Oleh : Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar -hafizhahullah-
Sungguh hebat dan memukau!
Subhanallah.
Berulang kali mendengar dan membaca kisah nabi Nuh 'alaih salam, baru kali ini penulis menemukan pintu sekaligus kunci-kunci pembuka ruang luas bernama kesabaran. Nampaknya, kita mesti menambah frekuensi dan perhatian dalam menelusuri setiap titik dan garis kehidupan para nabi. Melalui kisah nabi Nuh saja, banyak ajaran luhur sebagai gerbang ketenangan hidup yang dapat dipetik. Kali ini marilah kita berkaca dari cermin kesabaran nabi Nuh 'alaih salam.
950 tahun
950 tahun bukan rentang waktu yang singkat. 950 tahun bukan pula akumulasi usia nabi Nuh. 950 tahun adalah masa aktif nabi Nuh dalam berdakwah. Kesabaran yang sungguh-sungguh luar biasa! Bukan setahun, sepuluh tahun, sewindu, atau seabad yang telah dilalui Nuh untuk berjuang demi Tauhid, namun 950 tahun.
Pelajaran berharga sekali! Ternyata, berjuang di kancah dakwah fi sabilillah itu tidak dibatasi oleh sempitnya lingkaran waktu. Lambat maupun cepat bukanlah ukuran untuk menilai sebuah hasil dari satu perjuangan. Lama dan sebentar tidak lantas menjadi patokan. Namun, sampai tiba dan bersentuhan di batas terakhirlah nafas perjuangan itu dipertahankan.
Nasihat Qur ’ani dan benar-benar nasihat emas! Seorang hamba penggiat dakwah Tauhid dan Sunnah di atas manhaj Salaf, tidak perlu risau saat melalui perputaran waktu. Bersabarlah karena sesungguhnya bersabar itu indah. Jika muncul tanya di hati, ”Akan berapa lama berjuang? Sudah terlalu lama kita mencoba?” Jawablah dengan firman Allah Yang Maha Kasih:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” [Q.S. Al Ankabut:14].
Metode dakwah
Semua cara dipilih dan seluruh jalan ditempuh. Sungguh, metode berdakwah sangat beragam asal tepat dan benar dalam memilih. Nabi Nuh menggerakkan dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Dakwah dilakukan siang dan malam. Terkadang beliau membangkitkan semangat untuk meraih surga, terkadang beliau memperingatkan tentang siksa neraka. Tidak mengenal lelah dan bosan. Nabi Nuh adalah perlambang kesabaran, ‘alaihis salam. Setiap kali kaumnya menentang dan mengancam, nabi Nuh justru semakin sayang dan lembut kepada mereka. Nabi Nuh menyadarkan mereka tentang limpahan karunia yang Allah curahkan untuk mereka. Dan nabi Nuh tetap bersabar.
Ibrah mengagumkan! Wahai saudara, penyeru dan pengajak umat menuju jalan Allah l! Bersabarlah dalam berjuang. Tempuhlah seluruh daya dan upaya demi tegaknya kalimatullah di atas muka bumi. Jangan pernah berputus asa walau sekejap. Karena Allah selalu bersama hamba yang bersabar. Resapilah ayat-ayat berikut ini, kesabaran nabi Nuh di dalam berjuang:
“Nuh berkata, ‘Ya Rabbku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam. Maka aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” [Q.S. Nuh5-10].
Celaan dan Ejekan Kaum Pengingkar
Sekali lagi kita belajar kesabaran dari nabi Nuh. Ini tentang rintangan dan ujian bagi hamba yang memproklamirkan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Walau celaan bagai gelombang lautan yang tiada putus terus menghadang, kendati ejekan hina tetap membanjir, nabi Nuh memilih tegar dan sabar. Nabi Nuh dilecehkan. Kaum pengingkar mengejek:
“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” [Q.S. Hud:27].
Kaum pengingkar terus menghina, mereka berkata:
“Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kalian. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu.” [Q.S. Al Mukminun:24-25].
Oleh sebab itu, jika seorang muslim bertekad untuk menggemakan tauhid, menegakkan syi’ar sunnah Nabi, dan menampakkan manhaj Salaf, ia tidak perlu cemas, risau, dan bersedih saat dihina, diejek, atau dituduh dengan fitnah keji. Manakala qalbu agak terganggu dengan ejekan dan tuduhan, bacalah dengan seksama ayat-ayat di atas.
Istri durhaka, Anak membangkang
Masih juga kita menatap indah di cermin kesabaran nabi Nuh. Betapa bersabar nabi Nuh di dalam berjuang. Bukan sembarang orang yang menentang, bukan hanya masyarakatnya yang membangkang, bahkan istri dan putra kandungnya pun termasuk golongan celaka. Kembali kita menyaksikan ketegaran dan ketabahan nabi Nuh. Sunnatullah! Inilah ketetapan Allah yang tiada mungkin berubah. Setiap ajakan kebaikan pasti akan menuai permusuhan. Setiap dakwah kebajikan mesti berbuah penentangan. Di situlah Allah menguji dan memilih dari hamba-hamba Nya, siapakah di antara mereka yang tetap ikhlas tulus berjuang? Siapakah pula yang tetap bersabar?
Istri nabi Nuh menentang. Duhai sungguh sedihnya hati menyaksikan orang terkasih justru menentang firman Pencipta semesta alam. Dan nabi Nuh pun tetap bersabar dan berjuang.
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orangorang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke neraka bersama orang orang yang masuk (neraka).” [Q.S. At Tahrim:10].
Putra kandung nabi Nuh membangkang dan menantang.
Lihatlah betapa kasih cinta nabi Nuh kepada anaknya! Beliau terus memanggil-manggil, mengajak dan menawarkan untuk bersama di atas perahu besar penyelamat. Ya. Perahu penyelamat sesuai kehendak-Nya. Namun, akhirnya ia pun ditenggelamkan Allah dalam air bah. Dan nabi Nuh tetap bersabar dengan memohon kepada Allah .
“Dan Nuh berseru kepada Rabbnya sambil berkata, ’Ya Rabbku sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” [Q.S. Hud:45].
Allah menegaskan bahwa keimanan adalah penentu dan pemutus hukum. Sedekat apapun hubungan antar hamba tidaklah bermanfaat tanpa adanya keimanan.
Dan nabi Nuh pun menerima dengan lapang dada.
“Allah berfirman , ‘Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan di selamatkan ), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.’ (Nuh berkata), ‘Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” [Q.S. Hud:46-47].
Walhasil, pembaca yang berbahagia, ada kesejukan dan keteduhan saat membaca ayat-ayat di atas. Ternyata, hidayah itu mutlak berada di tangan Allah. Bahkan seorang nabi ulul ‘azmi pun tidak memilikinya. Maka, bersabarlah untuk berjuang dalam berdakwah dan menegakkan syi’ar-syi’ar Islam. Sebab tugas kita hanyalah sekedar menyampaikan. Adapun taufik dan hidayah ada di tangan Nya.
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 2