Dibalik Kesulitan Pasti Ada Kemudahan
|
Kisahku : Dibalik Kesulitan Pasti Ada Kemudahan |
Suatu ketetapan dan kehendak Allah yang mutlak, memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki. Hidayah dan taufik adalah milik Allah semata. Manusia hanya diperintahkan untuk mengajarkan dan menjelaskan syariat ini, adapun hasil akhir, semuanya berada di tangan Allah.
Aku berasal dari sebuah daerah yang minoritas ahlussunnah. Daerah yang masih fanatik dengan kesukuan dan juga adat bangsa. Aku merupakan anak terakhir dari 5 orang bersaudara masih tinggal bersama orangtuaku sampai menginjak kelas 6 SD. Diasuh oleh orangtua yang sudah paruh baya dan menginjak usia senja.
Ketika menginjak kelas 4 SD, umurku sudah memasuki tahun kesepuluh, pamanku memberikan sebuah tawaran untukku, yaitu melanjutkan pendidikan di sebuah pondok pesantren. Memang ada keinginan di hatiku untuk belajar di pondok, maka aku pun menerima tawaran itu.
Akan tetapi orangtuaku belum mengizinkan, umurku masih terlalu kecil dalam pandangan mereka, masih susah untuk bisa hidup mandiri, dan juga mereka belum bisa berpisah denganku. Orangtuaku baru mengizinkan ketika sudah tamat dari SD.
Ya.. mungkin ini adalah pilihan yang terbaik dari orangtua untukku. Aku pun patuh dengan apa yang mereka sarankan.
Dua tahun merupakan masa penantian yang sangat lama bagiku. Pada masa-masa penantian, tepatnya ketika aku kelas 5 SD, Allah pun menakdirkanku tertimpa suatu penyakit.
Awalnya aku menganggapnya hanya demam biasa, akan tetapi makin lama, panasku semakin tinggi. Obat-obatan yang sudah dikonsumsi tidak ada efeknya sama sekali. Akhirnya orang tuaku membawaku ke rumah sakit terdekat dari rumahku.
Setelah diperiksa ternyata aku menderita sakit tifus, dan harus menjalani rawat inap. Aku hanya bisa menjalani takdir yang telah Allah tetapkan untukku. Inilah yang terbaik.
Kurang lebih seminggu aku terbaring di rumah sakit. Fisik yang begitu lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa. Ketika itu, aku sadar betapa berharganya nikmat sehat dan waktu luang. Aku merasa bersalah dikarenakan telah menyusahkan kedua orang tuaku. Hanya demi menjagaku di rumah sakit, dan memenuhi segala kebutuhanku ketika sakit, membuat aktivitas mereka terganggu.
Ya Allah.. berikanlah ganjaran yang berlipat ganda kepada kedua orang tuaku, ampunilah segala dosa dan khilaf mereka, masukkanlah mereka ke dalam surga yang telah Engkau janjikan untuk orang-orang yang bertakwa. Aamiin
Hari demi hari berlalu, kesehatanku sudah memulih, fisikku sudah mulai membaik dan waktu yang ditentukan pun sudah di depan mata.
Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, tekad yang pernah terpatri dalam sanubariku, sedikit demi sedikit mulai pudar. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren seakan telah hilang, karena selama 2 tahun waktu penantian yang kulalui, keimanan mulai turun, fitnah dunia datang bergantian, dalam ragam dan bentuknya.
Melanjutkan ke sekolah formal..?? Ya, keinginan itu sempat terbetik dalam hatiku, ingin bersama-sama lagi dengan teman-temanku yang dulu, menjalani hari-hari penuh canda dan tawa seakan-akan kebersamaan kami selama 6 tahun menyimpan 1001 kisah yang tak bisa terlupakan.
Ah.. apa gara-gara itu aku mundur dari niat baik ini? Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku, terutama orang tua. Karena sudah banyak kasus dan kejahatan yang terjadi, tidak lain para pelakunya adalah anak-anak remaja seumuran denganku.
Orang tuaku tidak ingin anaknya terpengaruh dengan dunia luar, berteman dengan orang-orang jelek. Belajar ilmu agama yang benar adalah satu-satunya cara seseorang bisa terbebas dari berbagai macam kecelakaan tersebut (syubhat dan syahwat). Akhirnya aku memutuskan untuk tetap melanjutkan pendidikan di pondok, dengan berlapang dada aku harus menjalani semua ini, karena tidak ada jalan terbaik kecuali dengan menuntut ilmu agama.
Hari yang dijanjikan pun tiba, tepat pada awal-awal tahun 2009 pamanku mengantarkanku ke sebuah pondok pesantren, ditemani 2 orang sepupuku yang mempunyai tujuan sama denganku. Kepergianku dilepas oleh orang tua dengan hati yang sedih, karena ini merupakan pengalaman pertamaku berpisah dari orang tua dan mencoba mandiri di sebuah pondok.
Kesedihan pun tidak bisa dibendung, akhirnya air mata mengalir dengan sendirinya. Aku belum bisa berpisah dengan orang tuaku. Namun inilah perjuangan, bagaimanapun sakitnya, aku harus bisa menggapai hidayah ini.
Walau dengan jalan berliku, harus terpisah dari orang-orang yang kusayangi dan kucintai, memulai kehidupan baru di sebuah tempat yang belum pernah aku kenal sebelumnya, memulai pergaulan baru dengan teman-teman yang tidak pernah tahu bagaimana latar belakang mereka.
Ya inilah perjuangan.
Bus AC ekonomi mulai melaju meninggalkan kampung halaman. Kesedihan yang masih terpendam dalam hatiku menemani perjalanan dimalam itu. Perlahan tapi pasti dengan kecepatan normal bus melaju, menembus gelapnya malam. Membutuhkan waktu kurang lebih 9 jam untuk bisa sampai ke tempat tujuan.
Sampailah kami berempat di alamat pondok yang kami tuju, dengan menaiki mobil pick up yang menjemput kami di sebuah terminal, kami pun langsung mengemasi semua barang bawaan, dan menempatkannya di sebuah asrama yang akan kutepati nantinya.
Setelah mengurus pendaftaran dan tes wawancara, alhamdulillah aku diterima untuk bisa belajar di pondok pesantren tujuanku ini. Merupakan hal baru yang aku dapatkan, dalam keadaan hatiku belum siap menerima semuanya.
Di awal-awal aku sangat kesulitan dalam menjalani pelajaran yang diajarkan di pondok pesantren. Karena mayoritasnya berbahasa Arab. Padahal aku belum ada bekal bahasa Arab sama sekali, dan bacaan Al Quran pun harus diulangi dari An Naas. Itupun masih banyak salahnya.
Namun hari demi hari berlalu, semangatku menuntut ilmu agama makin bertambah, dan pelajaran-pelajarannya alhamdulillah dengan pertolongan Allah semata, sudah bisa kupahami dan kucerna dengan baik. Aku pun mempergunakan kesempatan dan waktu-waktuku dengan semaksimal mungkin.
Hari berganti hari, tahun yang satu dengan yang setelahnya terasa begitu cepat berlalu. Tanpa dirasa dan disadari aku telah menjalani pendidikan selama 4 tahun lebih.
Pada akhir tahun 2013 aku mendapati berbagai macam keganjilan di pondok pesantren. Aku telah merasakannya 2 tahun lalu, namun aku tidak mengambil pusing masalah itu dan menganggapnya hanya masalah biasa. Mungkin suatu saat keadaan yang bisa berubah, dan menjadi baik. Karena tujuan utamaku ke pondok pesantren hanya untuk belajar dan belajar.
Namun, setelah kujalani setahun, dua tahun, tidak ada perubahan yang berarti, bahkan keadaannya makin parah dan suasananya makin gak karuan.
Hal ini membuatku nggak betah dan aku nggak kuat menjalani semuanya. Pada akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari pondok tersebut, dan kembali ke kampung halamanku. Satu bulan berlalu setelah keluar dari pondok pesantren, hatiku terasa gersang. Keimanan semakin hari semakin terkikis, pelajaran sudah tidak pernah di muroja'ah (diulang kembali) dan aku sangat berkeinginan melanjutkan kembali pendidikanku.
Berbagai macam tawaran dianjurkan kepadaku, untuk bisa mondok di berbagai tempat, demi menjaga hidayah yang sangat mahal ini. Setelah melalui musyawarah demi musyawarah dengan keluarga, akhirnya pilihanku jatuh pada salah satu pondok pesantren yang ada di bagian timur Pulau Jawa.
Aku pun segera mendaftarkan diri ke pengurus pondok pesantren yang ada di sana. Rihlah thalabul ilmi (perjalanan menuntut ilmu) akan dimulai kembali. Menuju tempat yang sangat jauh yang sebelumnya tidak pernah terbayang olehku. Semua keluargaku pun ikut andil demi terwujudnya keinginan baik ini, segala upaya mereka kerahkan. Allah pun memberiku kemudahan bisa berangkat ke pondok pesantren tujuanku berikutnya.
Tepat pada tanggal 23 November 2013, ketika umurku belum genap 17 tahun, masa-masa yang sangat berat itu terulang kembali. Aku harus terpisah dari orang yang kusayangi. Ya.. setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tidak ada di dunia ini yang kekal abadi, semuanya akan hilang dan sirna.
Namun sebuah prinsip yang selalu menjadi motivasiku adalah "Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang menempuh jalan kebaikan, jalan menuntut ilmu agama-Nya, pertolongan Allah pasti datang."
Semua perlengkapan telah siap, keluargaku mengantarkanku ke salah satu bandara di tempat tinggalku. Setelah berpamitan, aku langsung menaiki burung besi yang akan mengantarkanku ke salah satu kota di Pulau Jawa. Melayang di udara kurang lebih 2 jam.
Dalam kesendirian aku menuju tempat yang lebih asing dari sebelumnya. Tidak ada tempat untuk berbagi, tidak ada teman cerita untuk mengungkapkan rasa ini, semua dipendam sendiri dalam kesendirianku di perjalanan. Setelah sekian lama di udara yang kurang lebihnya 2 jam, aku pun sampai di kota tujuan pertama. Perjalanan dilanjutkan dengan transportasi darat.
Bus executive yang akan kutumpangi, menuju rute perjalanan berikutnya, menghabiskan waktu sehari semalam. Sungguh sangat membosankan, akan tetapi aku tidak pernah lupa untuk selalu memanjatkan doa dan istighfar kepada Allah. Karena doa seorang musafir adalah salah satu sebab dikabulnya doa.
Selama berada dalam bus, pikiranku selalu tertuju pada suatu perkara, yang aku rasa sangat mustahil bisa terjadi. Apa yang menjadikanku bisa menapakkan kaki ini di Pulau Jawa? Dalam keadaan ekonomi keluargaku pas-pasan, mungkin untuk makan sehari-hari masih belum memadai.
Namun aku kembali teringat dengan prinsip yang kupegang "Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang menempuh jalan kebaikan, jalan menuntut ilmu agama-Nya, pertolongan Allah pasti datang."
Ya.. semua ini tidak lain adalah dengan pertolongan Allah semata, apabila Allah telah menolong hamba-Nya, maka tidak ada yang bisa menyia-nyiakannya, begitu juga sebaliknya.
Setelah sekian lama berada dalam bus, akhirnya aku sampai di pondok pesantren tujuanku. Bertepatan dengan tanggal 25 November 2013 seusai melaksanakan salat Isya'. Rasa capek yang kualami selama perjalanan seolah hilang dengan sambutan hangat dan senyuman merekah dari para pengurus yang sebagian besar aku belum mengenalnya. Yang pasti mereka adalah orang baik dan para thalabul ilmi yang saleh InsyaAllah.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmushshalihaat.
Akhirnya aku diterima di pondok pesantren tujuanku, pondok pesantren dambaan setiap thalabul ilmi. Dan sampai saat sekarang ini aku masih berada di pondok pesantren tujuan keduaku ini. Aku menulis kisah ini di sela-sela padatnya pelajaran yang berlangsung.
Berstatus sebagai thalibul ilmi di sebuah pondok pesantren ahlussunnah, yang diampu oleh asatidzah kibar, adalah suatu kebahagiaan tersendiri yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya.
Melihat anak-anak ahlussunnah yang bersemangat mempelajari ilmu agama, menghafal kitabullah dan sunnah Rasulullah, tidak pernah ketinggalan melaksanakan salat sunnah, bahkan ada di antara mereka yang sudah menyelesaikan hafalan al-Quran di usia yang sangat muda (sekitar 12 tahun).
Begitu juga dengan teman-teman yang sebaya denganku. Tidak pernah ketinggalan salat malam, bermunajat kepada sang Ilahi, mengadukan semua hajat mereka, beristighfar atas semua salah dan khilafnya dengan air mata yang menetes.
"Ya Allah, hamba merasa tidak pantas dan tidak berhak berada ditempat mulia seperti ini, yang hari-hari mereka habis hanya untuk beribadah kepadamu Ya Allah..."
Aku merasa minder ketika bersama mereka, yang selalu menjaga ibadah dan bertutur kata baik. Sungguh ini adalah anugerah terindah dan hidayah yang sangat berharga. Semoga berteman dengan orang-orang saleh, dan juga para thullabul Ilmi dapat membuatku menjadi lebih baik dari sebelumnya. Alhamdulillah selama aku berada di pondok pesantren yang sekarang ini aku sudah menyelesaikan hafalan al-Quran.
Ya.. inilah ganti terbaik yang diberikan Allah kepadaku. Sungguh dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Maka melalui pengalaman, mungkin bagi yang membacanya merupakan hal yang biasa, namun bagiku ini adalah sesuatu yang sangat berharga.
Aku ingin menyampaikan beberapa pesan kepada saudaraku seiman, ahlussunnah dan thalabul Ilmi (penuntut ilmu) yang masih berada di pondok pesantren-pondok pesantren ahlussunnah. Syukurilah nikmat yang Allah berikan kepada kita, ini adalah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada kita. Bisa menuntut ilmu dan menjadi ahlussunnah dengan sebenar-benarnya.
Kita adalah orang-orang pilihan Allah, yang Allah menginginkan kebaikan untuk kita semua, jaga selalu nikmat yang besar ini. Jangan pernah minder dengan keberhasilan para pengejar dunia, karena itu semua tidak ada artinya apabila tidak diiringi dengan keimanan yang benar dan juga takwa.
Semua yang ada di dunia ini akan binasa, maka jangan terlalu berambisi dengan dunia. Mari kita kalahkan mereka dengan amalan akhirat, sungguh akhirat adalah yang terbaik dan kekal abadi.
Tulis arabnya
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Salam semangat tholabul Ilmi