Ilmu, sesuatu yang sangat berharga. Dengannya terbedakan antara yang benar dan yang salah. Dengannya pula, seseorang bisa menjalankan agamanya. Orang yang berilmu seakan tetap hidup walau telah tiada. Sang pemilik ilmu, tinggi derajatnya di dunia maupun di akhirat. Pantaslah banyak kisah pendahulu kita yang berjuang demi mendapatkannya. Berikut ini di antaranya.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu
Dahulu, sepeninggal Rasulullah `, Ibnu Abbas yang saat itu masih belia pernah mengajak salah seorang pemuda Anshar untuk mencari ilmu. Berguru kepada para shahabat. Namun, pemuda itu menolak. Katanya, selama masih banyak shahabat, kaum muslimin tidak butuh terhadap orang muda. Ibnu Abbas pun meninggalkannya. Beliau tidak surut. Beliau tetap menimba ilmu kepada para shahabat.
Pernah beliau mendatangi seorang shahabat yang mendengar sebuah hadits langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sesampai di rumahnya, ternyata shahabat tersebut sedang qailulah (istirahat siang). Ibnu Abbas menanti di depan rumahnya. Angin menerbangkan debu ke wajah beliau. Sampai akhirnya shahabat itu keluar. Tatkala melihat Ibnu Abbas, shahabat itupun kaget dan bertanya, “Anak paman Rasulullah?! Apa yang membuat engkau datang? Tidakkah engkau utus seseorang kepada saya, agar saya bisa mendatangimu.”
Dengan rendah hati beliau menjawab, “Tidak, saya yang lebih berhak untuk mendatangimu. Telah sampai kepada saya satu hadits darimu, bahwasanya engkau mendengarnya dari Rasulullah `. Maka saya ingin mendengarnya langsung darimu.” Setelah beberapa waktu, pemuda Anshar itu melihat orang-orang berkumpul di sekeliling Ibnu Abbas. Mereka menimba ilmu dari beliau, bertanya tentang permasalahan agama kepada beliau. Dia pun berkata, “Sejak dulu, pemuda ini lebih cerdas dari pada saya.”
Baca :
Abdullah bin Abbas Sang Idola
Imam Ahmad bin Hanbal
Yahya bin Ma’in pernah bercerita, “Dulu aku bersama Ahmad bin Hanbal pergi ke Shan’a untuk mendengar hadits dari Imam penduduk Yaman, Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani. Dalam perjalanan itu kami melewati Makkah. Kami pun melaksanakan haji bersama kaum muslimin. Ketika thawaf, aku bertemu dengan Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani. Ternyata tahun itu beliau juga melaksanakan haji. Aku pun mengucapkan salam dan kukabarkan bahwa aku bersama Ahmad bin Hanbal. Lalu beliau mendoakan kebaikan untuknya.”
Ibnu Ma’in melanjutkan, “Aku kembali menemui Ahmad, dan ku katakan padanya ‘Sungguh Allah telah dekatkan langkah kita. Allah ringankan bekal kita dan bebaskan kita dari perjalanan selama sebulan. Ternyata Abdur Razzaq ada di sini. Ayo kita dengarkan haditsnya di sini.’ Namun, ternyata Ahmad berkata, ‘Aku telah berniat semenjak di Baghdad untuk mendengar hadits dari Abdur Razzaq di Shan’a. Demi Allah aku tidak akan merubah niatku selamanya.’
Maka setelah selesai menunaikan haji, kami pergi ke Shan’a. Setiba di sana Ahmad kehabisan bekal. Lalu Abdur Razzaq menawarkan harta kepadanya, namun ia menolak. Dia juga tidak mau menerima bantuan dari seorang pun. Dia bekerja membuat tali celana, dan makan dari hasil pekerjaan
tersebut.”
Ibnul Jauzi berkata, “Sungguh Imam Ahmad telah mengelilingi dunia sebanyak dua kali, sampai beliau menulis kitab beliau yaitu Al-Musnad.”
[Ummu Umar].
Disadur dari Majalah Qudwah Edisi 2