Siramilah Kebun Si Fulan!
Harta memang titipan dari Allah subhanahu wa ta'ala, yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya. Harta adalah nikmat sekaligus pujian bagi mereka. Dengan harta benda yang dimiliki oleh manusia, Allah hendak menguji apakah mereka mampu mensyukurinya ataukah tidak.
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Ketahuilah hanyalah harta benda dan anak-anak yang kalian miliki itu merupakan ujian bagi kalian. Dan sesungguhnya hanya di sisi-Nya lah pahala yang begitu besar." (Q.S Al Anfal: 28)
Ayat tersebut menegaskan bahwa harta dunia adalah salah satu dari sekian ujian yang Allah persiapkan untuk hamba-hamba-Nya.
Sebagaimana Allah selalu mendorong manusia untuk memilih apa yang ada di sisi-Nya, juga menerangkan hakikat rendahnya dunia, mereka diuji dengan kemilau harta dan gemerlap dunia yang memperdaya.
Memang, Allah telah memerintahkan anak manusia untuk mencari rezeki di atas muka bumi. Sebagai bentuk karunia yang Allah telah tetapkan untuk mereka. Karenanya, Allah terangkan jalan dan rambu-rambunya. Telah jelas yang haq dari yang batil. Telah gamblang yang halal dari yang haram.
"Sungguh, salah seorang diantara kalian mencari kayu bakar lantas ia pikul (untuk dijual di pasar), itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, yang mereka bisa memberi atau bisa juga tidak." [Muttafaqun alaihi]
Jadi, seseorang yang mau bekerja, hidup dengan keringatnya sendiri, lebih baik daripada orang yang menghinakan dirinya sebagai seorang pengemis. Walau sebagai penjual kayu bakar. Jadi, seorang muslim adalah orang yang mau bekerja, mencari rezeki yang halal.
Dalam salah satu ayat-Nya, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan jikalau shalat (jum'at) telah usai dilakukan, maka berpencarlah di muka bumi, carilah rezeki-Nya, dan teruslah berdzikir mengingat Allah agar kalian mendapat keberuntungan." [Q.S Al Jumuah:10]
Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kaum muslimin untuk mencari rezeki, sebagaimana Allah juga mengingatkan agar mereka selalu mengingat-Nya.
Sehingga, mereka benar-benar mendapatkan apa yang mereka inginkan. Yaitu karunia-Nya yang halal berbarokah. Maka, tersimpulkan di sini, tiga hal penting sebagai renungan bagi kita.
Pertama : Dari manakah harta kita. Kita dapat dengan cara yang halal atau haram? Tentu harus dari yang halal.
Kedua : Apakah harta tersebut menghalangi kita dari berdzikir dan beribadah kepada Allah?
Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengingatkan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, jangan harta benda dan anak keturunan kalian melalaikan kalian dari dzikrullah. Siapa yang melakukannya, [yakni melalaikannya dari dzikrullah] maka ia termasuk orang-orang yang merugi." [Q.S Al Munafiqun: 9]
Yakni, carilah rezeki dari Allah, tetapi ingatlah selalu kepada-Nya dengan menjalankan syariat-syariat-Nya. Utamakanlah Allah Subhanahu Wa Ta'ala daripada harta dan segalanya.
Maka bukanlah suatu kebaikan, jika sebuah profesi walaupun asalnya halal, namun membuat lalai dari kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang muslim.
Ketiga : Arah pengalokasian dan penyalurannya. Apakah diarahkan kepada hal-hal yang baik ataukah sebaliknya. Kewajiban hartanya ditunaikan atau tidak. Ya, dalam harta kita terdapat hak Islam untuk orang lain yang harus kita tunaikan.
Jika seseorang mampu mengumpulkan ketiga poin ini; mencari rezeki yang halal, hartanya tidak menghalangi dari dzikrullah, dan ia pun mampu mengaturnya sesuai dengan yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala amanatkan padanya, maka sungguh dialah yang beruntung. Dialah yang berhasil dalam menghadapi ujian harta, sekaligus mendapat rezeki yang halal lagi barakah.
Kegagalan manusia dalam menghadapi ujian harta, adalah pada salah satu atau lebih dari tiga hal di atas.
Terkadang mereka terjatuh dalam hal pertama, rela mengais harta dengan cara yang dimurkai-Nya. Kadang tergelincir pada perkara yang kedua, harta yang dimiliki menjadikan lupa terhadap Allah dan kampung akhirat.
Atau kadang terseret pada hal yang ketiga. Yaitu harta yang dimiliki bukannya semakin mendekatkan diri pada rahmat Allah, tetapi justru semakin membuatnya mendekat pada amarah-Nya. Berfoya-foya dengan hartanya, melupakan kewajiban, serta bagian orang lain yang ada padanya.
Karena besarnya ujian harta, sering kita dengar kisah manusia yang gagal dalam menghadapi ujian ini. Kisah yang sangat beragam. Yang termasyhur mungkin adalah kisah Qarun. Anak paman Nabi Musa Alaihissalam yang angkuh karena harta. Menjadi besar kepala dan zalim terhadap orang lain karena harta.
Bagaimana dengan kita?
"Sesungguhnya, masing-masing umat mendapatkan ujian. Dan sungguh, ujian umatku adalah harta. [HR. At Tirmidzi dari shahabat Ka'ab bin Iyadh radiyallohu anhu dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami'].
Maka di kesempatan ini, kita akan membaca sebuah kisah mengenai hamba-Nya yang bersyukur. Kisah mengenai seorang petani yang bersyukur terhadap harta yang Allah anugerahkan padanya. Hingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala pun menjaga hartanya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengisahkan bahwa suatu hari, ada seseorang yang sedang berjalan di tengah padang pasir.
Dalam kesendiriannya ia terkejut. Dengan jelas ia mendengar suara yang berasal dari atas awan di atas sana, "Siramilah kebun Si Fulan", demikian suara itu terdengar. Pemandangan aneh pun ia saksikan.
Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat awan-awan itu bergerak menuju suatu tempat. Awan-awan itu menuju bukit berbatu hitam, dan menurunkan airnya di sana. Air hujan turun demikian deras hingga airnya memenuhi saluran air yang ada di bukit tersebut.
Orang ini sungguh heran. Segera ia ikuti alur air tersebut. Sampai ia bertemu dengan seseorang petani. Ia lihat si petani sedang sibuk dengan cangkulnya, mengalirkan air yang datang tersebut ke ladangnya.
"Wahai hamba Allah, maaf, nama anda siapa?" kata orang itu bertanya kepada si petani. "Namaku Fulan", si petani menyebut namanya yang sama persis dengan nama yang ia dengar dari suara di awan. "Wahai hamba Allah, mengapa engkau menanyakan namaku?" Tanya si petani.
"Sebenarnya, aku telah mendengar namamu disebut pada awan yang membawa air yang sedang kau atur ini. 'Siramilah kebun si Fulan', katanya dengan menyebutkan namamu. Sebenarnya apa yang kau lakukan dengan tanaman-tanaman ini?"
"Karena engkau yang menanyakannya, maka aku jawab. Bahwa aku selalu memperhatikan hasil panen kebunku. Aku menjadikannya 3 bagian. Bagian pertama untuk sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Sepertiga berikutnya untuk kelangsungan hidup keluargaku. Dan yang terakhir untuk modal tanam selanjutnya."
kisah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim rohimahullah dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu.
Kisah yang menakjubkan. Dapat kita ambil kesimpulan darinya, bahwa siapapun yang berbuat kebaikankan, Allah Subhanahu Wa Ta'ala pasti akan membalasnya. Baik balasan di dunia maupun di akhirat nanti.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala sendiri menjanjikan.
هَلْ جَزَآءُ ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ
"Tidaklah kebaikan melainkan akan dibalas dengan kebaikan pula." [Q.S. Ar Rahman: 60]
Diantara bentuk kebaikan yang Allah berikan kepada seorang hamba yang berbuat baik adalah, Allah akan memberikan kecukupan dalam penghidupannya. Alloh berikan padanya ghina nafsi atau kecukupan jiwa.
Qalbu yang selalu bersyukur dan merasa cukup atas apa yang Allah berikan padanya. Bukan laiknya kebanyakan manusia, yang hatinya tidak pernah puas mendapatkan apa yang telah ada di tangannya. Mendapatkan karunia berupa ghina nafsi adalah kenikmatan yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri, memintanya dalam do'a beliau.
"Ya Alloh, sunggu kami memohon kepada-Mu petunjuk-Mu, takwa, sifat iffah (mampu menjaga kehormatan diri), dan ghina nafsi (kecukupan jiwa)." [H.R. Muslim]
Di dalam kisah di atas juga terdapat anjuran untuk mau berbagi. Memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada orang-oranh yang membutuhkan.
Berinfak, sedekah kepada sesama memang merupakan salah satu pokok ajaran Islam. Dan bersedekah inilah salah satu bentuk syukur terhadap harta.
Dalam ayat yang lain Alloh menegaskan yang artinya, "Dan infakanlah sebagian harta yang Kami rezekikan kepada kalian sebelum datangnya kematian yang menjempit kalian.
Hingga kalian pun kemudian menyesal seraya menyatakan kalau seandainya Engkau ya Alloh mengundur kematian kami walau dalam masa yang sesaat, pasti kami akan bersedekah dan kami akan menjadi hamba-hamba-Mu yang shalih." [Q.S. Al Munafiqun:10]
Dan sedekah pula, nilai barakahnya dari harta yang halal akan terus bertambah. Keberkahan di dunia dan akhirat. Dalam banyak dalil menunjukkan hal tersebut.
Alloh berfirman yang artinya,
"Perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Alloh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." [Q.S. Al Baqarah:261]
Rasululloh juga mengabarkan:
"Tidaklah suatu hari yang dilalui oleh manusia melainkan setiap harinya dua malaikat akan turun. Malaikat yang pertama akan berdoa, "Ya Alloh berikanlah ganti untuk orang-orang yang mau bersedekah." Dan yang kedua berseru, "Ya Alloh hancurkanlah harta orang-orang yang bakhil." [Muttafaqun 'alaihi]
Dalam hadits yang lain, Alloh berfirman dalam hadits qudsi-Nya:
"Wahai anak Adam, berinfaklah! Aku pasti akan memberikan nafkah kepadamu." [Muttafaqun 'alaihi]
Ayat dan hadits yang semakna sangat banyak. Semuanya menganjurkan kaum muslimin agar banyak bersedekah.
Maka, kita senantiasa memohon kepada Alloh agar selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya. Sehingga kita bisa mengelola harta titipan-Nya sesuai dengan syariat-Nya. Wallohu a'lam.
Sumber : Majalah Qudwah edisi 5/2013 hal.24
|
Tips Manajemen Harta Agar Berkah + Kisah |