Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

keutamaan shalawat dan salam atas nabi muhammad

2 tahun yang lalu
baca 34 menit

TERJEMAH KITAB

فضائل الصلاة و السلام على محمد خير الأنام

KEUTAMAAN SHALAWAT DAN SALAM UNTUK NABI SEBAIK-BAIK MANUSIA

Karya: Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah

KEUTAMAAN SHALAWAT DAN SALAM UNTUK NABI SEBAIK-BAIK MANUSIA

MUQADDIMAH

Sesungguhnya pembahasan keutamaan-keutamaan bershalawat untuk Nabi ﷺ dan  bersalam kepadanya merupakan pembahasan yang penting sekali. Karena itu termasuk ibadah yang Allah perintahkan dalam firman-Nya;

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam.“ QS. Al-Ahzab: 56.

Rasulullah ﷺ bersabda,

من صلى علي واحدة صلى الله عليه عشر صلوات

"Barangsiapa bershalawat untukku satu kali shalawat, niscaya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali shalawat" HR. Muslim

Beliau juga bersabda,

من صلى علي واحدة صلى الله عليه عشر صلوات و حط عنه عشر خطيئات و رفع له عشر درجات

"Barangsiapa bershalawat untukku satu kali shalawat, niscaya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali shalawat, Allah gugurkan darinya sepuluh dosa, dan mengangkat untuknya sepuluh derajat" HR. Ahmad dan selainnya.

Dan karena shalawat termasuk ibadah maka haruslah terikat dengan apa yang datang dalam sunnah dan menjauhi shalawat-shalawat bid'ah yang dibuat oleh orang-orang belakangan.

Dan sungguh (di dalam buku ini) aku menyebutkan hukum bershalawat untuk Nabi ﷺ ketika shalat, saat berdoa, saat di majelis, dan ketika disebut nama beliau. Sebagaimana pula aku sebutkan makna shalawat dan salam untuk Nabi ﷺ dan keluarganya, serta faidah-faidahnya.

Dan hanya kepada Allah-lah aku meminta agar buku ini bermanfaat bagi kaum muslimin, dan menjadikannya ikhlas karena Allah Ta'ala.

Muhammad bin Jamil Zainu

Ditulis pada 10 - Muharrom - 1417 H


Bab Perintah untuk Bershalawat dan Bersalam untuk Nabi ﷺ

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam.“ QS. Al-Ahzab: 56

1. Ibnu Abbas berkata:  bershalawat. Maksudnya  mendoakan keberkahan untuk Nabi ﷺ.

2. Berkata Abul Aliyah: Shalawatnya Allah maksudnya sanjungan Allah kepadanya di sisi para malaikat. Sedangkan shalawatnya para malaikat adalah doa.

3. Berkata Ibnu Katsir: maksud ayat ini, bahwasannya Allah memberitahukan kepada para hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya (Nabi Muhammad ﷺ) di langit. Yaitu Allah menyanjungnya di hadapan para malaikat yang dekat dengan Allah, para malaikat juga bershalawat untuknya. 

Kemudian, Allah memerintahkan kepada penduduk alam bawah (dunia) untuk mengucapkan shalawat dan salam kepadanya.

Supaya terkumpul sanjungan penduduk seluruh alam; baik alam bawah maupun alam atas, semuanya.

4. Berkata Al-Qurthubi: dalam ayat ini Allah memuliakan dengannya rasul-Nya ( Muhammad ﷺ ) baik di saat hidupnya, maupun setelah matinya.

Allah menyebutkan kedudukan beliau di sisi-Nya.

Shalawat dari Allah adalah rahmat dan keridhaan-Nya.

Shalawat dari para malaikat adalah doa dan permintaan ampunan. 

Shalawat dari ummatnya adalah doa dan pengagungan terhadap perintahnya.

Sungguh Allah telah memerintahkan para hamba-Nya untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad ﷺ, dan tidak untuk para nabi yang lain. Hal ini sebagai penghormatan untuk beliau.

Faidah yang bisa dipetik dari ayat:

1. Penjelasan kemuliaan Rasul dan kedudukannya yang tinggi di sisi Allah.

2. Perintah dari Allah untuk bershalawat dan mengucapkan salam kepada nabi Muhammad ﷺ.

3. Bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ termasuk sifat orang-orang yang beriman.

4. Kita tidak diperintahkan untuk membaca surat Al-Fatihah untuk Nabi ﷺ, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.


Bab Hukum Bershalawat dan Salam Kepada Nabi

1. Berkata Al-Qurthubi: tidak ada perbedaan (di kalangan Ulama) bahwa bershalawat untuk Nabi ﷺ itu wajib, minimalnya sekali dalam seumur hidup.

Dan pada setiap waktu termasuk kewajiban-kewajiban seperti wajibnya amalan-amalan sunnah muakkadah yang tidak ada keluasan untuk meninggalkannya. 

Dan tidak ada yang melalaikannya kecuali orang yang tidak ada kebaikan padanya.

2. Bershalawat untuk Nabi ﷺ wajib sekali (dalam seumur hidup) menurut Imam Thahawy. 

Dan wajib ketika disebut nama Nabi ﷺ, menurut Imam Al-Karkhy. Dan ini pendapat yang lebih hati-hati. Dan itulah pendapatnya jumhur Ulama.

Berkata Abus Su'ud: ayat ini,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam.“ QS. Al-Ahzab: 56.

Inilah dalil tentang wajibnya bershalawat untuk Nabi ﷺ secara muthlaq tanpa diulang-ulang.

Berkata Al-Qasthalani: ada yang mengatakan itu sunnah. 

Ada pula yang mengatakan, itu wajib pada tasyahhud akhir di setiap shalat. Dan itu pendapatnya Imam Syafi'i, dan itu yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.

Ada pula yang mengatakan, shalawat untuk Nabi ﷺ itu wajib dalam shalat tanpa ditentukan tempatnya. 

Ada pula yang mengatakan, itu juga wajib di luar shalat.

Ada yang mengatakan, wajib ketika (nama Nabi ﷺ) disebut. 

Ada pula yang mengatakan, itu wajib sekali dalam sekali majelis meski berulang kali nama Nabi ﷺ disebut.

Ada yang berpendapat, itu wajib sekali dalam seumur hidup. 

Ada pula yang mengatakan, itu wajib dalam hitungan jumlah tanpa pembatasan.

Ada pula yang mengatakan, yang wajib adalah memperbanyak shalawat tanpa ditentukan jumlahnya.

3. Firman-Nya وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ini mashdar untuk penegasan. Adapun bershalawat tidak ditegaskan (dengan mashdar), karena sudah ditegaskan dengan firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ 

4. Ada yang mengatakan: sesungguhnya makna As-Salam adalah Allah menyelamatkan Nabi-Nya ﷺ dari sesuatu yang mengganggunya. Karena ayat ini datang setelah penyebutan hal-hal yang menyakiti Nabi ﷺ.

Dan gangguan itu datang dari manusia. Maka pas di sini pengkhususan untuk mereka serta penegasan. 

Aku katakan: ayat ini termasuk bab mencukupkan (penyebutan shalawat tanpa salam)¹ seperti pada firman-Nya,

سرابيل تقيكم الحر

"Allah menurunkan kepada kalian pakaian yang melindungi kalian dari panas" maksudnya, dari dingin juga. (Meski dingin tidak disebutkan dalam ayat, tapi masuk dalam ayat ini, meski penyebutannya cukup dengan panas saja".

Maka maknanya adalah: Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat dan bersalam kepada Nabi ﷺ.

NB: Bagi yang hendak mendengarkan penjelasannya, bisa mendengarkan audio kajian di link berikut: https://t.me/KajianIslamKebumen/5728


BAB HUKUM BERSHALAWAT KEPADA NABI DI DALAM SHALAT

Dari Abu Mas'ud Al-Badri radhiyallahu'anhu berkata, "Wahai Rasulullah, kalau salam kepadamu kami telah mengetahinya, lalu bagimana kita bershalawat kepadamu ketika sedang shalat?"

Rasulullah menjawab, 

قولوا اللهم صل على محمد و على آل محمد ...

Ucapkanlah, Ya Allah berilah shalawat untuk Muhammad dan untuk keluarga Muhammad..." kemudian beliau menyebutkan lafazh shalawat sampai akhir.

1. Dari sini Imam Syafi'i rahimahullah berpendapat bahwa wajib bagi orang sedang shalat untuk bershalawat kepada Nabi ﷺ ketika duduk tasyahhud akhir. Jika ditinggalkan maka tidak sah shalatnya. [lihat tafsir Ibnu Katsir: 83].

2. Sabda beliau  ( قولوا ) "ucapkanlah!" Diambil dalil dengan itu atas wajibnya bershalawat kepada Nabi ﷺ ketika duduk tasyahhud. Ini merupakan pendapatnya Umar dan putranya Abdullah, Ibnu Mas'ud, Jabir bin Zaid, Asy-Sya'bi, Muhammad bin Ka'ab Al-Qarzhi, Abu Ja'far Al-Baqir, Al-Hadi, Al-Qasim, Asy-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq, dan Ibnul Mawaz. Dan itu pendapat yang dipilih oleh Al-Qadhi Abu Bakr ibnul Arabi.

Adapun jumhur ulama berpendapat tidak wajib. Di antaranya Malik (bin Anas), Abu Hanifah, Ats-Tasuri, Al-Auza'i dan selain mereka. [lihat Nailul Authar 2 /321].

Sesungguhnya perintah ini (ucapkanlah!) bisa dijadikan dalil atas wajibnya bershalawat kepada Nabi ﷺ ketika shalat. Namun, kalau dijadikan dalil batalnya shalat bila ditinggalkan dan harus mengulangi shalatnya maka tidak bisa (dijadikan sebagai landasan dalilnya). Karena kewajiban shalat itu tidak mengharuskan ketiadaanya menjadi tidak dianggap. Sebagaimana halnya keharusan syarat-syarat dan rukun-rukun shalat. [lihat Tafsir Asy-Syaukani 4 / 301]

3. Dan semua dalil yang dijadikan sebagai landasan dalil oleh ulama yang berpendapat wajibnya bershalawat (dalam shalat) itu tidak khusus pada tasyahhud akhir saja. Dan puncak yang mereka jadikan sebagai dalil untuk mengkhususkan pada tasyahhud akhir saja adalah:

أن النبي ﷺ كان يجلس فى التشهد الأوسط كما يجلس على الرضف

"Bahwasannya Nabi ﷺ ketika duduk pada tasyahhud yang pertama seperti duduk di atas batu yang panas" [dinyatakan dhaif oleh Al-Albani dan lainnya].

Padahal tidak ada padanya kecuali disyariatkannya untuk meringankan (tasyahhud awal), sehingga dengan itu tasyahhud awal lebih ringan daripada tasyahhud akhir.

4. Bershalawat kepada Nabi  ﷺ pada tasyahhud awal ini merupakan pendapatnya Imam Asy-Syafi'i, sebagaimana beliau menyatakan hal itu pada kitabnya Al-Umm. Dan ditegaskan pula oleh Imam An-Nawawi. Dan itu yang dipilih oleh Al-Wazir bin Hubairah Al-Hanbali dalam kitabnya Al-Ifshah. Dan dinukil oleh Ibnu Rajab dalam kitabnya Dzailut Thabaqat.


LAFAZH-LAFAZH SHALAWAT KEPADA NABI ﷺ

1. Dari Abu Mas'ud Al-Badry radhiyallahu'anhu berkata, "Seseorang menghadap kepada Nabi ﷺ kemudian duduk di hadapan beliau, dan kami saat itu ada sisi beliau. Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, kalau bersalam kepadamu kami telah mengetahuinya, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu ketika kami sedang shalat, semoga Allah memberi shalawat kepada Anda?"

Beliau menjawab, "Ucapkanlah...

اللَّهمَّ صلِّ علَى محمَّدٍ وعلَى آلِ محمَّدٍ كما صلَّيتَ علَى آل إبراهيمَ وبارِك على محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما بارَكتَ علَى آل إبراهيمَ فى العالمين إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ

 Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim di semesta alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" 

"Adapun salam, maka itu sebagaimana yang telah kalian ketahui" HR. Muslim.

2. Dari Ka'ab bin Ujrah radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, lalu kami bertaya, "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana bersalam kepada Anda, lalu bagaimana kami bershalawat untuk Anda?"

Beliau menjawab, "Ucapkanlah;

اللَّهمَّ صلِّ علَى محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما صلَّيتَ علَى آل إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ اللَّهمَّ بارِك على محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما بارَكتَ على آل إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" HR. Bukhari dan Muslim.

3. Dari Abu Hamid As-Sa'idiy radhiyallahu'anhu bahwasannya para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana kami bershalawat untuk Anda?" 

Beliau menjawab, "Ucapkanlah;

اللهمَّ صلِّ على محمدٍ وعلى أزواجِه وذريتِه كما صليتَ على آلِ إبراهيمَ وباركْ على محمدٍ وعلى أزواجِه وذريتِه كما باركتَ على آلِ إبراهيمَ إنك حميدٌ مجيدٌ

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan dan kepada istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan kepada istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" HR. Bukhari dan Muslim.

4. Dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu'anhu berkata, "Aku berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana aku bershalawat untuk anda?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah;

اللَّهمَّ صلِّ علَى محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما صلَّيتَ علَى إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ و بارِك على محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما بارَكتَ على إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" Shahih HR. Ahmad.

5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, "Sesungguhnya mereka bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Bagaimana kami bershalawat untuk Anda?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah;

اللَّهمَّ صلِّ علَى محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما صلَّيتَ و بارَكتَ علَى إبراهيمَ و  علَى آل إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ 

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" Shahih, HR. Thahawiy


KEUTAMAAN SHALAWAT KEPADA NABI ﷺ

1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ صلَّى عليَّ واحدةً صلَّى اللهُ عليه بها عشرً

"Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, niscaya Allah bershalawat untuknya sepuluh kali" HR. Muslim

2. Dari Abu Darda radhiyallahu'anhu. Rasulullah ﷺ bersabda,

من صلَّى عليَّ حينَ يصبحُ عشرًا وحينَ يمسي عشرًا أدرَكتْهُ شفاعتي يومَ القيامةِ

"Barangsiapa bershalawat untukku ketika di pagi hari sepuluh kali, dan di sore hari sepuluh kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat". HR. Ath-Thabrani

3. Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

إنَّ للَّهِ ملائِكةً سيَّاحينَ، يُبلِّغوني من أُمَّتي السَّلامَ

"Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang selalu berkeliling (di muka bumi), mereka menyampaikan kepadaku salam dari ummatku" HR. An-Nasai

4. Dari Anas radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

من صلى علي واحدة صلى الله عليه عشر صلوات و حط عنه عشر خطيئات و رفع له عشر درجات

"Barangsiapa bershalawat untukku satu kali shalawat, niscaya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali shalawat, Allah gugurkan darinya sepuluh dosa, dan mengangkat untuknya sepuluh derajat" HR. Ahmad dan selainnya.

5. Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ

"Setiap doa itu terhalang (pengkabulannya) sampai dia bershalawat kepada Nabi" HR. Ibnul Mukhallad dalam Al-Muntaqa. Dan sanadnya hasan berdasarkan penguat-penguatnya.

6. Dari Ali radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

البخيل من ذكرت عنده و لم يصل علي

"Orang yang kikir adalah siapa yang disebut namaku di sisinya, kemudian dia tidak bershalawat untukku" HR. Tirmidzi

7. Dari Zaid bin Kharijah radhiyallahu'anhu berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau menjawab,

صلُّوا عليَّ واجتهِدوا في الدعاءِ وقولوا : اللهمَّ صلِّ على محمدٍ وعلى آلِ محمَّدٍ

"Bershalawat untukku dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, kemudian ucapkanlah Allāhumma Shalli 'Alā Muhammad Wa 'Ala Āli Muhammad [ Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad]" Hasan; HR. An-Nasai

8. Dari Ubay bin Ka'ab radhiyallahu'anhu berkata, "Dahulu Rasulullah ﷺ pernah keluar di malam hari lalu bersabda,

جاءت الراجفة تتبعها الرادفة، جاء الموت بما فيه

"Datanglah tiupan sangkakala pertama diikuti tiupan kedua. Datang kematian dengan segala keadaannya".

Ubay berkata, "Ya Rasulullah, malam ini aku akan bershalawat kepada anda, apakah aku jadikan sepertiganya untuk bershalawat kepada anda?" 

Rasulullah ﷺ menjawab, "Setengahnya".

Ubay berkata, "Apakah setengahnya aku jadikan untuk bershalawat kepada anda?".

Rasul ﷺ menjawab, "Dua pertiga lebih banyak".

Ubay berkata, "Apakah aku jadikan seluruh malam ini untuk bershalawat kepada anda?"

Rasul ﷺ menjawab, 
إذن يغفر لك دنبك كله
"Kalau begitu diampuni bagimu semua dosamu" HR. Tirmidzi

Maksudnya, shahabat ini hendak menjadikan di malam hari ada waktu khusus untuk bershalawat kepada Nabi ﷺ. 

Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya, "Apabila kamu menjadikan seluruh waktu di malam ini untuk bershalawat kepadaku niscaya akan diampuni seluruh dosamu".


MAKNA SHALAWAT, SALAM DAN BARAKAH


1. Adapun shalawat secara bahasa artinya adalah doa. Di antara yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Ta'ala,

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ  إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ  وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Qs. At-Taubah 103

a. Adapun shalawat dari Allah maknanya adalah sanjungan Allah untuknya dan Allah menyebut-nyebutnya di tempat yang tinggi (langit). Ada yang mengatakan, "Maknanya adalah ampunan-Nya dan rahmat-Nya" namun ini pendapat yang lemah.

Adapun shalawatnya malaikat dan yang lainnya maknanya adalah doa supaya Nabi ﷺ mendapatkan shalawat dari Allah. Yang diinginkan dengannya adalah permohonan tambahan (shalawat) bukan permohonan asal shalawat. (Karena pada asalnya Nabi ﷺ telah mendapat shalawat dari Allah, meski kita tidak bershalawat untuknya).

b. Berkata Al-Hafizh: berkata Al-Halimi dalam Asy-Syu'ab, "Makna bershalawat kepada Nabi ﷺ adalah memuliankannya. Maka makna ucapan kita, "Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad" adalah "Ya Allah muliakanlah Muhammad di dunia dengan ditinggikan penyebutannya, ditampilkan jasa-jasanya, diizinkan memberi syafaat untuk ummatnya, dan ditampakkan keutamaannya dengan kedudukan yang terpuji". Atas dasar ini, maka maksud dari firman Allah Ta'ala, "Bershalawatlah kalian untuknya!" Qs. Al-Ahzab: 56. adalah: berdoalah kepada Rabb kalian agar Dia memberi shalawat kepadanya".

c. Berkata Ibnul Qayyim, "Bahkan shalawat yang diperintahkan dalam ayat ini (Al-Ahzab: 56) adalah permohonan kepada Allah supaya terwujudnya apa yang telah Allah beritakan dari shalawat-Nya untuknya dan juga shalawatnya malaikat. Yaitu menyanjungnya dan menampakkan keutamaan dan kemuliaannya, serta kehendak untuk memuliakannya dan mendekatkannya. 

Maka ayat ini mengandung berita sekaligus perintah. Dan permohonan dan doa ini dinamakan shalawat karena ditinjau dari dua sisi;

Sisi pertama: karena permohonan ini mengandung sanjungan untuk Nabi dan isyarat penyebutan kemuliaan dan keutamaan. Dan (ayat tentang) kehendak (untuk memuliakannya) dan cinta dari Allah (untuk Nabi) juga seperti itu; mengandung berita dan perintah.

Sisi kedua: permohonan ini dinamakan shalawat karena kita memohon kepada Allah supaya memberinya shalawat. Maka shalawat Allah untuknya adalah menyanjungnya dan berkehendak untuk meninggikan penyebutannya serta mendekatkannya. Adapun shalawat kita untuk Nabi adalah kita memohon kepada Allah supaya Allah melakukan hal tersebut". [Jilaul Afham, hal. 81]

2. Adapun makna At-Taslim (التسليم) adalah semoga kesejahteraan tercurah kepada Nabi. Dan As-Salam (السلام) itu termasuk nama-nama Allah yang Husna. 

Maknanya adalah: semoga engkau tidaklah terluputkan dari segala kebaikan dan keberkahan dan terbebas dari segala yang tidak disukai dan penyakit. Dan nama Allah ta'ala tidaklah disebut melainkan pada perkara-perkara yang diharapkan terwujudnya segala kebaikan dan keberkahan dan hilangnya kemungkinan timbulnya malapetaka dan kerusakan.

Dan boleh jadi maknanya adalah keselamatan (السلامة). Yakni: semoga keselamatan selalu menyertai ketetapan Allah untukmu. Atau, semoga engkau selamat dari cela dan kekurangan.

Maka ketika kamu mengucapkan, اللهم سلم على محمد

"Ya Allah, berilah salam kepada Muhammad" maksudnya adalah, "Ya Allah, tulislah untuk Muhammad, dakwahnya, dan penyebutannya keselamatan dari segala kekurangan, sehingga semakin hari dakwahnya semakin meninggi, ummatnya semakin banyak, dan penyebutannya semakin meninggi".

3. Adapun barakah adalah berkembang dan bertambah. Maka (التبريك) maknanya adalah memohon keberkahan. Seperti seorang mengucapkan,
بارك فيه، بارك عليه، بارك له.
"Semoga Allah memberkahinya"

Adapun ucapan,
بارِك على محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما بارَكتَ على إبراهيمَ إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ
"Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia".

Ini adalah doa yang mengandung supaya Nabi ﷺ diberi kebaikan seperti yang telah diberikan kepada keluarga Ibrahim, serta langgeng dan tetapnya kebaikan itu serta dilipatgandakan dan bertambah". [Lihat Jilaul Afham, hal. 165]

SIAPAKAH YANG DIMAKSUD KELUARGA NABI ﷺ?

Para ulama berselisih tentang siapakah yang dimaksud dengan keluarga Nabi sampai ada empat pendapat.

1. Mereka adalah orang-orang yang diharamkan atas harta sedekah; yaitu bani Hasyim dan bani Mutthalib.
2. Mereka adalah anak keturunan Nabi dan istri-istri beliau secara khusus.
3. Mereka adalah para pengikut beliau sampai hari kiamat.
4. Mereka adalah orang-orang yang bertakwa dari kalangan ummatnya.

Dan yang benar dari pendapat-pendapat para ulama ini adalah pendapat yang pertama berdasarkan dalil-dalil berikut ini;

a. Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata:

Dahulu didatangkan kepada Rasulullah ﷺ kurma di masa panenannya (sebagai zakat). Maka orang-orang datang membawa kurma-kurma (zakat) sehingga terkumpul di sisi beliau setumpuk kurma. Kemudian Al-Hasan dan Al-Husain bermain-main dengan kurma itu, lalu salah satu dari mereka memasukkan sebutir kurma ke dalam mulutnya. Rasulullah ﷺ pun melihat ke arahnya lalu mengeluarkan kurma itu darinya. Beliau bersabda,

أما علمت أن آل محمد لا يأكلون الصدقة

"Tidakkah kamu tahu bahwasannya keluarga Muhammad itu tidak (boleh) memakan sedekah" HR. Bukhari.

b. Dari Aisyah radhiyallahu'anha berkata:

Sesungguhnya Fathimah radhiyallahu'anha mengutus seseorang kepada Abu Bakr untuk meminta warisannya dari harta peninggalan Nabi ﷺ dari harta fa'i yang Allah berikan kepada rasul-Nya. Maka Abu Bakr menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda,

لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ وَإِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ فِي هَذَا الْمَالِ يَعْنِي مَالَ اللَّهِ لَيْسَ لَهُمْ أَنْ يَزِيدُوا عَلَى الْمَأْكَلِ

"Kami para Nabi tidaklah mewariskan. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. Keluarga Muhammad hanyalah makan dari harta ini; yaitu dari harta Allah. Mereka tidak berhak menambah lebih selain dari yang dimakan". Muttafaqun Alaih.

c. Dari Abdullah bin Al-Harits, bahwasannya Abdul Mutthalib bin Rabi'ah mengkhabarkan bahwasannya ayahnya; Rabi'ah bin Al-Harits berkata kepada Abdul Mutthalib bin Rabi'ah dan Al-Fadhl bin Al-Abbas radhiyallahu'anhuma, "Temuilah Rasulullah ﷺ dan katakan kepadanya, "Ya Rasulullah, pekerjakanlah kami untuk mengurusi sedekah".

Maka Rasulullah ﷺ bersabda,

إنَّ هذه الصَّدَقةَ، إنَّما هي أوساخُ النَّاسِ، وإنَّها لا تَحِلُّ لمُحمَّدٍ ولا لآلِ مُحمَّدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم.

"Sesungguhnya harta sedekah ini adalah kotoran harta manusia. Sesungguhnya itu tidak halal untuk Muhammad dan keluarga Muhammad" HR. Muslim.

PENJELASAN POLEMIK SEPUTAR SHALAWAT KEPADAN NABI

[ 01 Mengapa Shalawat untuk Nabi ﷺ dan keluarganya Diserupakan dengan Shalawat untuk Ibrahim dan Keluarganya padahal Beliau Lebih Mulia daripada Ibrahim ]

Terkadang masih samar atas sebagian orang tentang bagaimana Nabi ﷺ meminta shalawat kepada Allah untuk dirinya seperti shalawat untuk Ibrahim, sementara beliau lebih mulia daripada Ibrahim. Padahal pada asalnya yang ditiru seharusnya lebih tinggi daripada yang meniru. 

Jawaban untuk polemik ini dari dua sisi.

Pertama: sesungguhnya di tengah-tengah keluarga Ibrahim terdapat para Nabi yang itu tidak ada di keluarga Muhammad ﷺ yang seperti mereka. Sehingga kalau seorang memintakan (kepada Allah) shalawat untuk Nabi ﷺ dan keluarganya seperti shalawat yang sudah diberikan kepada Ibrahim dan keluarganya yang termasuk di dalamnya para Nabi, maka akan didapat oleh keluarga Muhammad ﷺ dari shalawat itu yang sesuai dengan mereka.

Dan penjelasan hal tersebut adalah; semoga Allah menjadikan shalawat yang sudah diberikan kepada Ibrahim dan keluarganya yang di tengah-tengah mereka terdapat para Nabi, juga Allah menjadikan sekian dari shalawat yang dibagikan kepada keluarga Muhammad ﷺ.

Dan tidak diragukan bahwasannya tidaklah didapat oleh keluarga Nabi seperti yang didapat oleh keluarga Ibrahim karena di tengah-tengah mereka terdapat para Nabi, namun mereka mendapatkan apa yang sesuai dengan mereka. Sehingga tersisalah bagian shalawat Nabi ﷺ yang banyak yang tidak didapat oleh keluarganya yang itu khusus untuk beliau.

Kedua: bahwasannya Nabi Muhammad ﷺ itu termasuk keluarga Ibrahim, bahkan beliau sebaik-baik keluarga Ibrahim. 

Maka ucapan kita, "sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim" ini mencakup shalawat untuk beliau dan untuk seluruh para Nabi dari keturunan Ibrahim.

Kemudian Allah memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Nabi ﷺ dan keluarganya secara khusus seukuran dengan kita bershalawat kepada beliau serta seluruh keluarga Ibrahim secara umun. Dan beliau termasuk mereka juga. Dan keluarga beliau mendapatkan dari shalawat itu yang sesuai dengan mereka. Maka tersisalah shalawat seluruhnya bagi Nabi ﷺ.

Penjelasan hal ini: bahwasannya dimohonkan shalawat untuk Nabi ﷺ secara khsusus atau dimohonkan untuk beliau shalawat seperti yang sudah diberikan kepada keluarga Ibrahim, dan beliau termasuk dari mereka. 

Tidak diragukan bahwasannya shalawat yang dimohonkan untuk keluarga Ibrahim dan beliau termasuk di dalamnya juga itu lebih sempurna daripada shalawat yang dimohonkan untuk beliau tanpa penyebutan keluarga Ibrahim.

Maka dimohonkan untuk Nabi ﷺ dari shalawat perkara yang agung ini yang itu lebih utama daripada yang didapat oleh Ibrahim.

Dengan ini nampaklah faidah dari diserupakannya shalawat untuk Nabi dan keluarganya dengan shalawat untuk Ibrahim dan keluarganya. [Lihat Jilāul Afhām, hal. 150-160]

02 Mengapa Tidak ada Tambahan Kata Sayyid ?

Pembaca juga melihat tidak ada sedikitpun penambahan kata sayyid pada lafazh-lafazh shalawat (yang datang dari Nabi ﷺ). Karenanya, para ulama yang datang belakangan berselisih tentang disyariatkannya penambahan kata sayyid pada shalawat ibrahimiyyah. 

Namun untuk saat ini, tempatnya tidak memungkinkan di sini untuk merinci ucapan-ucapan terkait hal itu.

Orang yang berpendapat tidak disyariatkannya menambah kata sayyid menyebutkan hal itu sebagai bentuk ittiba' (mengikuti) ajaran Nabi ﷺ yang sempurna kepada ummatnya; yaitu ketika beliau ditanya tentang tatacara shalawat, beliau menjawab dengan sabdanya,

قولوا اللهم صل على محمد و على آل محمد
"Ucapkanlah, Allāhumma Shalli 'Alā Muhammad Wa 'Alā Āli Muhammad]".

Namun, di sini aku hendak menukilkan kepada pembaca yang budiman tentang pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar terkait hal ini, dikarenakan beliau merupakan salah satu ulama bermadzhab syafi'iyyah yang ahli dalam bidang hadits dan fikih sekaligus. 

Terlebih telah tersebar ajaran yang menyelisi ajarannya Nabi ﷺ yang mulia ini di kalangan para ulama yang bermadzhab syafi'iyyah yang datang belakangan.

Berkata Al-Hafizh Muhammad bin Muhammad Al-Gharabiliy; beliau termasuk salah satu yang bermulazamah kepada Al-Hafizh Ibnu Hajar. Beliau rahimahullah mengatakan (aku nukilkan sesuai teksnya):

Ibnu Hajar ditanya tentang lafazh shalawat kepada Nabi; baik di dalam shalat maupun di luar shalat, baik dikatakan wajib maupun sunnah, apakah disyaratkan padanya untuk menyifati beliau dengan sayyid. Misal seorang mengucapkan,

اللهم صل على سيدنا محمد، أو على سيد الخلق، أو على سيد ولد آدم
Allāhumma Shalli 'Alā Sayyidinā Muhammad, 'Alā Sayyidil Khalqi, atau 'Alā Sayyidi Waladi Ādam.

Atau cukup dengan mengucapkan, 

اللهم صل على محمد
Allāhumma Shalli 'Āla Muhammad ?

Manakah yang lebih utama, menambahkan kata sayyid atau tidak menambahkan? Terlebih karena tidak adanya atsar yang menyebutkan hal tersebut ?

Beliau (Ibnu Hajar) menjawab:

Na'am, mengamalkan dengan lafazh yang datang dari Nabi ﷺ itu lebih benar.

Dan jangan kemudian dikatakan, barangkali Nabi ﷺ meninggalkan hal itu karena kerendah hatian. Sebagaimana halnya beliau tidak mengucapkan ﷺ ketika menyebut namanya sendiri. Sementara ummatnya dianjurkan untuk mengucapkannya setiap kali nama beliau disebut.

Namun kami katakan, seandainya hal itu yang lebih benar, niscaya akan datang (pengamalannya) dari para shahabat, kemudian para tabi'in.

Dan tami tidak menemukan sedikitpun atsar-atsar yang menyebutkan hal itu dari shahabat, tidak pula dari tabi'in. Padahal, banyak riwayat dari mereka yang berkaitan dengan shalawat.

Ini dia Imam Syafi'i rahimahullah, beliau termasuk orang yang sangat memuliakan Nabi ﷺ. Pun beliau mengatakan dalam pembukaan kitabnya; yang itu sebagai pegangan para pengikut madzhabnya,

اللهم صل على محمد
Allāhumma Shalli 'Alā Muhammad,

Dan seterusnya sesuai yang beliau tulis berdasarkan ijtihadnya,

كلما ذكره الذاكرون و غفل عن ذكره الغافلون
Kullamā Dzakarahudz Dzākirūn Wa Ghafila 'An Dzikrihil Ghāfilūn. 

Sepertinya, beliau beristinbath dari hadits shahih yang disebutkan padanya,

سبحان الله عدد خلقه،
"Maha suci Allah, sejumlah makhluk-Nya". Dan telah shahih bahwasannya Nabi ﷺ bersabda kepada Ummul Mukminin ketika beliau melihatnya banyak dan lama dalam bertasbih.

لقد قلت بعدك كلمات لو وزنت بما قلت بما قلت لوزنتهن
"Aku telah mengucapkan setelahmu tadi beberapa kalimat yang bila ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan niscaya akan lebih berat"

[ Lihat Sifatus Shalatin Nabi karya Al-Albani ]

03 Lafazh Shalawat yang Paling Utama

Lafazh shalawat yang paling utama adalah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ kepada para shahabatnya ketika mereka bertanya kepada beliau tentang tatacara shalawat kepadanya. Karena tidaklah beliau memilihkan untuk mereka dan juga untuk diri beliau sendiri kecuali yang itu paling mulia dan paling utama.

Dan hal ini kemudian juga dibenarkan oleh Imam An-Nawawy dalam kitabnya 'Ar-Raudhah', (beliau menyebutkan) bahwasannya siapa yang bersumpah akan bershalawat kepada Nabi ﷺ dengan seutama-utama shalawat, maka dia tidaklah mendatangkan yang lebih baik daripada lafazh yang datang dari Nabi ﷺ ini.

Imam As-Subuki juga memberi arahan bahwasannya siapa yang mendatangkan shalawat dengan lafazh ini maka dia telah bershalawat kepada Nabi ﷺ dengan kemantapan hati. Dan siapa saja yang mendatangkan selain lafazh ini, maka dia dalam melakukan shalawat yang diperintahkan itu berada dalam keraguan. Karena para shahabat saja mereka mengatakan, "Bagaimana kita bershalawat kepada anda?" Kemudian Nabi ﷺ menjawab, "Ucapkanlah....." maka beliau membuat lafazh shalawat ini untuk mereka karena pertanyaan mereka ini.

04 Bolehkah Menggabungkan Lafazh-Lafazh Shalawat dari Nabi ﷺ Menjadi Satu Rangkaian ?

Tidak disyariatkan menggabungkan semua lafazh-lafazh shalawat yang datang dari Nabi ﷺ menjadi satu rangkaian. Bahkan itu termasuk bid'ah. Yang sunnah adalah terkadang membaca dengan suatu lafazh dan terkadang membaca lafazh yang lain. Hal itu sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. [Lihat Shifat Shalat Nabi karya Al-Albani, hal. 135-139]

05 Makna الحميد dan المجيد Serta Kesesuaiannya dengan Shalawat

Sabdanya: إنك حميد مجيد; sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. 

Kata الحميد adalah berbentuk wazan فعيل terambil dari kata الحمد. Yang memiliki arti sangat terpuji. Dan itu maknanya lebih dalam daripada kata المحمود. 

Karena kata yang berwazan فعيل bila itu terbentuk dari isim maf'ul maka itu menunjukkan bahwa sifat itu sudah menjadi sifat yang melekat padanya. Seperti ketika kamu mengatakan:
فلان ظريف، أو شريف، أو كريم
"Si Fulan adalah orang yang sangat pandai, sangat terhormat, atau sangat mulia". (Hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat ini sangat melekat pada si Fulan, pent.) Oleh karena inilah kebanyakan bentuk wazan ini secara umum berasal dari wazan فعُل.

Maka الحميد maknanya adalah yang memiliki sifat-sifat serta sebab-sebab pujian yang menjadikannya selalu terpuji meski tidak ada yang memujinya. Maka ia secara dzatnya sudah terpuji. Sedangkan المحمود adalah yang terpuji, namun terikat dengan pujian orang-orang yang memuji.

Seperti ini juga halnya المجيد dan الممجد. 

Dan kepada pujian dan kemuliaanlah kesempurnaan itu berporos. 

Maka الحمد (pujian) itu berkonsekuensi terhadap sanjungan dan kecintaan kepada yang dipuji. Adapun المجد (kemulian) itu berkonsekuensi terhadap keagungan dan kebesaran. Maka الحمد itu untuk menunjukkan sifat kemuliaan, dan Allah ta'ala itu Dzat yang maha memiliki kebesaran dan kemulian.

Dan tatkala shalawat untuk Nabi ﷺ adalah sanjungan Allah kepada beliau, serta pemuliaan untuknya, ditinggikan penyebutannya, semakin dicintai oleh-Nya, dan didekatkan kepada-Nya, sebagaimana hal itu telah lewat (pembahasannya), dan shalawat itu mengandung pujian dan pemuliaan,  maka seakan-akan orang yang bershalawat itu sedang memohon kepada Allah agar semakin ditambah sanjungan dan pemulian untuk Nabi ﷺ.

Maka shalawat kepada Nabi  ﷺ termasuk jenis pujian dan pemuliaan untuk beliau, bahkan inilah hakikatnya. Maka disebutkan pada shalawat yang diperintahkan ini dua nama Allah yang sesuai dengannya, yaitu الحميد dan المجيد.

KAPAN SAJA SEORANG BERSHALAWAT KEPADA NABI ﷺ ?

1. Di dalam shalat; ketika duduk tasyahhud akhir.

Imam Muslim meriwayatkan hadits, dari Abu Mas'ud Al-Badry radhiyallahu'anhu berkata, "Seseorang menghadap kepada Nabi ﷺ kemudian duduk di hadapan beliau, dan kami saat itu ada sisi beliau. Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, kalau bersalam kepadamu kami telah mengetahuinya, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu ketika kami sedang shalat, semoga Allah memberi shalawat kepada Anda?"

Beliau menjawab, "Ucapkanlah...

اللَّهمَّ صلِّ علَى محمَّدٍ وعلَى آلِ محمَّدٍ كما صلَّيتَ علَى آل إبراهيمَ وبارِك على محمَّدٍ و علَى آلِ محمَّدٍ كما بارَكتَ علَى آل إبراهيمَ فى العالمين إنَّكَ حميدٌ مجيدٌ

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim di semesta alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia" 

"Adapun salam, maka itu sebagaimana yang telah kalian ketahui" HR. Muslim.

2. Di dalam shalat jenazah; setelah takbir yang kedua.

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahl bahwasannya seseorang dari shahabat Nabi ﷺ memberitahukan kepadanya, bahwa yang sunnah dalam shalat jenazah adalah;

Hendaknya imam bertakbir lalu membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama dengan lirih; di dalam dirinya. Kemudian bershalawat kepada Nabi ﷺ, lalu mendoakan jenazah, dan setelah takbir yang keempat, tidak membaca apapun padanya, kemudian salam.

3. Setelah menjawab adzan.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ;

إذا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ، فَقُولوا مِثْلَ ما يقولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ، فإنَّه مَن صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عليه بها عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الوَسِيلَةَ، فإنَّها مَنْزِلَةٌ في الجَنَّةِ، لا تَنْبَغِي إلَّا لِعَبْدٍ مِن عِبادِ اللهِ، وأَرْجُو أنْ أكُونَ أنا هُوَ، فمَن سَأَلَ لي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ له الشَّفاعَةُ

"Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah semisal yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku, karena sesungguhnya siapa yang bershalawat untukku satu kali, Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kepada Allah untukku wasilah, karena sesungguhnya itu adalah kedudukan di surga yang tidak pantas diduduki kecuali oleh seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap akulah hamba itu. Maka barangsiapa memohon kepada Allah untukku wasilah dia berhak mendapatkan syafa'atku" HR. Muslim.

4. Ketika berdoa.

Berdasarkan hadits Nabi ﷺ;

كل دعاء محجوب حتى يصلي على النبي ﷺ

"Setiap doa itu terhalang (dari dikabulkan) sampai dimohonkan shalawat untuk Nabi ﷺ" HR. Ibnu Mukhallad dalam al-Muntaqa. Dan hadits hasan karena ada penguat-penguatnya.

5. Ketika memasuki masjid dan keluar darinya.

Rasulullah ﷺ bersabda;

إذا دخلَ أحدُكُمُ المسجِدَ ، فليسلِّم علَى النَّبيِّ  ﷺ، ثمَّ ليقُلْ : اللَّهمَّ افتَح لي أبوابَ رحمتِكَ ، وإذا خرج فليسلِّمْ على النَّبيِّ ﷺ، وليقُلِ اللَّهمَّ اعصِمْني من الشَّيطانِ الرَّجيمِ

"Apabila salah seorang kalian memasuki masjid maka ucapkanlah salam untuk Nabi ﷺ, lalu ucapkanlah;

اللَّهمَّ افتَح لي أبوابَ رحمتِكَ

"Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu"

Dan ketika hendak keluar, ucapkanlah salam untuk Nabi ﷺ, lalu ucapkanlah;

 اللَّهمَّ اعصِمْني من الشَّيطانِ الرَّجيمِ

"Ya Allah, lindungilah aku dari syaithan yang terkutuk". Shahih, HR. Nasai.

6. Ketika sedang duduk berkumpul.

Rasulullah ﷺ bersabda;

ما جَلَس قومٌ مجلسًا لم يذكروا اللهَ فيه ولم يُصلُّوا على نبيِّهم إلَّا كان عليهم تِرةٌ فإن شاءَ عذَّبَهم وإن شاءَ غفَر لهم

"Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majlis lalu mereka tidak berdzikir kepada Allah,  dan tidak bershalawat untuk Nabi mereka melainkan hal itu akan menjadi kerugian atas mereka. Bila berkehendak, Allah akan menyiksa mereka, dan bila berkehendak, Allah akan mengampuni mereka". Shahih HR. Tirmidzi.

FAIDAH-FAIDAH BERSHALAWAT KEPADA NABI ﷺ

1. Melaksanakan perintah Allah. Allah ta'ala berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam." QS. Al-Ahzab: 56

2. Mencocoki Allah dalam bershalawat kepada Nabi ﷺ, namun berbeda hakikat shalawatnya Allah dengan shalawatnya kita.

3. Mencocoki malaikat padanya.

4. Sepuluh shalawat dari Allah akan didapat oleh orang yang bershalawat kepada Nabi ﷺ setiap satu kali shalawat.

5. Bahwasannya akan diangkat untuknya sepuluh derajat, ditulis untuknya sepuluh kebaikan dan digugurkan darinya sepuluh dosa.

6. Bahwasannya doa itu akan lebih besar kemungkinan dikabulkannya bila diiringi bershalawat kepada Nabi ﷺ.

7. Bahwasannya shalawat itu sebab mendapatkan syafa'atnya Nabi ﷺ bila diiringi dengan memohonkan wasilah untuk Nabi ﷺ.

8. Bahwasannya shalawat itu menjadi sebab Allah bershalawat untuk orang yang bershalawat kepada Nabi ﷺ.

9. Bahwasannya shalawat itu sebab dikembalikannya ruh Nabi ﷺ supaya beliau  menjawab orang yang bershalawat dan bersalam kepada beliau.

10. Bahwasannya shalawat itu sebab menjadi baiknya suatu majlis, sehingga tidak menjadi penyesalan atas pelakunya di hari kiamat.

11. Bahwasannya shalawat itu meniadakan penyematan sifat bakhil bilamana ia bershalawat kepada Nabi ﷺ saat nama beliau disebut.

12. Orang yang bershalawat akan selamat dari doa kebinasaan manakala ia tidak bershalawat saat nama Nabi ﷺ disebut.

13. Bahwasannya shalawat itu sebab Allah melanggengkan pujian yang baik bagi orang yang bershalawat kepada Nabi ﷺ di tengah-tengah penduduk langit dan dunia. Karena orang yang bershalawat itu artinya dia memohon kepada Allah supaya menyanjung rasul-Nya, dan memuliakannya. Dan balasan itu setimpal dengan perbuatan.

14. Bahwasannya shalawat itu sebab diberkahinya orang yang bershalawat pada amal dan umurnya, dan sebab-sebab yang mendatangkan mashlahat. Karena orang yang bershalawat itu memohon kepada Allah supaya memberkahi rasul-Nya, dan keluarganya. Ini doa yang terkabulkan. Dan balasan itu setimpal dengan perbuatan. [Jilaul Afham 247-249]

MENGERASKAN SUARA DI DALAM BERSHALAWAT KEPADA NABI ﷺ

Para muadzin di negeri-negeri Islam (selain negeri Saudi) biasa mengeraskan suara di dalam bershalawat kepada Nabi ﷺ baik seteleh adzan atau sebelumnya. Lalu bagaimana hukumnya dalam tinjauan syariat ?

Mengeraskan suara di dalam bershalawat kepada Nabi ﷺ tidak pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ, tidak pula dilakukan oleh para muadzin beliau; seperti Bilal, Abu Mahdzurah dan selainnya.

Demikian pula para shahabat, para khalifah rasyidin, dan para tabiin. Seandainya hal itu baik, niscaya mereka akan mendahului kita dalam melakukannya.

1. Adzan adalah ibadah yang landasannya adalah tawaqquf (berhenti melakukan) sampai ada dalilnya, sementara tidak ada dalil untuk mengeraskan suara di dalam bershalawat, baik dari al-Qur'an maupun hadits.

2. Adzan lafazhnya telah ma'ruf (diketahui); diawali dengan "Allāhu Akbar" dan berhenti ketika muadzin mengumandangkan "Lā Ilāha Illallāh".

3. Mengeraskan suara di dalam bershalawat tidak ada satupun dari imam yang empat berpendapat demikian. Tidak pula orang-orang sepeninggal mereka dari generasi-generasi yang utama (al-Mufadhalah).

4. Mengeraskan suara di dalam bershalawat kepada Nabi ﷺ akan membuyarkan pikiran orang-orang yang sedang mengerjakan shalat sunnah setelah adzan.

Sungguh, Nabi ﷺ pernah masuk masjid, beliau melihat sekelompok orang sedang mengerjakan shalat sunnah sementara yang lain sedang membaca al-Qur'an. Nabi ﷺ bersabda;
أيها الناس، كلكم يناجي ربه، لا يجهر بعضكم على بعض فى القرءان

"Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah sebagian mengeraskan bacaan al-Qur'an terhadap sebagian yang lain". Shahih HR. Abu Dawud.

Jika orang yang membaca al-Qur'an saja dilarang oleh Nabi ﷺ untuk mengeraskan dan meninggikan suaranya ketika mengganggu orang yang sedang shalat, lalu bagaimana kiranya dengan mengeraskan suara di dalam bershalawat ? Tentulah itu lebih pantas untuk dilarang daripada mengeraskan bacaan al-Qur'an.

5. Para muadzin di zaman sekarang biasa mengeraskan suara di dalam bershalawat sebelum shalat jum'at dan sebelum adzan shubuh. Adapun setelah adzan maghrib, mereka tidak mengeraskan suara di dalam bershalawat setelahnya. Apa sebabnya ? Apa dalilnya sehingga dibedak-bedakan, kadang sebelum adzan, kadang setelahnya dan kadang tidak sama sekali ?

6. Di sana ada penambahan lafazh adzan. Yaitu: حي على خير العمل "Mari menuju sebaik-baik amalan". Dibuat-buat oleh sekte Fathimiyyun (sekte dari druze) sampai datanglah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang menghapusnya setelah beliau melenyapkan daulah Fathimiyyah di Mesir. [ Lihat Khuthuth Al-Miqrizi ].

7. Dengan ini jelaslah bagi pembaca bahwasannya mengeraskan suara di dalam bershalawat kepada Nabi ﷺ, baik setelah adzan atau sebelumnya itu tidak ada dalilnya dari al-Qur'an dan hadits. Namun hal itu adalah perbuatan bid'ah yang dibuat-buat oleh orang-orang belakangan. 

Dan Allah Ta'ala mengingkari kebid'ahan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Allah Ta'ala berfirman;

أَمْ لَهُمْ شُرَكَٰؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ

"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" Qs. Asy-Syura: 21.

Rasulullah ﷺ juga memperingatkan dari perbuatan-perbuatan bid'ah. Beliau bersabda;

١. من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
1. "Barangsiapa membuat hal-hal baru pada urusan kami ini apa-apa yang bukan bagian darinya, maka itu tertolak" HR. Muslim

٢. من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
2. "Barang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada padanya perintahnya dari kami, maka itu tertolak". HR. Muslim.

3. Berkata Ibnu Umar; "Setiap perbuatan bid'ah itu sesat meskipun manusia memandangnya baik".

4. Berkata Khudzaifah; "Setiap ibadah yang para shahabat Muhammad ﷺ tidak beribadah dengannya maka janganlah kalian beribadah dengannya".

5. Berkata Ghadhif salah satu Tabi'in; "Tidaklah muncul satu kebid'ahan melainkan akan ditinggalkan satu sunnah yang semisalnya".

6. Berkata Imam Malik; "Barangsiapa membuat kebid'ahan di dalam islam yang ia memandangnya baik maka sungguh dia telah menganggap bahwa Muhammad ﷺ telah mengkhianati risalah. Karena Allah Ta'ala telah berfirman;

“الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً”.

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, serta Aku ridhai Islam sebagai agamamu”. QS. Al-Maidah: 3.

7. Berkata Imam Asy-Syafi'i; "Barangsiapa beristihsan (menganggap baik suatu amalan yang tidak ada contohnya dari Rasul ﷺ) maka dia telah membuat syariat (baru). Seandainya diperbolehkan istihsan niscaya hal itu akan boleh dilakukan oleh para pengkultus akan dari kalangan non Islam. Dan niscaya akan diperbolehkan untuk membuat syariat agama pada masing-masing permasalahan, serta masing-masing orang akan mengeluarkan syariat yang baru.

MELIRIHKAN SUARA KETIKA BERSHALAWAT KEPADA NABI ﷺ

1. Bershalawat kepada Nabi ﷺ setelah adzan dengan melirihkan suara itulah yang diperintahkan.

Rasulullah ﷺ bersabda;

إذا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ، فَقُولوا مِثْلَ ما يقولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ، فإنَّه مَن صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عليه بها عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الوَسِيلَةَ، فإنَّها مَنْزِلَةٌ في الجَنَّةِ، لا تَنْبَغِي إلَّا لِعَبْدٍ مِن عِبادِ اللهِ، وأَرْجُو أنْ أكُونَ أنا هُوَ، فمَن سَأَلَ لي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ له الشَّفاعَةُ

"Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah semisal yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku, karena sesungguhnya siapa yang bershalawat untukku satu kali, Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kepada Allah untukku wasilah, karena sesungguhnya itu adalah kedudukan di surga yang tidak pantas diduduki kecuali oleh seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap akulah hamba itu. Maka barangsiapa memohon kepada Allah untukku wasilah dia berhak mendapatkan syafa'atku" HR. Muslim.

Bershalawat kepada Nabi ﷺ setelah adzan tidak datang riwayatnya dari para muadzin (Rasulullah ﷺ) dan para shahabat bahwa mereka membacanya dengan keras. Karena itu, bershalawat itu harus melirihkan suaranya bukan mengeraskannya.

2. Rasulullah ﷺ bersabda (menerangkan) tentang doa permohonan wasilah dalam hadits yang telah lalu;

اللهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، آتِ مُحَمَّدَانِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدا الَّذِىْ وَعَدْتَهُ

"Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya".

Doa ini dibaca oleh kaum muslimin setelah adzan dengan lirih. Atau setelah bershalawat kepada Nabi ﷺ dengan lirih. Kedua-duanya ini (anjuran shalawat dan doa permohonan wasilah) datang dalam satu hadits yang sama. 

Lalu mengapa para muadzin sekarang meninggikan suaranya ketika bershalawat kepada Nabi ﷺ kemudian melirihkan suaranya ketika membaca doa permohonan wasilah ?

Maka semestinya para muadzin membaca keduanya ini dengan lirih.

3. Bershalawat kepada Nabi ﷺ itu adalah doa, sedangkan Allah ta'ala memerintahkan supaya melirihkan suara ketika berdoa.

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ۝

"Berdoalah kamu kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lirih. Sesungguhnya Allah tidak menyuakai orang-orang yang melampui batas" Qs. Al-A'raf: 55.

( Allah ta'ala tidak menyukai orang-orang yang melampui batas dalam tasyadduq [mendalam-dalam dalam berucap] dan meninggikan suara di dalam berdoa ). Disebutkan dalam kitab tasfir Al-Jalain.

Nabi ﷺ bersabda;

أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا علَى أَنْفُسِكُمْ، إنَّكُمْ ليسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهو معكُمْ

"Wahai sekalian manusia, sayangilah diri-diri kalian, sesungguhnya kalian tidaklah berdoa kepada Dzat yang tuli dan tidak ada. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat Yang Maha mendengar lagi Maha dekat dan Dia bersama kalian". Mutafaqun 'Alaihi

Makna ارْبَعُوا adalah sayangilah serta lirihkanlah suara kalian.

Sumber Telegram : https://t.me/RaudhatulAnwar1