✍🏻 Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى
Di dalam Al Qur'an, Allah menjelaskan bahwa derajat para Nabi berbeda-beda. Sebagian diberi kelebihan dari yang lain. Nabi Muhammad ﷺ tentunya yang terbaik di kalangan mereka. Akan tetapi pernah suatu saat, Nabi Muhammad ﷺ melarang shahabat untuk melebihkan beliau dibandingkan Nabi Yunus عليه السلام.
Beliau ﷺ bersabda:
مَايَنْبَغِي لِعَبْدٍ أَنْ يَقُولَ أَنَا خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ بْنِ مَتَّى
"Tidak seharusnya seorang hamba menyatakan bahwa saya lebih baik dari Yunus bin Matta.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Abbas)
Kenapa Nabi Muhammad ﷺ bersabda seperti itu? Dan bagaimanakah kisah dakwah Nabi Yunus? Ulama menerangkan bahwa sabda Nabi Muhammad ﷺ di atas merupakan bentuk tawadhu' dan rendah hati beliau. Adapun kisah dakwah Nabi Yunus, marilah kita simak dalam paragraf-paragraf berikut ini.
Walau sering disebut dengan kota Mosul, ahli sejarah Islam menyebutnya dengan kota Maushil. Wilayahnya terbentang luas dan saat ini tercatat sebagai salah satu kota dari peradaban kuno. Sejarah anak manusia sejak masa lampau telah mengiringi perkembangan kota Maushil. Tak heran bila kota Maushil mempunyai julukan Babul 'Iraq wa Miftahu Khurasan (Gerbangnya Irak dan Kuncinya Khurasan).
Kota Maushil, tepatnya di daerah Ninawa, juga pernah menjadi saksi dari dakwah tauhid yang dipikul oleh seorang nabi dari kalangan Bani Israil bernama Yunus bin Matta عليه السلام. Tugas tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Yunus عليه السلام. Seruan dan ajakan dengan banyak cara telah beliau tempuh agar kaum Maushil tersadar bahwa ibadah hanyalah diserahkan kepada Allah سبحانه وتعالى.
Apakah mereka menerima?
Tidak. Mereka membangkang, menentang, dan membantah dakwah Nabi Yunus عليه السلام. Apakah hal ini aneh? Tidak. Siapa pun orangnya, jika ia mengajak kepada kebaikan, tauhid, dan sunnah, pasti akan menghadapi kenyataan ditentang orang. Minimalnya, cemoohan dan cibiran akan ia dengar.
Setelah sekian waktu berdakwah, habislah juga masa penantian Nabi Yunus عليه السلام. Tingkah laku kaum Maushil telah membuat Yunus emosi. Beliau mengancam pergi dan meninggalkan mereka, sambil mengancam dengan adzab pedih yang akan menimpa dalam tiga hari ke depan. Yunus benar-benar pergi dengan menyimpan amarah.
Jangan hanya memandang sempit,
"Seorang Nabi kenapa marah dan tergesa-gesa?!” Jangan mencela dan menyalahkan Nabi Yunus yang akhirnya tidak kuat menahan amarah ketika ditentang dan dimusuhi oleh kaumnya! Ya, Nabi Yunus memang marah. Akan tetapi, bukankah Allah telah memaafkan dan mengampuni? Bukankah dengan kejadian itu, kita memperoleh sebuah pelajaran penting di dalam berdakwah? Pelajaran itu adalah jangan mudah putus asa.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Nabi Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah" (Q.S. Al Anbiya: 87)
Dalam suasana hati yang tak menentu, langkah-langkah kaki membawa Nabi Yunus عليه السلام tiba di pinggiran sebuah laut. Kapal yang akan menarik jangkar untuk berlayar telah menarik perhatian Nabi Yunus عليه السلام. Dengan takdir Allah, Nabi Yunus عليه السلام rela berdesak-desakan dengan penumpang yang telah memenuhi kapal berikut barang-barangnya.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
“(Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan.” (Q.S. Ash Shaffat: 140)
Dalam pelayarannya, kapal itu diserang badai dan ombak hebat. Orang-orang berpikir dan menilai, untuk melewati momen-momen kritis seperti itu, beban dan muatan kapal harus dikurangi. Termasuk penumpang kapal pun mesti dikurangi. Caranya? Dilemparkan ke laut. Siapa yang rela mati untuk keselamatan yang lain? Tidak bisa tidak, harus melalui proses undian agar keputusan dijatuhkan seadil-adilnya.
Semua telah diatur dengan indah oleh Ar Rahman!
Undian dilakukan, dan nama Nabi Yunus عليه السلام lah yang keluar. Entah karena alasan apa, orang-orang tidak sepakat untuk membuang Nabi Yunus عليه السلام. Undian diulang kedua kalinya, nama Nabi Yunus عليه السلام kembali yang tersebut. Dengan penuh kesadaran diri, Nabi Yunus عليه السلام mulai menanggalkan pakaian untuk kemudian menceburkan diri ke dalam laut.
Akan tetapi orang-orang itu menahan dan melarang! Mereka masih juga belum rela jika Nabi Yunus عليه السلام yang dikorbankan. Dan untuk yang ketiga kalinya, undian dilakukan. Tetap saja nama Nabi Yunus عليه السلام yang keluar. Inilah takdir dan ketetapan Allah سبحانه وتعالى! Ada hikmah dan rahasia besar yang telah dipersiapkan Allah untuk hamba-Nya, Nabi Yunus bin Matta.
SELALU SAJA ADA HIKMAH
Begitulah semestinya seorang hamba bersikap. Ia selalu mencari dan menemukan titik-titik husnuzhan (prasangka baik) pada semua keputusan Allah yang berlaku pada dirinya. Bisa jadi engkau membenci sesuatu padahal di sanalah letak kebaikan dan kebahagiaan untukmu. Sebaliknya, sesuatu yang diharap sebagai sumber kebaikan, bisa jadi berubah menjadi sebab derita dan sengsara. Siapa yang tahu?
Oleh sebab itu, tanggapan dan penilaian kita sangat berbeda dengan pandangan ulama salaf ketika menghadapi cobaan dan musibah. Tidak sedikit dari kalangan salaf yang justru bergembira ketika memperoleh cobaan. Sebab mereka yakin, salah satu tanda cinta Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengujinya.
Demikian pula Nabi Yunus عليه السلام, beliau merima keputusan Allah سبحانه وتعالى pada dirinya. Sebuah keputusan berat. Namun, dengan penuh ridha beliau menjalaninya. Seperti apakah pula perasaan orang-orang di kapal, yang sejak awal tidak rela melihat Nabi Yunus tenggelam di lautan?
Nabi Yunus عليه السلام benar-benar terjun di tengah-tengah gelombang laut yang dahsyat!
Dan Allah سبحانه وتعالى telah mengatur semuanya. Seekor ikan raksasa telah diperintahkan Allah untuk menangkap, menyambut, dan menelan Nabi Yunus عليه السلام. Allah memerintahkan ikan tersebut agar tidak mengoyak daging Nabi Yunus عليه السلام juga tidak meremukkan tulangnya. Nabi Yunus bukanlah makanan untuknya. Dan ikan tersebut membawa Nabi Yunus mengelilingi lautan.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ (١٤١) فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ (١٤٢)
“Kemudian ia (Nabi Yunus عليه السلام) ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah untuk undian. Maka ia ditelan oleh ikan yang besar dalam keadaan tercela.” (Q.S. Ash Shaffat: 141-142)
Selain sebagai karamah dan mukjizat, ditelan dan tinggal di dalam perut ikan adalah kaffarah, tebusan dari kesalahan Nabi Yunus عليه السلام yang tidak tahan melihat pembangkangan kaumnya. Dan Allah Maha luas hikmah-Nya.
Berapa lamakah Nabi Yunus عليه السلام berada di dalam perut ikan? Ada beberapa versi pendapat ulama mengenai ini.
Asy Sya'bi رحمه الله mengatakan, “Ikan itu menelannya di waktu Dhuha dan memuntahkannya pada waktu malam." Menurut Qatadah رحمه الله, Nabi Yunus عليه السلام berada di sana selama tiga hari. Sementara Ja'far Ash Shadiq mengatakan tujuh hari. Adapun Al Hafizh Ibnu Katsir رحمه الله, beliau menyatakan, “Hanya Allah yang Maha Mengetahui, berapa lama Nabi Yunus berada di dalam perut ikan.” Yang jelas, tidak ada dalil yang menegaskan berapa lama beliau berada di dalamnya. الله أعلم.
Di tengah kegelapan perut ikan, kegelapan dasar lautan dan kegelapan malam, Nabi Yunus عليه السلام tersadar. Beliau mendengar tasbih yang diucapkan oleh ikan-ikan di lautan. Bahkan tasbih batu dan kerikil di dasar lautan pun bisa didengar oleh Nabi Yunus عليه السلام. Saat itulah, Nabi Yunus tersadar akan kekuasaan dan kekuatan Allah سبحانه وتعالى. Hatinya tersentuh dengan cahaya keimanan. Dan hal itu membuat beliau tergerak untuk memohon ampunan. Dengan segala bentuk kekhusyukan dan ketundukan, beliau berdoa di dalam puncak kegelapan:
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
"Tak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. Anbiya: 87)
Bukankah kita seharusnya lebih banyak memanjatkan doa ini? Bukankah selama ini kita sering terlupa bahwa Allah adalah satu-satunya tempat hati menggantungkan harapan? Bukankah sekian lama kita melalaikan-Nya? Apakah kita masih bersikeras bahwa kita tidak melakukan perbuatan zalim selama ini? Duh, terlalu sering dan teramat banyak kezaliman yang kita lakukan.
Dengan pengakuan sepenuh jiwa seperti di atas, Allah سبحانه وتعالى menolong Nabi Yunus عليه السلام. Dalam kondisi seperti yang dirasakan oleh Nabi Yunus, apakah masih ada kesempatan untuk selamat? Kalau kita semata-mata bersandar dengan akal kita, niscaya kita akan berteriak, “Mustahil! Tidak mungkin!” Akan tetapi itulah faktanya! Sesuatu yang mustahil bagi akal picik manusia ternyata amatlah mudah bagi Allah. Pengakuan dalam simpuh doa, tasbih, dan istighfar akan menghantarkan seorang hamba meraih pertolongan-Nya.
Camkan itu, Saudaraku!
Andai Nabi Yunus tidak pasrah kepada Allah dalam tasbih, tahlil, dan istighfar, tentu beliau akan tetap berada di dalam perut ikan sampai hari berbangkit. Akan tetapi, Allah menerima tasbih, tahlil, dan istighfar beliau. Dan Allah pun memberikan karunia besar untuk Nabi Yunus عليه السلام dengan perintah-Nya kepada ikan tersebut agar memuntahkan Nabi Yunus ke tepian laut.
Di tengah tempat yang sunyi dan tak berpohon atau bertumbuhan, Nabi Yunus dengan badan yang amat lemah dimuntahkan oleh ikan besar itu. Kasih sayang dan cinta Allah terus mengiringi Nabi Yunus sehingga Allah menumbuhkan untuknya pohon Yaqthin (sejenis labu). Ada rahasia apa di balik pohon Yaqthin?
Dengan daunnya yang lebar-lebar, Nabi Yunus memperoleh tempat bernaung yang teduh. Bau khasnya membuat serangga-serangga tidak mengganggu Nabi Yunus. Buahnya dapat dimakan sejak masih muda sampai benar-benar masak. Kulit dan bijinya pun bisa dikonsumsi. Selain itu, buah Yaqthin membantu pemulihan fisik dan pikiran secara lebih cepat.
Allah سبحانه وتعالى telah mengabulkan permohonan Nabi Yunus. Allah سبحانه وتعالى bebaskan Nabi Yunus عليه السلام dari seluruh gelisah dan kegundahan hati. Untuk kaum mukminin pun hal itu berlaku juga. Di dalam Al Qur'an Allah berfirman:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ
"Maka Kami memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikanlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman". (Q.S.AI Anbiya: 88)
Setelah ditinggal pergi oleh Nabi Yunus, bagaimanakah perkembangan yang terjadi di Ninawa, kota Maushil?
Tanda-tanda azab yang diancamkan oleh Nabi Yunus mulai dirasakan oleh orang-orang Ninawa. Allah سبحانه وتعالى kemudian mengilhamkan taubat dan inabah di dalam hati mereka. Rasa sesal karena telah menentang dan membangkang Nabi Yunus عليه السلام benar-benar membuat mereka bersedih.
Dengan mengenakan pakaian kasar, penduduk Ninawa bersama-sama memohon ampun kepada Allah سبحانه وتعالى. Semua menangis penuh sesal baik laki-laki, perempuan, anak-anak, orang-orang tua dan seluruhnya. Hewan-hewan ternak dan hewan peliharaan pun tak ketinggalan. Sapi, unta, kambing, semuanya serentak memohon. Sungguh suasana yang sangat mengharukan!
Allah سبحانه وتعالى pun kemudian mengampuni mereka. Siksa yang telah dekat dan menaungi di atas kepala mereka pun diangkat serta dijauhkan. Sungguh, Allah سبحانه وتعالى Maha Pengasih lagi Maha Pengampun.
Hidayah memang di tangan Allah سبحانه وتعالى! Siapa yang mengira kaum Ninawa akan bertaubat? Siapa juga yang menyangka Allah سبحانه وتعالى menerima taubat mereka ? Akan tetapi, inilah pelajaran penting yang dapat kita genggam. Jangan pernah putus asa dari Rahmat Allah سبحانه وتعالى ! Jangan sekali pun menganggap orang lain tidak dapat berubah! Orang sejahat-jahatnya pun bisa berubah dengan kuasa Allah سبحانه وتعالى.
Dahulu yang hanya beberapa gelintir orang, semua berubah menjadi beriman. Seratus ribu lebih orang Ninawa kemudian beribadah penuh kepada Allah. Dalam suasana penuh iman seperti itulah, Nabi Yunus عليه السلام kembali pulang ke Ninawa setelah menjalani hari-hari hebat. Hari-hari yang dihiasi kebesaran-kebesaran Allah. Nabi Yunus عليه السلام memulai kehidupan baru bersama penduduk Ninawa yang telah beriman.
سبحا ن الله
Allah سبحانه وتعالى berfirman di dalam Al Qur'an:
وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَىٰ مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ (١٤٧)
فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ (١٤٨)
“Dan Kami telah mengutusnya (Nabi Yunus عليه السلام) kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” [Q.S. Ash Shaffat: 147-1 48]
Akhir indah dari sebuah perjuangan dakwah. Lika-likunya panjang! Keberhasilan dakwah tidak dapat ditentukan dengan hitungan waktu, jumlah pengikut atau kesuksesan lahiriah. Buah manis dakwah barulah benar-benar akan dirasakan oleh seorang pegiat dakwah kala ia berjumpa dengan Allah سبحانه وتعالى di hari akhir kelak. Maka bersabarlah ! والله الموفق.
Majalah Qudwah Edisi 15 | t.me/majalah_qudwah