Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى
Berita pembunuhan pertama di muka bumi demikian masyhur dan diyakini para mukmin. Dihamparkan di hadapan kita kisah kedengkian seorang anak manusia kepada saudaranya hingga berakhir dengan pertumpahan darah dan penyesalan.
Allahu Akbar! Demikianlah hasad ketika dibiarkan membakar qalbu. Mata menjadi buta untuk menilai kemungkaran, jiwa pun tertutup untuk menimbang jeleknya kemaksiatan.
Kisah dua anak Adam, tertera dalam surat Al-Maidah, adalah salah satu sebaik-baik kisah untuk dibacakan kepada manusia dan diambil ibrahnya.
Di awal kisah Allah سبحانه وتعالى perintahkan Nabi dan Rasul-Nya Muhammad bin Abdillah ﷺ membacakan lembar sejarah ini kepada manusia dengan haq, jauh dari kedustaan, dengan penuh kesungguhan, agar mereka mengambil ibrah. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ
"Ceritakanlah (wahai Nabi) kepada mereka kisah dua putra Adam menurut yang sebenarnya." (Q.S. Al Maidah: 27).
Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa keduanya adalah anak kandung Adam عليه السلام sebagaimana zhahir ayat.
Mengenai nama kedua putra Adam tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, tidak pula termaktub dalam hadits-hadits shahih. Adapun yang masyhur bahwa keduanya bernama Habil dan Qabil, nama ini dinukil dari berita-berita Bani Israil. Kita tidak mendustakan tidak pula memastikan kebenarannya selama tidak ada pembenaran atau penolakan dari syariat.
Kita sebutkan dua nama ini sebagaimana masyhur dalam kitab-kitab tafsir dan untuk memudahkan kita dalam memahami rangkaian kisah. الله أعلم
Pembunuhan bermula ketika kedua anak Adam masing-masingnya mengeluarkan kurban untuk ber -taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah سبحانه وتعالى.
Allah سبحانه وتعالى hanya menerima kurban yang dikeluarkan Habil, dan tidak menerima kurban Qabil. Diterimanya kurban diketahui dengan turunnya wahyu Allah سبحانه وتعالى dari langit atau datangnya api yang membakar kurban yang diterima, sebagaimana ini ketetapan Allah سبحانه وتعالى atas umat terdahulu.
Qabil, ketika melihat kurban saudaranya diterima, sementara kurbannya tertolak, muncullah kedengkian bahkan tekad untuk membunuh saudaranya. Demikian Allah سبحانه وتعالى sebutkan dalam firman-Nya:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ
"Ceritakanlah (wahai Nabi) kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil), dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), 'Aku pasti membunuhmu” [Q.S. Al Maidah: 27].
Bukan sekadar bersitan hati, tekad Qabil membunuh saudaranya terucap. Habil tidak tinggal diam, nasihat yang tulus terucap dari seorang yang arif dan penuh ketakwaan.
قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Berkata Habil, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.'“ [Q.S. Al Maidah: 27].
Dalam perkataannya ini Habil mengingatkan saudara kandungnya akan kewajiban takwa kepada Allah سبحانه وتعالى wajibkan keduanya bahkan seluruh manusia untuk bertakwa. Inilah sebab diterimanya amalan.
Seakan-akan Habil berkata, “Wahai Saudaraku, apa salahku, apa dosaku sehingga engkau bertekad membunuhku? Pantaskah engkau membunuhku hanya karena kurbanku Allah terima? Pantaskah aku dibunuh karena aku beribadah kepada Allah? Bukankah seharusnya engkau memperbaiki diri agar kurban dan ibadahmu diterima Allah?”
Habil melanjutkan nasihatnya sebagaimana Allah سبحانه وتعالى firmankan:
لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ
“Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu." (Q.S. Al Maidah: 28).
Tidak ada bersitan sedikit pun pada diri Habil untuk membunuh saudaranya. Bukan karena lemah bukan pula sifat penakut, sebabnya tidak lain adalah takut kepada Allah سبحانه وتعالى. Habil berkata:
إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ
"Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim.” (Q.S. Al Maidah: 28-29).
Nasihat ternyata tidak bermanfaat bagi Qabil. Dia lebih senang memuaskan keinginan hawa nafsu buruknya. Membunuh saudara kandungnya.
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi." (Q.S. Al Maidah: 30).
Benar, jadilah ia orang yang rugi di dunia dan akhirat. Dia raih kemurkaan Allah سبحانه وتعالى. Benar, jadilah dia orang yang rugi, karena dialah orang pertama yang mengajarkan pembunuhan di muka bumi, membuat sunnah sayyi'ah (contoh yang jelek) yang diikuti manusia setelahnya.
Bukan hanya memikul dosanya, namun dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Dan siapa yang melakukan satu sunnah yang buruk, lalu diamalkan (orang lain) sepeninggalnya, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah itu sepeninggalnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (H.R. Muslim dari shahabat Jarir bin Abdillah رضي الله عنه).
Telah sahih pula dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda:
مَا مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ اْلأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، ذَلِكَ بِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
“Tidak ada satu pun jiwa yang terbunuh secara zalim melainkan atas Ibnu Adam yang pertama bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula melakukan sunnah (tuntunan/contoh) pembunuhan.” (H.R. Al Bukhari dari shahabat Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه).
Jasad saudaranya terbujur kaku, dia telah tiada. Kebingungan menimpa Qabil. Tidak tahu apa yang harus ia perbuat terhadap jasad saudaranya, karena ialah jenazah pertama di muka bumi dari Bani Adam.
Di tengah kebingungan, Allah سبحانه وتعالى mengajarkan bagaimana seharusnya jenazah diperlakukan dengan diutusnya seekor burung gagak.
فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana dia seharusnya menguburkan mayit saudaranya. Berkata Qabil, 'Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit saudaraku ini ?" (Q.S. Al Maidah: 31).
Pembunuhan ternyata tidak memberikan manfaat. Hanyalah penyesalan dan kehinaan di dunia dan akhirat. Demikianlah akibat kemaksiatan. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
“Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal." (Q.S. Al Maidah: 31).
Telegram (https://t.me/Majalah_Qudwah)