Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum-hukum seputar masjid

3 tahun yang lalu
baca 9 menit

SEPUTAR HUKUM MASJID

Hukum-hukum Seputar Masjid

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, pada kesempatan ini kami akan menuangkan pembahasan yang mudah-mudahan bermanfaat untuk kaum muslimin secara umum, yakni pembahasan ringkas berkaitan tentang hukum seputar masjid. Kami memohon pertolongan kepada Allah agar dapat menyelesaikan pembahasan ini dengan sebaik mungkin. 

PENGERTIAN MASJID

Pengertian secara bahasa dan istilah saling berdekatan maknanya, masjid secara bahasa adalah tempat yang digunakan untuk sujud dan beribadah kepada Allah. Di dalam kamus Lisanul Arab disebutkan pengertian masjid secara bahasa,

والمسجد: الذي يسجد فيه، وفي الصحاح: واحد المساجد. وقال الزجاج: كل موضع يتعبد فيه فهو مسجد [مسجد]، ألا ترى أن

النبي، صلى الله عليه وسلم، قال: جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا.

Masjid adalah yang digunakan untuk sujud padanya. Di dalam kitab ash-Shihhāh disebutkan, masjid merupakan kata tunggal dari masājid. Dan az-Zujaj berkata, 

"Setiap tempat yang digunakan untuk beribadah padanya, maka itulah masjid. Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

'Telah dijadikan bagiku bumi ini sebagai masjid dan suci.'" (Lisān al-'Arab, jilid 3, hlm. 243).

Komite al-Lajnah ad-Dāimah menyebutkan pengertian masjid dari dua sisinya, 

المسجد لغة موضع السجود، وشرعا كل ما أعد ليؤدي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة

"Masjid secara bahasa adalah tempat sujud sedangkan secara istilah syariat adalah segala yang disiapkan untuk kaum muslimin menunaikan ibadah salat lima waktu secara berjamaah." (Fatāwā al-Lajnah, no. 1.319).

BATASAN MASJID 

Berkaitan tentang hal ini, sungguh dewan komite fatwa al-Lajnah ad-Dāimah telah menerangkan, 

حدود المسجد الذي أعد ليصلي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة هي ما أحاط به من بناء أو أخشاب أو جريد أو قصب أو نحو ذلك، وهذا هو الذي يعطي حكم المسجد 

"Batasan masjid (secara syariat) adalah tempat yang disediakan untuk salat lima waktu secara berjamaah bagi kaum muslimin, yaitu yang tercakup pada bagian dari bangunan baik dari bangunan permanen, kayu, pelepah kurma, rotan, atau yang semisal itu. Inilah yang memberikan hukum masjid." (Fatāwā al-Lajnah, jilid 6, hlm. 223).

HUKUM JUAL BELI DAN MENGUMUMKAN BARANG HILANG DI DALAM MASJID

Berkaitan tentang hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan, 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

إذا رأيتم من يبيع أو يبتاع فى المسجد فقولوا: لا أربح الله تجارتك

"Apabila kalian melihat orang yang melakukan jual beli di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.'" (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan oleh syekh al-Albani di dalam al-Irwā', no. 1.295). 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

مَن سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضالَّةً في المَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لا رَدَّها اللَّهُ عَلَيْكَ فإنَّ المَساجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهذا

"Barang siapa yang mendengar seseorang mengumumkan barangnya yang hilang di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.' Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidaklah dibangun untuk ini." (HR. Muslim, no. 568). 

Dari kedua hadis di atas diambil kesimpulan bahwa tidak boleh melakukan jual beli dan mengumumkan barang yang hilang di dalam masjid terlepas dari perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang makna larangan tersebut apakah haram atau makruh, maka seorang mukmin tatkala mendapati larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, akan berusaha menjauhinya semaksimal mungkin.

Di antara hikmah dari larangan ini adalah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah beliau berkata, 

وقد ذكر الله تعالى المساجد بأنها بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه وأن يسبح له فيها بالغدو والآصال فلهذا بنيت فينبغي أن تنزه عن كل ما لم تبن له

"Sungguh Allah Ta'ala telah menyebutkan bahwa masjid-masjid itu adalah rumah yang telah Allah izinkan untuk diagungkan dan disebut di dalamnya nama-Nya serta bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. Untuk inilah masjid-masjid itu dibangun. Maka semestinya untuk dibersihkan dari segala yang tidak menjadi tujuan dibangunnya." (al-Istidzkār, jilid 2, hlm. 368).

HUKUM MELAKUKAN JUAL BELI DAN MENGUMUMKAN BARANG HILANG DI DEPAN PINTU MASJID BAGIAN LUAR

Komite al-Lajnah ad-Dāimah pernah ditanya tentang jual beli di depan pintu masjid bagian luar, maka jawabannya, 

 البيع عند باب المسجد خارجه جائز

"Melakukan jual beli di pintu masjid bagian luarnya hukumnya boleh." (Fatāwā al-Lajnah, no. 1.5316).

Demikian pula yang berkaitan dengan barang hilang, boleh seseorang berdiri di depan pintu masjid bagian luar, lalu mengumumkan hal itu. Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata, 

إنشاد الضالة يجيء رجل ويقول ضاع مني كذا مثل محفظة الدراهم فهذا حرام لا يجوز حتى وإن غلب على أمرك أنه سرق في المسجد لا تقل هذا كيف أتوصل إلى هذا اجلس عند باب المسجد خارج المسجد وقل جزاكم الله خيرا ضاع مني كذا 

"Mengumumkan barang hilang (di masjid), contohnya, seseorang datang dan berkata, aku telah kehilangan dompet. Maka yang demikian ini haram hukumnya, tidak boleh walaupun berdasarkan perkiraan yang kuat bahwa ada seseorang yang disangka telah mencuri di masjid, jangan engkau katakan yang seperti ini. Lantas bagaimana aku bisa mengatasi hal ini? Jawabannya adalah duduklah engkau di sisi pintu masjid bagian luar, lalu katakanlah, 'Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan, aku telah kehilangan barang, demikian dan demikian.'" (Syarh Riyadh ash-Shālihīn, jilid 6, hlm. 444). 

Bahkan dewan komite al-Lajnah ad-Dāimah memberikan solusi jika pengumuman tersebut berkaitan dengan hal yang bukan bagian dari agama, 

ويمكن أن يلصق الإعلان خارج باب المسجد في مكان معين دائما

ليعرفه الناس، وبهذا تدرأ المفسدة عن المسجد وتحصل المصلحة من الإعلان

"Memungkinkan pengumuman tersebut ditempel di pintu masjid bagian luar di tempat tertentu. Hal itu dilakukan  terus menerus agar manusia mengetahuinya. Dan dengan ini tercegahlah kerusakan di masjid dan kemaslahatan yang diinginkan pun terwujud dari pengumuman tersebut." (Fatāwā al-Lajnah, no. 3.842). 

Namun, apakah halaman atau teras masjid yang berada di pinggiran masjid dan terkadang digunakan untuk salat jika bagian dalam masjid penuh bukan bagian dari masjid padahal tempat ini masih masuk dalam lingkup pagar masjid? Jawabannya adalah sebaiknya tidak berjual beli dan tidak mengumumkan barang hilang karena tempat tersebut masih tercakup pada bagian dari bangunan masjid dan bersambung dengan masjid, maka tentu hukumnya, hukum masjid sebagaimana dalam penjelasan batasan masjid. Bisa jadi yang dimaksud penjelasan di depan pintu masjid bagian luar di atas adalah di depan pintu teras masjid wallahua'lam. Sebagaimana ditegaskan oleh As-Suyuthī rahimahullah beliau berkata, 

وحريم المسجد، فحكمه حكم المسجد، ولا يجوز الجلوس فيه للبيع ولا للجنب، ويجوز الاقتداء فيه بمن في المسجد، والاعتكاف فيه.

"Teras pinggiran masjid termasuk dalam hukum masjid. Tidak boleh berjual beli di sana dan tidak boleh bagi orang yang junub memasukinya (menurut pendapat sebagian ulama, -pen). Dan boleh mengikuti salat orang yang di dalam masjid (jika kondisi bagian dalam penuh) dan boleh beriktikaf di sana." (al-Asybāh wa an-Nadzāir, jilid 1/ 125). 

Dari penjelasan di atas, menjadi jelas bagi kita  bahwa semestinya bagi setiap muslim, untuk tidak melakukan jual beli dan mengumumkan barang hilang di dalam atau di teras masjid. Jika ingin melakukannya, lakukanlah di luar pintu bagian depan masjid atau di tempat parkir yang tidak termasuk bagian dalam masjid. Wallahua'lam

BOLEHKAH MENEMPEL PENGUMUMAN TENTANG KEBERANGKATAN HAJI DAN UMRAH MELALUI TRAVEL-TRAVEL TERTENTU? 

Berkaitan tentang hal ini, syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menerangkan,

لا يجوز أن تعلق الإعلانات للحج والعمرة داخل المسجد؛ لأن غالب الذين يأخذون هذه الرحلات يقصدون الكسب المالي فيكون هذا نوعا من التجارة، لكن بدلا من أن تكون في المسجد تكون عند باب المسجد من الخارج.

"Tidak boleh meletakkan pengumuman-pengumuman tentang haji dan umrah di bagian dalam masjid karena secara umum, orang-orang yang mengurusi urusan keberangkatan-keberangkatan yang seperti ini, tujuan mereka untuk pekerjaan dalam mencari harta. Namun, solusinya sebaiknya di tempel di pintu masjid bagian luar." (Liqā' Bab al-Maftūh, 151/19).

HUKUM MEMBICARAKAN URUSAN DUNIA DI MASJID

Berkaitan tentang hal ini syekh Abdul Aziz ibnu Baz berkata, 

التحدث في المساجد إذا كان في أمور الدنيا، والتحدث بين الإخوان والأصحاب في أمور دنياهم إذا كان قليلا لا حرج فيه إن شاء الله، أما إن كان كثيرا فيكره؛ لأنه يكره اتخاذ المساجد محل أحاديث الدنيا، فإنها بنيت لذكر الله وقراءة القرآن والصلوات الخمس وغير هذا من وجوه الخير؛ كالتنفل والاعتكاف وحلقات العلم، أما اتخاذها للسواليف في أمور الدنيا فيكره ذلك،

"Berbincang-bincang di dalam masjid apabila berkaitan dengan perkara dunia dan berbincang-bincang di antara ikhwan dan sahabat dalam urusan-urusan dunia, jika sedikit, tidak mengapa insya Allah. Adapun jika banyak, maka hal itu dibenci karena menjadikan masjid-masjid sebagai tempat pembicaraan dunia merupakan perbuatan yang dibenci. Karena tujuan dibangunnya masjid adalah untuk berzikir kepada Allah, membaca al-Qur'an, salat lima waktu, dan selain ini dari perkara-perkara kebaikan seperti salat sunah, iktikaf dan halakah-halakah ilmu. Adapun menjadikan masjid sebagai tempat pembicaraan-pembicaran  dalam perkara-perkara dunia, maka hal itu dibenci." (Fatāwā Nūrun 'alā ad-Darb, 11/344-345).

Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menerangkan, 

الكلام في المسجد ينقسم إلى قسمين:
القسم الأول أن يكون فيه تشويش على المصلىن والقارئين والدارسين فهذا لا يجوز وليس لأحد أن يفعل ما يشوش على المصلىن والقارئين والدارسين.
القسم الثاني أن لا يكون فيه تشويش على أحد فهذا إن كان في أمور الخير فهو خير وإن كان في أمور الدنيا فإن منه ما هو ممنوع ومنه ما هو جائز فمن الممنوع البيع والشراء والإجارة فلا يجوز للإنسان أن يبيع أو يشتري في المسجد أو يستأجر أو يؤجر في المسجد وكذلك إنشاد الضالة فإن الرسول عليه الصلاة والسلام قال (إذا سمعتم من ينشد الضالة فقولوا لا ردها الله عليك فإن المساجد لم تبن لهذا) ومن الجائز أن يتحدث الناس في أمور الدنيا بالحديث الصدق الذي ليس فيه شيء محرم.

"Pembicaraan di dalam masjid terbagi menjadi dua: 

1. Pembicaraan yang mengganggu orang-orang yang sedang salat, membaca al-Qur'an dan belajar. Maka ini hukumnya tidak boleh, tidak boleh bagi seorang pun melakukan hal ini. 

2. Pembicaraan yang tidak mengganggu seorang pun, maka jenis ini, jika dalam urusan kebaikan, maka itu adalah kebaikan dan jika dalam urusan dunia, maka ada yang dilarang dan ada yang boleh, yang dilarang, seperti jual beli dan sewa menyewa. Tidak boleh bagi seorang pun untuk melakukan jual beli dan sewa menyewa di dalam masjid, demikian pula dengan mengumumkan barang hilang karena Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

'Barang siapa yang mendengar seseorang mengumumkan barangnya yang hilang di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.' Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidaklah dibangun untuk ini.'

Dan yang diperbolehkan adalah seseorang berbicara tentang urusan dunia dengan pembicaraan yang jujur dan tidak ada pada pembicaraan tersebut keharaman." (Fatāwā Nūrun 'Alā ad-Darb, 8/2).

Sumber : kanal Telegram https://t.me/alfudhail
Oleh:
Atsar ID