(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah)
Menundukkan pandangan di tengah bertebarnya kerusakan di sekitar kita memang bukan soal mudah. Keimanan lah yang kemudian menjadi filter terhadap apa-apa yang dilihat oleh mata.
Saudariku muslimah…
Tercatat dalam lembaran mushaf yang mulia firman Rabbmu Yang Maha Suci:
Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka….” (An-Nur: 30-31)
Ayat yang agung di atas mungkin sering terlewati begitu saja saat lisan ini bergerak membaca Kitabullah. Tidak hanya sekali atau dua kali. Bisa jadi kita telah puluhan kali membacanya namun karena diri kita kosong dari pengamalan atau barangkali karena tidak paham dengan apa yang kita baca, menjadikan kita belum mengamalkan ayat mulia di atas.
Alhasil, karena tidak ada pengamalan, pandangan mata ini tidak pernah kita jaga. Bahkan kita biarkan mata ini liar memandang apa saja yang dia inginkan tanpa ada rasa segan dan takut kepada Sang Penguasa langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dua mata yang merupakan nikmat Allah ini kita pakai untuk melihat yang haram, melihat laki-laki yang bukan mahram, melihat gambar-gambar yang mengumbar aurat, melihat ini dan itu. Wallahu al-musta’an (Allah sajalah yang dimintai pertolongan).
Kita simak bagaimana penjelasan ulama dalam masalah menahan pandangan ini dan setelahnya semoga kita diberi taufik untuk mengamalkan apa yang telah kita ketahui. Amin…
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Allah Yang Maha Tinggi sebutan-Nya, berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad: (Katakanlah kepada laki-laki yang beriman) kepada Allah dan kepadamu, ya Muhammad (Hendaklah mereka menahan pandangan mata mereka). Allah memerintahkan agar mereka menahan pandangan mereka dari apa yang ingin mereka lihat sementara hal tersebut termasuk terlarang untuk dipandang. (dan memelihara kemaluan mereka) untuk terlihat oleh orang yang tidak halal memandangnya dengan cara menutup kemaluan tersebut dengan pakaian yang dapat menutupinya dari pandangan mata mereka. (yang demikian itu lebih suci bagi mereka) Allah menyatakan bahwa menahan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dipandang dan menjaga kemaluan dari terlihat oleh pandangan mata orang lain adalah lebih suci bagi mereka di sisi Allah dan lebih utama….” Demikian pula yang Allah I perintahkan kepada kaum mukminat. (Jami’ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an, 9/302-303)
Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menyatakan memandang apa yang tidak dihalalkan secara syar’i dinamakan zina, sehingga haram memandang perkara tersebut. (Ahkamul Qur’an , 3/1366)
Rasulullah telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, dia akan mendapatkannya, tidak mustahil. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan dengan berbicara, sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan. Sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 kitab Al-Isti’dzan, bab Zinal Jawarih dunal Farj dan Muslim no. 2657 kitab Al-Qadar, bab Quddira ‘ala Ibni Adam Hazhzhuhu minaz Zina wa Ghairihi dari Abu Hurairah z)
Dalam lafadz lain disebutkan:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak mustahil. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)
Pernyataan Rasulullah bahwa zina mata dengan memandang kepada apa yang tidak halal merupakan dalil yang jelas tentang keharaman perkara tersebut, sekaligus peringatan dari hal tersebut. Telah dimaklumi bahwa pandangan mata merupakan penyebab jatuhnya seseorang kepada perbuatan zina. Karena lelaki yang banyak memandang kecantikan seorang wanita terkadang menjadi faktor yang menyebabkan ia jatuh cinta kepada si wanita sehingga ia binasa karenanya. Maka pandangan adalah pos pengantar kepada zina. Berkata Muslim ibnul Walid Al-Anshari:
Aku peroleh untuk hatiku satu pandangan yang menyenangkan mataku
Namun ternyata pandangan itu menjadi kesengsaraan dan bencana bagiku
Tidaklah berlalu padaku sesuatu yang lebih berbahaya daripada hawa nafsu
Maha Suci lagi Maha Tinggi Dzat yang telah menciptakan hawa nafsu
(Adhwa`ul Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi, 6/191)
Sebagaimana tidak halal bagi lelaki memandang kepada seorang wanita (ajnabiyyah/ non mahram), demikian pula wanita tidak halal memandang seorang lelaki. Karena keterkaitan lelaki dengan wanita sama dengan keterkaitan wanita dengan lelaki, keinginan/ tujuan lelaki terhadap wanita sama dengan keinginan/ tujuan wanita terhadap lelaki. (Ahkamul Qur’an , 3/1367)
Al-Imam An-Nawawi berkata: “Makna dari hadits di atas (hadits Abu Hurairah) adalah anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina, maka di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram (bukan pasangan yang sah, pent.).
Dan di antara mereka ada yang zinanya majazi dengan memandang yang haram, mendengar perbuatan zina dan hal-hal yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau untuk melihat zina atau untuk menyentuh wanita non mahram atau untuk melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita non mahram dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya.
Maka semuanya ini termasuk zina yang majazi. Sementara kemaluannya membenarkan semua itu atau mendustakannya, maknanya terkadang ia merealisasikan zina tersebut dengan kemaluannya dan terkadang ia tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram sekalipun dekat dengannya.” (Syarhu Shahih Muslim, 16/206)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Pandangan mata adalah asal dari seluruh peta-ka yang menimpa seorang insan. Dari pandangan mata melahirkan lintasan di hati. Lintasan di hati melahirkan pikiran, kemudian timbul syahwat. Dari syahwat lahir keinginan kuat yang akan menjadi kemantapan yang kokoh, dari sini pasti akan terjadi perbuatan di mana tidak ada seorang pun yang dapat mencegah dan menahannya. Karena itulah dinyatakan:
“Bersabar menahan pandangan itu lebih mudah daripada bersabar menanggung kepedihan setelahnya.”
Seorang penyair berkata:
Setiap kejadian berawal dari pandangan
dan api yang besar itu berasal dari
percikan api yang dianggap kecil
Berapa banyak pandangan mata itu mencapai ke hati pemiliknya
seperti menancapnya anak panah di antara busur dan tali busurnya
Selama seorang hamba membolak-balikkan pandangannya menatap manusia,
dia berdiri di atas bahaya
(Pandangan adalah) kesenangan yang membinasakannya, hunjaman yang memu-dharatkan.
Maka tidak ada ucapan selamat datang terhadap kesenangan yang justru mendatangkan bahaya.
(Ad-Da`u wad Dawa`, hal. 234)
Dari penjelasan ringkas di atas, engkau wahai saudariku, telah tahu bahayanya mengumbar pandangan mata dan engkau pun tahu perintah Rabbmu dalam perkara ini. Maka apa lagi yang menahanmu untuk menahan pandangan matamu dari perkara yang haram? Jangan engkau berkata, aku cuma iseng, aku tidak memasukkan ke hati dari apa yang aku lihat, aku tidak memikirkannya, dan sebagainya, dan sebagainya. Takutlah kepada Allah 'azza wa jalla yang telah berfirman:
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan di dalam dada.” (Ghafir: 19)
Khianatnya mata adalah mencuri pandang ke arah apa-apa yang tidak halal dipandang. Mujahid t berkata menafsirkan ayat ini: “Pandangan mata kepada apa yang Allah I larang.” (Ma’alimut Tanzil/ Tafsir Al-Baghawi, 4/83)
Dan ingatlah engkau adalah hamba yang dhaif (lemah), siapa yang bisa memberikan jaminan bahwa engkau akan selamat dari tergelicir kepada perkara yang nista?
Wallahu al-musta’an. Semoga Allah I menjaga kita semua. Amin…
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Sumber asysyariah.com
ATSAR SALAF DALAM MENUNDUKKAN PANDANGAN
Dari Abu Hakim, beliau berkata,
خرج حسان بن أبي سنان يوم العيد فلما رجع قالت له امرأته : كم من امرأة حسنة قد نظرت اليوم إليها؟ فلما أكثرت عليه قال : و يحك ما نظرت إلا في إبهامي منذ خرجت حتى رجعت إليك
"Hasan bin Abi Sinan keluar di hari Raya, maka tatkala beliau kembali berkatalah istrinya: Berapa banyak wanita cantik yang kamu lihat hari ini?
Tatkala istrinya telah mendesaknya maka ia berkata: Ada apa kamu ini, sungguh aku tidak melihat apa pun kecuali ke arah jari jempolku, sejak aku keluar sampai kembali kepadamu."
(Al-Wara' libni Abid Dunya: 68)
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=155974
http://bit.ly/Al-Ukhuwwah