Oleh: Al-Ustadz Abdulmu'thi Sutarman, Lc hafizhahullah
Allah dengan hikmah-Nya telah menciptakan manusia berbeda-beda status sosialnya. Ada yang menjadi pemimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang ditakdirkan kaya dan ada pula yang miskin. Bahkan ada yang menjadi budak sahaya dan ada yang merdeka. Kesemuanya dijadikan sebagai ujian bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat”. Qs. Al-Furqan: 20.
Dan Firman-Nya:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. Qs. Az-Zukhruf: 32.
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan orang lain. Orang kaya tidak akan terpenuhi kebutuhannya dengan baik tanpa bantuan orang miskin. Pemerintah tidak akan bisa mewujudkan berbagai program secara sempurna bila tidak mendapat dukungan dari rakyat. Oleh karenanya, jurang pemisah antara sikaya dan simiskin, antara pemerintah dengan rakyatnya sudah semestinya dikubur. Dengan ini akan terwujud kehidupan yang dinamis dimana masing-masing tahu peranannya demi tercapainya kemaslahatan bersama.
Bila kita mau melihat masyarakat yang dipimpin oleh nabi, yaitu para shahabat, maka kita dapatkan mereka berasal dari negeri yang berbeda-beda dan status sosial yang tidak sama. Ada yang dari Persia, Romawi, Habasyah, dan orang-orang Arab. Ada yang dari keluarga terpandang seperti dari kabilah Quraisy ada pula yang dari budak sahaya. Ada yang kaya raya seperti ‘Utsman bin ‘Affan dan ada pula yang miskin seperti Abu Hurairah. Keaneka ragaman tidak menjadi soal manakala prinsip dalam beragama itu sama. Mereka berbaur satu sama lain untuk bersama-sama memperjuangkan agama Allah.
Kecintaan mereka terhadap saudara-saudaranya yang seiman melebihi dari kecintaan terhadap karib-kerabatnya yang tidak beriman. Bahkan mereka berlepas diri dan menyatakan kebencian kepada keluarganya yang kafir. Allah berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”. Qs. Al-Hujurat:13
Timbangan kemuliaan di sisi Allah Dzat Yang Mencipta, Mengatur alam semesta dan Yang berhak diibadahi adalah ketaqwaan. Maka barang siapa yang bertaqwa dengan mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dialah yang mulia meski dimata sebagian manusia orang yang rendah.
Tatkala shahabat Abu Dzar Al-Ghifari mencela seorang karena ibunya bukan berasal dari bangsa Arab maka nabi marah kepada Abu Dzar dengan mengatakan:
إنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ
“Sesungguhnya kamu seorang yang padamu - masih tersisa-perangai jahiliyah” HR. Al-Bukhari:6050
Abu Dzar sadar akan kesalahannya sehingga setelah itu dia sangat menjaga, sampai-sampai dia dan budaknya pakaiannya sama. Orang yang tidak tahu tidak bisa membedakan mana tuannya dari budaknya.
Ketakwaan telah mengangkat shahabat Bilal yang dahulu budak sahaya sehingga menjadi salah satu muadzin Rasulullah ﷺ. Bahkan tatkala kota Makkah ditaklukkan pada tahun ke-8 hijriyah nabi ﷺ memerintahkan Bilal untuk naik diatas Ka’bah mengumandangkan adzan, suatu hal yang mencengangkan para pembesar Quraisy pada waktu itu. (Zadul Ma’ad 3/361)
Jangan menzhalimi orang yang lemah
Kezhaliman dalam bentuk apapun dan terhadap siapapun adalah kejahatan yang pelakunya berhak mendapat hukuman di dunia ini sebelum di akhirat kelak. Sahabat Abu Bakrah meriwayatkan hadits nabi, beliau bersabda:
ما من ذنبٍ أجدرُ أن يعجِّل اللهُ تعالى لصاحبه العقوبةَ في الدنيا، مع ما يدِّخر له في الآخرةِ مثل البغيِ وقطيعةِ الرحمِ
“Tiada suatu dosa yang lebih pantas Allah ta'ala segerakan hukuman bagi pelakunya di dunia di samping adzab yang Allah sediakan untuknya di akhirat daripada kezhaliman dan memutuskan hubungan” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad dll, lihat shahihul jami’ No:5704)
Berbuat zhalim kepada siapapun akan membawa petaka yang tiada hentinya. Terlebih bila yang dizhalimi adalah orang-orang lemah dari para wanita, anak-anak, budak sahaya, orang-orang miskin, rakyat jelata dan semisalnya. Ketidak berdayaan mereka tidak bisa dianggap remeh karena Islam telah menjamin hak mereka. Jangan sampai ada orang yang berfikir ingin menzhalimi mereka karena Allah Dzat yang Maha kuasa, Maha kaya dan tak terkalahkan akan membalaskan bagi mereka dan membinasakan orang-orang yang berbuat aniaya.
Kalau begitu, siapa gerangan yang mampu melawan Allah?! Tiada seorang pun meski orang yang kuat dan banyak tentaranya. Lihatlah kesudahan Fir'aun dan bala tentaranya yang menzhalimi Bani Israil dengan membunuh anak-anak yang tidak berdosa, memperlakukan kerja paksa dan setumpuk kezhaliman lainnya. Maka Allah tenggelamkan Fir'aun dan tentaranya di lautan. Mana kerajaan yang penuh kemewahan?! Mana bala tentara yang banyak dan berlapis-lapis?! Semuanya sirna dan binasa. Semuanya kecil di hadapan Allah Dzat yang Maha Adil dan Maha Kaya lagi Maha Perkasa. Adakah kiranya orang yang mau mengambil pelajaran darinya?!
Orang-orang lemah umumnya adalah lebih mau menerima kebenaran yang datang dari Allah ketimbang orang yang kaya, kuat, dan berkuasa. Coba perhatikan firman Allah :
وَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍ اِلَّا قَالَ مُتْرَفُوْهَآ اِنَّا بِمَآ اُرْسِلْتُمْ بِهٖ كٰفِرُوْنَ
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". Qs.Saba: 34
Orang yang lemah, karena keikhlasan dan do'a mereka maka pertolongan Allah itu datang, demikian pula rezeki dari-Nya, sebagaimana sabda nabi ﷺ;
هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ
“Tidaklah kamu ditolong dan diberi rezeki kecuali dengan sebab orang yang lemah dari kalian” HR.Al Bukhari.
Oleh karena itu orang-orang lemah dari kaum mukminin adalah sumber kebaikan bagi ummat, mereka meski lemah fisiknya, lemah hartanya namun mereka orang yang kuat keimanannya dan kepercayaannya kepada Allah, oleh sebab itu bila mereka berdo'a dengan tulus kepada Allah maka dikabulkan permintaannya dan Allah pun memberi rezeki ummat dengan sebab mereka. (lihat Bahjatun Nadhirin 1/355).
Orang lemah dari kaum muslimin mayoritas penghuni sorga. Nabi bersabda (yang artinya) “Aku berdiri pada pintu sorga ternyata kebanyakan yang memasukinya orang-orang miskin”.(Muttafaqun ‘Alaih)
Di antara orang lemah yang harus diperhatikan haknya adalah:
1. Anak yatim
Yaitu yang ditinggal mati oleh bapaknya dan dia belum baligh. Di saat seorang anak sangat membutuhkan belaian kasih sayang orang tuanya, ternyata ia harus mengalami kenyataan yang pahit, bapaknya meninggalkannya untuk selamanya. Maka barang siapa yang siap menggantikan orang tuanya dengan memberikan belaian kasih sayang dan nafkah yang dibutuhkan maka dia akan masuk sorga dekat dengan Nabi. Rasulullah ﷺ memasukinya oranbersabda (yang artinya) ”saya dengan orang yang mengurusi anak yatim di sorga seperti ini".Nabi mengisyaratkan dengan jari telunjuknya dan jari tengahnya dengan merenggangkan diantara keduanya.(HR.Al Bukhari)
Demikian balasan yang mulia bagi yang menyantuni anak yatim.
Namun sebaliknya orang yang tidak menyayangi anak yatim dan menelantarkannya atau bahkan memakan harta anak yatim maka diancam dengan adzab yang pedih.
2. Janda dan orang miskin
Wanita yang ditinggal mati suaminya pada umumnya sangat membutuhkan uluran tangan, bagaimana tidak? Kini orang yang biasa mencarikan nafkah untuknya telah tiada, beban kehidupan semakin bertambah, yang tentunya mengetuk hati orang yang mempunyai kelebihan rezeki untuk menyisihkan sebagian harta untuknya.
Demikian pula orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu untuk mencukupi kebutuhannya beserta anak dan istrinya. Orang miskin terkadang mempunyai pekerjaan dan penghasilan, namun hasilnya belum bisa mencukupi kebutuhan pokoknya. Suatu kondisi yang juga memprihatinkan yang membutuhkan pemecahan sesegera mungkin. Nabi ﷺ bersabda:
السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوِ القَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ
“Orang yang bekerja untuk (mencukupi) para janda dan orang miskin seperti seorang yang berjuang di jalan Allah” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Untuk meraih predikat “Mujahid” (pejuang) di jalan Allah tidak selalu dengan berperang di medan laga. Bahkan celah yang ada di tengah ummat ini manakala seorang berusaha untuk menutupnya, itu tentunya sebuah perjuangan yang tidak ringan.
Bila kita membiarkan para janda merana dan orang miskin terlunta maka bukan tidak mungkin mereka akan dimurtadkan dari agama ini.
3. Para anak
Anak merupakan buah hati seorang dan penerus generasi di masa mendatang. Kiranya suatu kezhaliman besar manakala seorang tidak memenuhi hak mereka. Hak anak tidak hanya pada pemberian nafkah berupa makanan, pakaian dan semisalnya. Bahkan ada hak yang sering diabaikan yaitu hak pendidikan agama yang memadai.
Tunaikanlah hak-hak anak, berilah mereka kasih sayang yang cukup dan berlaku adillah kepada mereka. Di saat Nabi ﷺ tahu ada seorang shahabat memberikan suatu pemberian kepada seorang anaknya dan yang lain tidak diberi, beliau marah dan mengatakan :(yang artinya)“Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian”(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Di saat haji wada' yang dihadiri oleh puluhan ribu manusia dari berbagai daerah, Rasulullah ﷺ telah memberikan pesan terakhir sebelum wafatnya. Di antara pesan-pesan tersebut adalah keharusan untuk berbuat baik kepada kaum wanita. Para wanita dalam islam memiliki posisi penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Mereka membantu laki-laki dalam tercapainya kemaslahatan duniawi dan ukhrawi. Maka sudah barang tentu kita harus memberikan hak mereka tanpa menguranginya.
Nabi ﷺ pernah berdoa (yang artinya) : ”Ya Allah, aku menimpakan dosa terhadap orang yang menyia-nyiakan hak dua orang yang lemah yaitu anak yatim dan wanita”. (Berkata An-Nawawi dalam kitabnya Riyadushsholihin no.275: diriwayatkan oleh An nasa'i dengan isnad yang bagus).
Orang yang terbaik adalah yang terbaik terhadap istrinya dan orang yang jelek adalah yang berbuat jelek terhadap para wanita. Allah telah memerintahkan untuk mempergauli wanita dengan baik sebagaimana firman-Nya:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka dengan baik”. (Qs An-Nisa 19)
Merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan hak-hak rakyat yaitu dengan menebarkan perasaan aman dan nyaman, menjunjung tinggi keadilan, serta menindak orang-orang yang jahat.
Kekuasaan merupakan amanah untuk mewujudkan kemaslahatan dalam perkara agama dan dunia. Sehingga manakala pemerintah menyia-nyiakan hak rakyatnya dan tidak peduli terhadap tugasnya maka kesengsaraan dan adzab telah menunggu mereka. Nabi ﷺ telah bersabda (yang artinya):“Tiada seorang hamba yang diserahkan kepadanya kepemimpinan terhadap rakyat lalu dia mati di hari matinya dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya kecuali Allah haramkan surga baginya”. (Muttafaqun Alaihi).
Keadilan akan terwujud dengan menjalankan roda kepemerintahan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rosul-Nya serta meneladani kepemipinan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Dengan keadilan, akan tegak urusan manusia dan akan menebar di tengah-tengah mereka ruh kecintaan terhadap sesama.
Orang-orang lemah bisa mengambil haknya secara penuh tanpa terzhalimi sedikitpun. Tinta sejarah telah mencatat keberhasilan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dalam memimpin manusia.
Salah satu contoh kepemimpinan ideal adalah apa yang disebutkan oleh Abu Bakr pada pidato politiknya yang singkat saat dibai'at sebagai khalifah:“Wahai manusia, aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian padahal aku bukan orang yang terbaik dari kalian. Oleh karena itu bila kebijakanku nanti baik maka dukunglah aku, namun jika melenceng maka tegur dan luruskan aku. Kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah (terzhalimi) dari kalian di sisiku (di mata pemerintah) adalah orang yang kuat sampai aku berikan haknya insyaallah. Orang yang kuat (tapi zhalim) di sisiku adalah orang yang lemah sehingga aku mengambil darinya hak orang yang terzhalimi insyaallah. Tiada suatu kaum meninggalkan jihad fisabilillah melainkan Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Tidaklah kekejian menyebar pada suatu kaum kecuali Allah akan meratakan azab atas mereka. Taatilah aku selagi aku (kebijakannya) mentaati Allah dan Rosul-Nya, namun bila aku menyelisihi Allah dan Rosul-Nya maka kalian tidak ada kewajiban taat kepadaku (dalam kemaksiatan itu). (lihat: Al-Khulafa' Ar-Rasyidun Wad Daulah Al-Umawiyah Hal :13).
Demikianlah prinsip keadilan yang dijunjung tinggi oleh Abu Bakr. Tentunya itu bukan sekedar retorika namun benar-benar diwujudkan dengan usaha nyata.
Demikian diantara hak-hak yang harus dijalankan, semoga Allah menunjuki masing-masing kita untuk mampu menjalankan hak-hak tersebut. Sehingga perasaan aman dan nyaman serta ruh kecintaan benar-benar menebar dalam kehidupan ini.
Sumber: Buletin As-Salafiyah, Edisi 202 Th VI/Rabi’ul Awwal 1430 H
https://t.me/RaudhatulAnwar1