Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya,
Soal: Soal ketiga dalam surat al-Akh Shalih Abduh al-Yamani dari kota Khubar. Penanya berkata, “Apakah makna syahadat Laa ilaaha illallah? Dan apa pula makna syahadat Muhammad rasulullah? Berilah kami faedah, semoga Allah memberikan pahala kepada Anda.
Jawab:
Kedua syahadat ini adalah pondasi Islam. Dan keduanya adalah asas dasar agama ini. Dengan keduanya, orang kafir yang belum mengucapkan keduanya, dengan keduanya orang kafir itu akan masuk ke dalam Islam dan dianggap sebagai pemeluk agama Islam. Juga akan dituntut untuk menunaikan hak-hak Islam yang selainnya.
Adapun syahadat LAA ILAAHA ILLALLAH, ia adalah asal/pondasi dasar semua agama dan asas dasar agama dalam seluruh agama, yaitu seluruh agama para rasul semenjak dari Nabi Adam hingga masa kita sekarang ini.
Nabi Adam ‘alaihisshalatu was salam membawakannya. Dan seluruh para rasul membawakannya pula, seperti Nuh, Hud, Ibrhaim, dan selainnya dari kalangan para rasul. Mereka semua mendakwahi umat-umatnya kepada kalimat ini. Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”. (an-Nahl: 36)
"Tidaklah Kami mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (al-Anbiya’: 25)
Sedangkan Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ketika Allah mengutus beliau, beliau memulai dengan kalimat ini (ketika mendakwahi kaumnya). Beliau menyampaikan kepada mereka,
“Ucapkanlah oleh kalian ‘Laa ilaaha illallah’, pasti kalian akan sukses/bahagia.”
Ketika mereka (kaum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam) adalah kaum yang menyembah patung dan pohon-pohon, mereka juga memiliki sesemabahan yang banyak di sekitar Ka’bah dan selainnya, maka mereka mengingkari beliau. Mereka mengatakan (sebagaimana dalam al-Qur’an),
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Sembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shad: 5)
Jadi, mereka mengingkari tauhid dan keimanan dikarenakan kebodohan dan kekafiran mereka. Juga kesesatan yang ada pada mereka dan kebiasaan mengikuti apa yang dijalankan oleh nenek moyangnya berupa kesyirikan, kekafiran, dan beribada kepada sesembahan yang banyak jumlahnya.
Kalimat ini adalah cabang iman yang paling utama sebagaimanan dalam ash-Shahih (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim),
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً -أو قال:- بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ: لا إله إلا اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
“Iman itu adalah 60 atau 70 sekian cabang. Lalu, yang paling utamanya adalah ucapan Laa ilaaha illallah. Dan yang paling rendahnya adalah menghilangkan gangguan dari jalan. Sedangkan rasa malu adalah cabang dari keimanan.”
Hadits yang agung ini menunjukkan kepada kita bahwa pondasi dasar agama dan asas dasar agama serta ucapan yang paling utama adalah ucapan Laa ilaaha illallah. Dan maknanya adalah ‘tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah’.
Dengan demikian, kalimat ini menafikan ilahiyah, yaitu peribadatan kepada selain Allah dan menetapkannya untuk Allah semata.
Dan dalam ash-Shahih, yaitu dari hadits Shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,
“Islam dibangun di atas lima (pondasi): di atas menauhidkan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah (Ka’bah).”
Dalam redaksi yang lain,
عَلَى أَنْ يُعْبَدَ اللهُ وَحْدَهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ
“Di atas peribadatan kepada Allah semata dan mengingkari semua (peribadatan) kepada selain-Nya.”
Dengan demikian, beliau menjadikan tauhid kepada Allah dan beribadah kepada-Nya saja serta mengingkari (peribadatan) kepada selain-Nya, - beliau menjadikannya – sebagai makna Laa ilaaha illallah.
Dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu tentang pertanyaan Jibril, bahwasanya ketika Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang Islam, beliau bersabda,
“Islam itu adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, kamu juga menegakkan shalat...”
Jadi, beliau menjadikan ibadah kepada Allah semata dan mengkhususkan ibadah untuk-Nya Subhanahu wa Ta'ala, tidak kepada selain-Nya, juga meyakini batilnya peribadatan yang dilakukan untuk selain-Nya,
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq...” (al-Hajj: 62)
Inilah makna Laa ilaaha illallah, yaitu menetapkan ibadah untuk Allah semata, dan ia adalah uluhiyah. Juga menafikannya dari selain-Nya, sehingga tidak bermohon doa kecuali kepada Allah semata, tidak beristighatsah kecuali kepada-Nya, tidak bertawakal kecuali kepada-Nya, tidak menegakkan shalat kecuali untuk-Nya, tidak bernazar kecuali untuk-Nya, dan tidak menyembelih kecuali untuk-Nya. (Jadi,) demikianlah (urusannya).
Dengan ini, Anda – wahai Saudara penanya dan para pendengar yang mulia – mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian orang-orang bodoh ketika berada di dekat sebagian kuburan dan (apa yang melakukan lakukan) terhadap sebagian wali berupa istighatsah kepada orang-orang yang sudah mati, berdoa kepada orang-orang yang sudah meninggal, berdoa kepada pohon dan batu, atau berdoa kepada patung dan beristighatsah kepada mereka, bahwasanya itulah dia syirik akbar. Dan bahwasanya hal ini meruntuhkan ucapannya, “Laa ilaaha illallah”.
Adapun syahadat Muhammad adalah utusan Allah, maknanya adalah beriman bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah, Allah mengutus beliau kepada kalangan jin dan manusia sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau. Juga beriman bahwa beliau adalah penutup para nabi, tidak ada lagi setelah beliau sebagaimana yang Allah k firmankan,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (al-Ahzab: 40)
Allah juga berfirman,
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (al-Ahzab: 45-46)
Jadi, beliau adalah benar-benar utusan Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya.
Allah mengutus beliau kepada jenis manusia secara menyeluruh – baik dari kalangan jin dan manusia -. Beliau mendakwahi mereka kepada menauhidkan Allah dan memperingatkan mereka dari berbuat syirik kepada Allah, sebagaimana yang Allah firmankan,
Katakanlah, “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua,” (al-A’raf: 158)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.” (Saba’: 28)
▫️ Dengan demikian, wajib atas setiap muslim dan muslimah, bahkan atas setiap orang untuk beriman bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Wajib atas setiap orang yang mukalaf dari kalangan kaum muslimin, Yahudi, Nasrani, dan selain mereka, yakni seluruh orang yang mukalaf wajib atas mereka untuk bersaksi Laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah), menauhidkan (mengesakan) Allah dan mengkhususkan ibadah untuk-Nya, meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya baik berupa patung, pohon, batu, nabi, wali, dan selainnya.
Wajib pula atas mereka untuk beriman bahwa Muhammad adalah utusan Allah, membenarkan bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah, (beriman) bahwa beliau adalah penutup para nabi, dan bahwasanya yang wajib adalah mengikuti beliau, yaitu dengan membenarkan apa yang beliau bawa dan beriman bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah, menaati perintahnya, meninggalkan apa yang beliau larang, dan tidaklah beribadah kepada Allah kecuali dengan syariatnya, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya.
Inilah makna syahadat ini, yaitu syahadat Muhammad adalah utusan Allah: membenarkan apa yang beliau beritakan, menaati apa yang beliau perintahkan, dan menjauhi apa yang beliau larang dan beliau kecam, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan syariatnya yang beliau datangkan, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya. Bukan (beribadah kepada Allah) dengan berdasar hawa nafsu, semata pendapat manusia, dan bid’ah. Inilah makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Kedua syahadat ini – sebagaimana telah disampaikan – adalah pondasi dasar dan asas pokok agama. Barang siapa yang mengucapkan keduanya dan meyakini kandungan maknanya, ia adalah menjadi seorang muslim. Dan wajib atasnya untuk menunaikan hak-hak yang selanjutnya, berupa shalat, zakat, puasa, haji, dan selainnya dari apa yang Allah dan Rasul-Nya memerintahkan.
Wajib pula atas – bersamaan itu – menjauhi syirik besar yang ia adalah lawan tauhid. Jadi, wajib atasnya menjauhi syirik akbar. Dan tauhid tidak akan sempurna padanya kecuali dengan ini (meninggalkan perbuatan syirik akbar).
Juga wajib atasnya utuk meninggalkan semua yang Allah dan Rasul-Nya melarangnya, baik berupa ucapan maupun perbuatan sebagai realisasi kedua syahadat ini.
Dan hanyalah Allah yang memberikan taufik.
Pembawa acara: Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda.
Baca juga : WAJIB MENGENAL DUA KALIMAT SYAHADAT
🌎 Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/6940/معنى-الشهادتين
📝 Al-Ustadz Fathul Mujib hafizhahullah
Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Channel kami https://t.me/warisansalaf
Situs Resmi http://www.warisansalaf.com