serupa dengan orang yang berjalan dalam kegelapan dan sekali-kali tidak sanggup keluar dari (kegelapan) tersebut ?!…”(Al An’am : 122)

            Maksudnya : Orang tersebut dahulu pernah mati (kalbunya) dengan kekufuran lalu Kami (Allah) hidupkan dirinya dengan keimanan.Maka kalbu yang sehat dan hidup jika dihadapkan kepadanya kebatilan atau kejelekan, maka kalbu tersebut akan lari menjauh sesuai tabiatnya, membenci dan tidak ingin menoleh.Ini berbeda dengan kalbu yang mati.Sesungguhnya kalbu yang ini tidak mampu membedakan antara kebaikan dengan keburukan, sebagaimana ucapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu : “Celakalah seseorang yang tidak memiliki kalbu yang dapat mengenal kebaikan dan kemungkaran”.

            Demikian pula kalbu yang sakit karena syahwat.Sesungguhnya karena lemahnya kalbu ini, ia condong kepada syahwat yang dihadapkan kepadanya, sesuai kuat dan lemahnya penyakit.

            (Adapun) penyakit kalbu itu ada 2 macam, sebagaimana telah lewat : penyakit syahwat dan penyakit syubhat (kerancuan dalam beragama).Yang paling buruk adalah penyakit syubhat dan syubhat yang paling buruk adalah syubhat yang berkaitan masalah takdir.Kadangkala kalbu itu berpenyakit dan semakin parah penyakitnya, namun pemiliknya tidak merasakannya.(Hal ini) karena pemiliknya tersibukkan dan menghindar dari pengetahuan tentang sehatnya kalbu dan faktor-faktor penyebabnya.Bahkan, kadangkala kalbu itu telah mati tapi pemiliknya tidak merasakannya.Tanda (matinya kalbu) ini adalah pemiliknya tidak merasa tersakiti oleh luka-luka keburukan, kebodohan terhadap kebenaran dan aqidah yang batil tidak membuatnya risau.Sesungguhnya kalbu yang memiliki kehidupan, maka ia akan merasa tersakiti oleh keburukan yang melintas di hadapannya dan risau dengan kebodohannya terhadap kebenaran, sesuai tingkat kehidupan kalbu tersebut.

            Kadangkala pula ia merasakan penyakit pada kalbunya, namun berat baginya untuk menahan dan bersabar terhadap pahitnya obat (bagi penyakit tersebut).Akhirnya hal itu menimbulkan awetnya penyakit tadi.Sesungguhnya obat bagi penyakit kalbu itu adalah menentang hawa nafsu yang merupakan seberat-berat urusan bagi jiwa manusia, seiring tidak ada obat yang lebih bermanfaat bagi penyakit ini dibanding menentang hawa nafsu.

            Kadangkala dirinya bertahan untuk bersabar.Namun kemudian tekadnya memudar dan tidak berlanjut, karena lemahnya ilmu dan kesabaran.(Hal ini) seperti seseorang yang meniti jalan yang menakutkan padahal (jalan itu) menuju puncak keamanan.Sebenarnya dia tahu bahwa jika bersabar, maka rasa takut itu akan berlalu dan diganti oleh rasa aman.Jadi sebenarnya dia butuh kekuatan bersabar dan kekuatan keyakinan dengan apa yang dia tempuh.Kapan saja kesabaran dan keyakinan itu melemah, maka ia akan tersingkir dari jalan dan tidak tahan menghadapi rasa berat.Apalagi jika tidak ada teman dan merasa takut bersendirian lalu mulai berkata : “Kemana orang-orang ini pergi, padahal aku ini sedang mengikuti mereka ?”

            Ini adalah keadaan mayoritas manusia.Keadaan inilah yang membinasakan mereka.Maka orang yang sabar dan jujur tidaklah merasa takut dengan sedikitnya teman dan tidak pula hilangnya teman, jika kalbunya merasa berteman dengan generasi awal umat ini.Allah berfirman (tentang generasi awal ini) yang artinya : “…yang Allah beri kenikmatan kepada mereka dari kalangan para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para shalihin.Merekalah sebaik-baik teman”.(An Nisa’ : 69)

            Alangkah indahnya apa yang pernah dikatakan oleh Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail yang dikenal dengan Abu Syamah dalam kitab “Al Hawadits Wal Bida’” : “Tatkala datang perintah untuk berpegang teguh dengan Al Jama’ah, maka yang dimaksud perintah ini adalah berpegang teguh dengan kebenaran dan pengikut kebenaran.(Hal ini) meskipun orang yang berpegang teguh dengan kebenaran itu jumlahnya sedikit, sedangkan orang yang menentangnya jumlahnya banyak.(Maksud Al Jama’ah itu adalah demikian) karena kebenaran itu adalah apa yang ditempuh oleh kelompok pertama (umat ini) sejak masa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan masa para sahabat beliau.Kita tidak peduli banyaknya pembawa kebatilan setelah (masa) mereka (para sahabat)”.

            Dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah bahwa beliau pernah berkata : “As-Sunnah itu (demi Dzat yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali Dia) berdiri diantara orang yang berlebihan dan orang yang meremehkan.Maka bersabarlah kalian di atas As-Sunnah.Semoga Allah merahmati kalian.Sesungguhnya Ahlussunnah itu dahulu merupakan orang yang paling sedikit jumlahnya.Mereka juga merupakan orang yang paling sedikit jumlahnya di masa-masa berikutnya.Mereka tidak bergabung bersama orang-orang kaya dalam kemewahan dan tidak pula bersama ahlul bid’ah dalam kebid’ahan.Mereka bersabar di atas As-Sunnah hingga bertemu dengan Rabb mereka.Maka jadilah kalian seperti mereka”.

            Tanda sakitnya kalbu adalah beralihnya kalbu tersebut dari santapan yang bermanfaat dan yang sesuai baginya menuju santapan yang membahayakan, atau beralihnya kalbu dari obat-obat yang bermanfaat kepada obat yang membahayakan.

            Maka disini ada 4 perkara : Santapan yang bermanfaat dan obat yang menyembuhkan, santapan yang berbahaya dan obat yang membinasakan.

            Kalbu yang sehat itu mengutamakan kemanfaatan yang memberi kesembuhan dibanding bahaya yang memberi penyakit.Sedangkan kalbu yang sakit itu sebaliknya.Santapan yang paling bermanfaat adalah santapan iman dan obat yang paling bermanfaat adalah Al Qur’an.Masing-masing dari keduanya, padanya ada santapan dan obat.Barangsiapa mencari obat selain Al Qur’an dan As-Sunnah, maka dia adalah sebodoh-bodoh dan sesesat-sesatnya manusia.Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Katakanlah : “Dia (Al Qur’an) itu adalah obat dan petunjuk bagi orang-orang yang beriman.Adapun orang-orang yang tidak beriman, maka pada pendengaran mereka terdapat sumbatan dan ia (Al Qur’an) justru menjadi kegelapan bagi mereka.Mereka ini (ibarat) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”.(Fushshilat : 44)

            Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Dan Kami (Allah) turunkan dari Al Qur’an apa yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan tidaklah Al Qur’an itu menambah bagi orang-orang zalim kecuali kerugian”.(Al Isra’ : 82)

            Kata “dari” pada kalimat “dari Al Qur’an” menunjukkan seluruh ayat Al Qur’an, bukan sebagian ayat saja.Allah Ta’ala juga berfirman (artinya) : “Wahai manusia, telah datang kepada kalian sebuah nasehat dari Rabb kalian, obat bagi (penyakit) yang ada pada kalbu, petunjuk dan rahmat bagi kaum mukminin”.(Yunus : 57)

            Al Qur’an adalah obat yang sempurna bagi seluruh penyakit kalbu dan badan, penyakit duniawi dan ukhrawi.Namun tidak setiap orang diberi keahlian untuk dapat menjadikan Al Qur’an sebagai obat.Apabila orang yang sakit itu memiliki keahlian berobat dengan Al Qur’an, meletakkan obat tersebut pada penyakitnya dengan kejujuran, iman, penerimaan sepenuhnya, keyakinan yang kokoh dan memenuhi syarat-syarat penyembuhan, maka penyakit tidak akan sanggup menghadapi Al Qur’an selama-lamanya.Bagaimana penyakit-penyakit itu sanggup menghadapi firman Rabb bumi dan langit, yang kalau seandainya firman tersebut turun kepada gunung, maka niscaya gunung tersebut akan pecah atau bila turun kepada bumi, maka niscaya bumi akan terbelah ?! Maka tidaklah ada satu pun penyakit kalbu dan badan, melainkan di dalam Al Qur’an terdapat cara yang menunjukkan obat, sebab-sebab kesembuhan dan penangkalnya.(Namun cara ini diketahui) oleh orang yang memang Allah beri pemahaman kepadanya tentang Al Qur’an.(Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah)

Catatan :

1)    Penyakit syahwat yang dimaksud di sini adalah seluruh jenis kemaksiatan atau kebatilan yang syahwat (baca : hawa nafsu) telah menguasai seseorang untuk mengerjakannya, meski sebenarnya ia telah mengetahui bahwa kemaksiatan atau kebatilan itu adalah haram.

2)    Penyakit syubhat adalah penyakit yang menjadikan seseorang rancu (tidak jelas) dalam  melihat hakikat suatu perkara dengan sebenarnya, hingga akhirnya kebatilan ia anggap sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan.Penyakit ini merusak kalbu, sebagaimana penyakit syahwat.Hanya saja yang kedua lebih berbahaya dibanding yang pertama.Kedua penyakit inilah yang hari demi hari mendominasi mayoritas media massa di banyak tempat saat ini.

Wallahu a’lamu bish-Shawab

Oleh:
admin daarulihsan