Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

sang pemungut duri

5 tahun yang lalu
baca 8 menit

SANG PEMUNGUT DURI

Al-Ustadz Abu Hisyam Sufyan Alwi حفظه الله تعالى
Keutamaan Memungut Duri
Sang Pemungut Duri

Allah سبحانه وتعالى memang telah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Maka harus diperhatikan, ketika beribadah kepada Allah, seseorang mesti senantiasa mengawasi amal ibadahnya agar benar-benar diterima oleh Allah سبحانه وتعالى. Dua pokok agar amalan diterima dan dianggap oleh Allah Subhanallahu Wa Ta'ala pun selalu ia camkan. la pun usahakan keberadaan keduanya. Dua hal itu ialah ikhlas dan mutaba’ah.

Ikhlas artinya amal shalih itu benar-benar lillahi ta'ala, bukan niatan yang lainnya. Sementara mutaba'ah, artinya mengikuti dan mencontoh jalan, aturan, dan tata cara yang telah digariskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dua hal inilah yang harus selalu ia perhatikan dalam beramal shalih.

Kemudian berusaha pula untuk menyempurnakan amal shalih. Di antaranya adalah dengan menjaga kelestarian amalan shalih tersebut. Apalagi, amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang bisa dijaga keberlangsungannya. Walaupun amalan tersebut terlihat kecil dan mudah.

Harapannya, ketika menghadap Allah nanti, ia bisa memohon, "Ya AIIah, inilah amal shalihku yang aku Iakukan untuk-Mu sepanjang hidupku. Terimalah dariku, dan ampunilah aku karenanya."

Rasululllah shallallahu alaihi wasallam pernah mengabarkan bahwa, "Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang paling bisa dijaga keberIangsungannya walaupun itu amalan yang paling sedikit." [Muttafaqun 'Alaihi dari shahabat 'Aisyah رضي الله عنها].

Jalan kebaikan, amal shalih memang sangatlah banyak dan beragam. Seorang muslim, semakin bertambah ilmu, maka akan semakin jelas dan nampak pula baginya jalan-jalan itu. Yang jika ia perhatikan secara mendaIam, ternyata banyak sekali jalan-jalan kebaikan yang belum mampu ia lalui.

Benar, ilmu merupakan pokok dan asal dari semua amal shalih. Ketika demikian adanya, maka setiap muslim harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu yang bermanfaat, untuk selanjutnya ia amalkan. lnilah tujuannya dalam menuntut ilmu. Bukan sekedar memperkaya wawasan ilmunya, namun miskin dari amal.

Jangan pernah menganggap remeh sekecil apapun bentuk amalan ibadah. Ingat, bahwa kebaikan sekecil apapun, jika dilakukan ikhlas lillahi ta‘ala, pastilah akan dicatat dan diperhitungkan oleh Allah سبحانه وتعالى. Sebaliknya, satu keburukan dan dosa, sekecil apapun itu, juga dicatat oleh Allah سبحانه وتعالى. Hanya saja, satu kebaikan akan dilipatgandakan sebanyak-banyaknya oleh Allah سبحانه وتعالى.

Sesuai dengan keutaaman dan kemurahan-Nya. Sementara, keburukan hanyalah ditulis sesuai kadar keburukan tersebut. Tidak ditambah apalagi dilipatgandakan. Maka, kerugian yang teramat besar ketika ternyata, keburukan yang hanya ditulis “satu demi satu", bisa mengalahkan kebaikan yang akan terus dilipat gandakan oleh Allah سبحانه وتعالى.

Apalagi, sekecil apapun sebuah amalan, nilainya akan besar dan semakin bertambah besar sesuai dengan keikhlasannya. Sebagaimana amalan yang besar, berat, dan membutuhkan banyak pengorbanan, bahkan mempertaruhkan nyawa, tetap tidak teranggap dan bahkan tertolak jika dilakukan karena selain Allah, tidak ikhlas lillahi ta‘ala.

"Barang siapa yang bertekad melakukan suatu kebaikan, akan tetapi ia belum mampu melakukannya, maka dituliskan baginya satu kebaikan. Dan jika kemudian ia mampu melakukannya, maka Allah menulisnya menjadi 10 kebaikan, hingga 700 kebaikan, bahkan hingga kebaikan yang berlipat-lipat sangat banyak." [Muttafaqun 'Alaihi dari shahabat Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما].

Kisah seorang pelacur yang masuk surga "hanya" karena memberi minum seekor anjing yang kehausan adalah salah satu kisah yang membuktikan apa yang kita sebutkan.

Nah, di sana terdapat kisah lain yang pernah diceritakan oIeh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sebuah kisah yang semakin menjelaskan dan menerangkan betapa besar kemuliaan dan rahmat Allah سبحانه وتعالى.

Dia سبحانه وتعالى selalu menghitung dan tidak pernah menyepelekan apapun yang diamalkan oleh hamba-Nya.

Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bercerita:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَاللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ

"Suatu ketika ada seseorang yang sedang berjalan melewati sebuah jalan. Ternyata ia mendapati ranting pohon yang penuh duri tergeletak di tengah jalan. Maka ia pun mengambilnya dan menyingkirkannya dari jalan tersebut. Ternyata, dengan sebab perbuatannya ini, Allah benar-benar mensyukurinya. Dan kemudian Allah pun mengampuninya."

Dalam lafazh Al Imam Muslim yang lain:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَامِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ

"Sungguh aku pernah menjumpai seseorang yang berlalu lalang di dalam surga. Itu disebabkan karena sebatang pohon di tengah jalan yang ia singkirkan darinya, karena mengganggu kaum manusia."

Dalam lafazh AI Imam Muslim yang lain:

مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَى ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللهِ لَأُنَحِّيَنَّ ھَذَا عَنْ الْمُسْلِمِينَ لَا يُؤْذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ 

"Seseorang melewati dan menjumpai ranting pohon di tengah jalan. Maka ia pun berkata, ’Demi Allah, aku harus menyingkirkan benda ini agar tidak mengganggu perjalanan kaum muslimin. 'Maka Allah pun kemudian memasukkannya ke dalam surga."

Adapun dalam lafazh Al Imam Abu Dawud:

نَزَعَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ غُصْنَ شَوْكٍ عَنْ الطَّرِيقِ إِمَّاكَانَ فِي شَجَرَةٍ فَقَطَعَهُ وَأَلْقَاهُ وَإِمَّا كَانَ مَوْضُوعًا فَأَمَاطَهُ فَشَكَرَاللهُ لَهُ بِهـا فَأَدْ خَلَهُ الجَنَّةَ

"Ada seseorang yang tidak pernah berbuat kebaikan sedikit pun, (kecuali) menyingkirkan ranting penuh duri. Apakah ranting itu ada di pohon yang kemudian ia menebangnya, atau ranting itu tergeletak di tengah jalan, kemudian ia pun menyingkirkannya. Dengan perbuatan ini, Allah mensyukurinya dan Allah masukkan dia ke dalam surga.”

Allahu Akbar! Kisah yang menakjubkan. Suatu kisah, yang di antara faedah besarnya bahwa tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak bersemangat beramal shalih. Bagaimana tidak? Allah, Dzat Yang Maha mensyukuri sekecil apapun kebajikan hamba-Nya. Yang selalu menganggap dan menghargai nilai apapun yang dilakukan untuk-Nya.

Allah سبحانه وتعالى berfirman yang artinya, "Barang siapa beramal shalih walapun sebesar semut yang kecil, ia pasti akan melihatnya." [Q.S. Az Zalzalah: 6]. Ya, ia akan melihat amalan tersebut serta balasannya. Karena AIIah سبحانه وتعالى akan mencatat, menyimpannya, dan mengembangkannya. Dalam ayat yang lain:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا  

“Dan sungguh, Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya walaupun seberat semut kecil. Jika itu merupakan kebaikan, Dia akan melipatgandakannya, dan memberinya dari sisi-Nya pahala yang besar.” [Q.S. An Nisa: 40].

Benar, di antara Nama Allah adalah Asy Syakur. Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di رحمه الله menjelaskan artinya adalah, Allah adalah Dzat yang pasti selalu menerima apapun amalan shalih hamba-hamba-Nya. Walaupun sedikit dan kecil. Allah سبحانه وتعالى pun juga akan membalasinya dengan pahala yang banyak.

Hadits di atas juga menyadarkan kita untuk tidak meremehkan sekecil apapun yang amal shalih yang dilakukan. Baik oleh diri kita sendiri ataupun orang lain. Ternyata sedikit kebaikan pun bisa memasukkan pelakunya ke dalam surga, dengan izin Allah. Sebagaimana kita pun tidak boleh meremehkan sekecil apapun perbuatan dosa. Karena, nyatanya ia pun bisa menarik dan memasukkan pelakunya ke dalam neraka, dengan izin Allah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri pernah mengingatkan istri beliau, yang tentunya tertuju pula kepada kita semuanya, dalam hadits beliau yang artinya, "Wahai Aisyah, waspadalah kamu dari dosa-dosa yang diremehkan. Sesungguhnya dosa-dosa itu akan dituntut oleh Allah." [H.R. Ad Darimi, Ibnu Majah, dan lainnya. Lihat Ash Shahihah hadits no: 2371].

Faedah lain yang dapat kita petik, bahwa dengan pahala yang sedikit, terkadang karenanya Allah pun mengampuni dosa yang teramat banyak yang dimiliki oleh seorang hamba. [Syarah Shahih Bukhari Ibnul Baththal: 6/600]

Hadits di atas juga memberikan kepada kita suatu ilmu, bahwa surga, tempat tujuan akhir, telah ada dan sudah diciptakan oleh Allah. Seperti yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beritakan dalam hadits di atas. Beliau melihat orang yang mondar-mandir di dalam surga, karena amalan kecil yang ia lakukan. Keyakinan bahwa surga telah ada adalah keyakinan benar yang sesuai dengan dalil Al Qur'an, As Sunnah, dan kesepakatan para ulama Islam.

Hal lain yang harus dipahami, bahwa ketika menyingkirkan gangguan yang nampak dari jalan memiliki keutamaan yang sangat besar, seperti duri sebagaimana dalam hadits, maka menyingkirkan berbagai gangguan yang tak terlihat, seperti gangguan fitnah (godaan nafsu) dan syubuhat (kerancuan dalam memahami agama) yang berusaha menghalangi dan membelokkan kaum muslimin dari jalan-Nya yang lurus, tentunya memiliki keutamaan yang lebih agung.

Inilah tugas para pewaris para nabi, para ulama, yang dengan gigihnya membantah berbagai kesesatan dalam berakidah dan beribadah. Para ulama membela agama ini dengan lisan dan pena-pena mereka. Dengan sebab amalan merekalah, Allah jadikan, jalan-Nya semakin terang benderang. [Syarah Riyadus Shalihin Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin, 1/145].

Hadits di atas juga menerangkan bahwa menyingkirkan gangguan dari jalan yang dilalui kaum muslimin termasuk kebajikan yang bisa menghapus dosa dan kesalahan. Bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menyebutkan, bahwa hal ini termasuk dari cabang keimanan. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Iman itu ada lebih dari 70 cabang. Yang paling tinggi adalah mengucapkan la ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan." [H.R. Muslim].

Akhirnya, kita senantiasa memohon kepada Allah سبحانه وتعالى, agar selalu memberi taufik kepada kita untuk bisa beramal shalih, di mana pun kita berada sesuai dengan apa yang kita mampui. Allahumma waffiqna likulli khairin wajnubna min kulli syarrin. Amiin. Wallahu a’lam.

Sumber || Majalah Qudwah Edisi 08 || t.me/majalah_qudwah
Oleh:
Atsar ID
Sumber Tulisan:
Sang Pemungut Duri