Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

inilah mengapa kita tidak boleh duduk & mendengarkan ucapan ahli bid'ah

7 tahun yang lalu
baca 9 menit

MENGAPA TIDAK BOLEH ENGKAU DUDUK BERSAMA AHLI BID'AH DAN MENYIMAK UCAPAN MEREKA?

Al-Allamah Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata:

فاذا وجدنا مبتدعا" عنده طلاقة في اللّسان و سحر بالبيان ,. فانّه لا يجوز أن نجلس اليه لأنّه مبتدع . لماذا لا يجوز ؟

Maka jika kita mendapati seorang ahli bid'ah, yang dia memiliki lisan yang fasih, dan bisa "menyihir" dengan ceramahnya, maka sesungguhnya kita tidak boleh duduk bersamanya karena dia itu seorang ahli bid'ah. Mengapa tidak boleh?

أولا: لأنّنا نخشىٰ من شره ,فانّ النبيّ -صلى اللّٰه عليه وعلى اله وسلم- قال

● Yang pertama: Karena kita takut tertimpa kejelekkannya. Karena sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"انّ من البيان لسحرا"

"Sesungguhnya dalam sebagian ceramah itu ada sihir."

قد يسحر عقولنا حتى نوافقه على بدعته.

Terkadang ia bisa menyihir akal-akal kita hingga kita menyetujui kebid'ahannya.

ثانيا" : انّ فيه تشجيعا" لهذا المبتدع ,أن يكثر النّاس حوله ,أو أن يجلس اليه فلان و فلان من الأشراف و الوجهآء و الأعيان ,هذا يزيده رفعة" و اغترارا" بما عنده من البدعة ,و غرورا" في نفسه.

● Yang Kedua: Hal itu akan menyemangati ahli bid'ah tersebut, tatkala banyak manusia duduk di sekelilingnya, atau duduk dihadapannya fulan dan fulan dari orang terhormat, tokoh-tokoh dan orang tertentu. Hal ini akan menambah dia semakin tinggi dan bisa mengelabui (manusia) dengan kebid'ahannya dan ia tertipu dengan dirinya.

ثالثا" : اساءة الظنّ بهذا الذي اجتمع الى صاحب البدعة , وقد لا يتبيّن هذا الا بعد حين ,فانّ النّاس اذا رأوك تذهب الى صاحب البدعة سوف يتهمونك وان لم يتبيّن هذا الا بعد حين

● Yang ketiga: Akan menimbulkan buruk sangka dengan orang yang berkumpul dengan ahli bid'ah ini. Dan terkadang hal ini tidak nampak kecuali setelah sekian lama. Karena manusia itu jika mereka melihat engkau pergi kepada ahli bid'ah, mereka akan mencurigaimu. Dan sekalipun hal itu tidak nampak jelas kecuali setelah sekian lama.

و لهذا ينبغي لطالب العلم -بل يجب عليه- أن يجتنب الجلوس الى أهل البدع

Oleh karena itu sepantasnya bagi penuntut ilmu, bahkan WAJIB BAGINYA untuk menjauhi duduk-duduk dengan ahli bid'ah.

[Syarh al-Hilyah h. 314]
Sumber || http://t.me/sahabiette

Kunjungi || https://goo.gl/pQRYpm

⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia
⏩ Channel Telegram || http://telegram.me/forumsalafy

MEREKA TIDAK MAU MENDENGAR DARI AHLUL BID'AH

Asy Syeikh Robi' Bin Hadi Al Madkholi hafidzohullah:

Dan para jibal Ulama' (Ulama' besar) seperti Ibnu Sirin, Ayyub As Sikhtiyani, mereka tidak mau mendengarkan ahlul bid'ah apabila mereka diminta untuk itu, walaupun yang akan dibacakan adalah AYAT AL QUR'AN!!

Yang demikian ini karena mereka ingin menjaga aqidah mereka dan khowatir terjatuh kepada fitnah.

Sumber: Bayan Ma Fi Nasihati Ibrohim Ar Ruhaili Minal Kholal Wal Ikhlal: 35
Telegram: https://bit.ly/Berbagiilmuagama
Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy
http://www.ilmusyari.com/2016/01/mereka-tidak-mau-mendengar-dari-ahlul.html

Ucapan Salaf dalam Memperingati Ahlul Bid'ah dan Ahlul Ahwa

Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Siapa yang duduk dengan ahli bid’ah maka berhati-hatilah darinya dan siapa yang duduk dengan ahli bid’ah tidak akan diberi Al Hikmah. Dan saya ingin jika antara saya dan ahli bid’ah ada benteng dari besi yang kokoh. Dan saya makan di samping yahudi dan nashrani lebih saya sukai daripada makan di sebelah ahli bid’ah.” (Al Lalikai 4/638 nomor 1149)

Hanbal bin Ishaq berkata, saya mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata :
“Tidak pantas seseorang itu bersikap ramah kepada ahli bid’ah, duduk dan bergaul dengan mereka.” (Al Ibanah 2/475 nomor 495)

Dari Habib bin Abi Az Zabarqan ia berkata, Muhammad bin Sirin apabila mendengar ucapan ahli bid’ah, menutup telinganya dengan jarinya kemudian berkata :
“Tidak halal bagiku mengajaknya berbicara sampai ia berdiri dan meninggalkan tempat duduknya.” (Al Ibanah 2/473 nomor 484)

Seorang ahli ahwa’ berkata kepada Ayyub As Sikhtiyani :
“Hai Abu Bakr, saya ingin bertanya tentang satu kalimat.”
Beliau menukas –sambil berisyarat dengan jarinya– :
“Tidak, meskipun setengah kalimat. Tidak, meskipun setengah kalimat.” (Al Ibanah 2/447 nomor 402)

Imam Ahmad berkata dalam risalahnya untuk Musaddad :
“Jangan kamu bermusyawarah dengan ahli bid’ah dalam urusan agamamu dan jangan jadikan dia teman dalam safarmu (bepergian).” (Al Adabus Syari’ah Ibnu Muflih 3/578)

Ibnul Jauzy berkata :
“Allah, Allah. Janganlah berteman dengan mereka ini (ahli bid’ah). Dan wajib kamu cegah anak-anak kecil bergaul dengan mereka agar jangan terpatri sesuatu (perkara bid’ah) dalam hati mereka dan jadikan mereka sibuk (mempelajari) hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam agar watak mereka terbentuk di atasnya.” (Ibid 3/577-578)

Imam Al Barbahary berkata :
“Apabila tampak bagimu satu perkara bid’ah pada seseorang maka jauhilah dia sebab sesungguhnya yang dia sembunyikan darimu jauh lebih banyak dari yang dia tampakkan.” (Syarhus Sunnah 123 nomor 148)

Dan kata beliau :
“Perumpamaan ahli bid’ah itu seperti kalajengking, mereka menyembunyikan kepala dan badan mereka di dalam tanah dan mengeluarkan ekornya maka jika mereka telah mantap dengan posisinya maka mereka menyengat mangsanya. Demikian pula ahli bid’ah, mereka menyembunyikan bid’ah di tengah-tengah manusia lalu apabila mereka telah mantap dengan kedudukannya mereka sampaikan apa yang mereka inginkan.” (Thabaqat Hanabilah 2/44)

Saya (Jamal bin Farihan) katakan, demikianlah keadaan Ikhwanul Muslimin (dan kelompok dakwah sempalan lainnya, pent.) mereka mencari kedudukan dan jika telah mantap posisi mereka maka mulailah mereka melancarkan tindakan-tindakan dalam menyelisihi Ahlus Sunnah.

(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed.)
http://salafy.or.id/blog/2004/03/30/bahayanya-duduk-bergaul-berjalan-bersama-ahli-bidah/

Imam Abu ‘Utsman Ismail Ash Shabuni rahimahullah mengatakan (Aqidah Salaf Ashabul Hadits halaman 114-115) –ketika menerangkan sikap dan pendirian Salafus Shalih terhadap bid’ah dan Ahlul Bid’ah– :

“Salafus Shalih membenci Ahlul Bid’ah yang (mereka itu) mengada-adakan perkara baru dalam agama ini yang (justru) bukan berasal dari agama itu sendiri. Salafus Shalih tidak mencintai Ahlul Bid’ah, tidak mau bersahabat dengan mereka, tidak mendengar perkataan mereka, tidak duduk bermajelis dengan mereka, tidak berdebat dengan mereka dalam masalah agama, bahkan tidak mau berdialog dengan mereka. Salafus Shalih selalu menjaga telinga jangan sampai mendengar kebathilan Ahlul Bid’ah yang dapat menembus telinga dan membekas di dalam hati, dan akhirnya menyeret segala bentuk was-was dan pemikiran-pemikiran yang rusak.”


Inilah Mengapa Kita Tidak Boleh Duduk, Mendengar dan Membaca Buku Ahli Bid'ah
Foto: chair | Sumber: Pixabay

Lalu Bagaimana dengan Buku-buku Ahli Bid'ah?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan :

“Ahlul Bid’ah itu tidak bersandar kepada Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah serta Atsar Salafus Shalih dari kalangan Shahabat maupun Tabi’in. Mereka hanya berpedoman dengan logika dan kaidah bahasa. Dan kamu akan temukan mereka itu tidak mau berpedoman dengan kitab-kitab tafsir yang ma’tsur (bersambung riwayat dan penukilannya). Mereka hanya berpegang dengan kitab-kitab adab (sastra dan tata bahasa) serta kitab-kitab ilmu kalam (filsafat dan logika). Kemudian dari sinilah mereka membawakan pendapat dan pemikiran mereka yang sesat.” (Al Fatawa 7/119)

Dan mengenai sikap terhadap mereka (Ahlul Bid’ah) ini, Allah Ta’ala berfirman :

“Dan jika kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka mengadakan pembicaraan yang lain.” (Al An’am : 68)

Syamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muflih, mengatakan (dalam Al Adabus Syari’ah 1/125) : “Dan adalah Salafus Shalih itu selalu melarang manusia duduk bermajelis dengan Ahlul Bid’ah, membaca kitab-kitab mereka, dan memperhatikan ucapan mereka.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan (dalam Ath Thariq Al Hakimiyah halaman 227) : “Tidak perlu adanya jaminan (minta izin) untuk membakar buku-buku sesat dan memusnahkannya.”

Beliau melanjutkan : “Semua kitab-kitab tersebut isinya mengandung berbagai perkara yang menyeleweng dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tanpa ada tuntunan di dalamnya, bahkan diizinkan untuk merusak dan memusnahkannya. Tidak ada yang lebih besar bahayanya bagi umat ini dibandingkan dengan buku-buku tersebut. Para Shahabat telah membakar segenap mushaf yang menyelisihi mushaf ‘Utsman karena mereka takut akan bahaya yang menimpa umat ini akibat perbedaan yang terdapat dalam mushaf-mushaf tersebut. Lalu, bagaimanakah halnya seandainya mereka (para Shahabat tersebut) melihat kitab-kitab sesat yang telah menimbulkan perselisihan dan perpecahan di tengah-tengah ummat ini??” (Ibid halaman 327-328)

Demikian kata beliau. Maksud ucapan beliau ini adalah, bahwa segenap kitab sesat yang mengandung kedustaan dan kebid’ahan, wajib dirusak dan dimusnahkan dan ini lebih utama (lebih besar pahalanya) daripada merusak alat-alat permainan atau alat-alat musik dan merusak bejana-bejana tempat menyimpan khamer (segala yang memabukkan), karena mudlarat (kerusakan) yang ditimbulkan kitab-kitab sesat ini jauh lebih besar daripada mudlarat yang ditimbulkan oleh alat-alat permainan, musik, ataupun khamer. Maka tidak perlu jaminan (minta izin) untuk merusak dan memusnahkannya sebagaimana tidak perlu jaminan (minta izin) untuk merusak bejana-bejana penyimpanan atau penampungan khamer. (Ibid. Halaman 329)

Dikutip dari : http://salafy.or.id/blog/2003/08/27/manhaj-salaf-dalam-mensikapi-buku-buku-ahlul-bid%E2%80%99ah/

➖➖➖➖

Berkata Ibnu Abbas radhiallahu'anhu,

لا تُجَالِسُوا أَصْحَابَ الأَهْوَاءِ، فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ مُمْرِضَةٌ لِلْقُلُوبِ

"Jangan sekali-kali kalian duduk dengan pengikut hawa nafsu. Sungguh, sekadar duduk bercengkrama dengan mereka, dapat menumbuhkan penyakit hati."

Diriwayatkan oleh Ibnu Batthah dalam Al Ibanah Al Kubra hal. 619
Diterjemahkan oleh: al-Ustadz Abdul Wahid at-Tamimi | t.me/warisansalaf