HUKUM DZIKIR DENGAN LISAN DALAM KONDISI HATI LALAI
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan:
Jika seseorang mengucapkan dzikir-dzikir yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam namun hatinya lalai. Apakah diberi pahala amalannya ini?
Jawaban:
Tidak diragukan lagi, seseorang jika melakukan ibadah dengan menghadirkan hati itu lebih utama. Namun jika dia melakukannya dalam kondisi lalai, maka dia diberi pahala atas amalannya ini. Karena dasar amalannya hanyalah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Dan niatan ini mencukupi untuk tetapnya pahala. Hanya saja amalannya berkurang tanpa diragukan lagi. Oleh karenanya Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا [الكهف:28]
""Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat kami." (Al-Kahfi: 28)
Allah tidak berfirman: orang yang telah kami lalaikan lisannya. Sehingga pada firman Allah ini mengisyaratkan untuk semestinya seseorang itu ketika berdzikir kepada Allah menghadirkan hati hingga hatinya tidak dalam kondisi lalai. Dan hal ini ditunjukkan pula dengan pengkabaran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
أن الشيطان يأتي الإنسان في صلاته ويقول: اذكر كذا.. اذكر كذا.. يذكره بما كان ناسياً
"Bahwa setan itu datang kepada seseorang di saat shalatnya lalu berkata: ingatlah ini...ingatlah itu... setan mengingatkannya dengan perkara yang telah dia lupa."
Dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak bersabda: Sesungguhnya shalatnya batal. Hal itu menunjukkan bahwa dzikir dan seluruh ibadah yang dengannya seseorang mendekatkan diri kepada Rabbnya yang dilakukan dalam kondisi lalai tetap memiliki pahala padanya dan mencukupi dari kewajiban jika ibadah tersebut wajib hanya saja ibadah tersebut berkurang pahalanya sesuai kurangnya dalam menghadirkan hati.
Liqa' al-Bab al-Maftuh 117
http://bit.ly/Al-Ukhuwwah
حكم الذكر باللسان مع غفلة القلب
السؤال: إذا قال الإنسان الأذكار الواردة عن الرسول صلى الله عليه وسلم وكان قلبه غير حاضر فهل يؤجر على هذا؟الجواب: لا شك أن الإنسان إذا فعل العبادة بحضور القلب فهو أفضل, لكن إذا فعلها مع الغفلة فإنه يؤجر على هذا؛ لأن أصل فعله إنما كان عن نية التقرب إلى الله عز وجل, وهذا كاف لثبوت الثواب, لكنه يكون ناقصاً بلا شك، ولهذا قال الله عز وجل: وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا [الكهف:28] ولم يقل: من أغفلنا لسانه, وفي هذا إشارة إلى أنه ينبغي للإنسان عند ذكر الله أن يكون حاضر القلب, حتى لا يكون قلبه غافلاً, ويدل لهذا أن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر: (أن الشيطان يأتي الإنسان في صلاته ويقول: اذكر كذا.. اذكر كذا.. يذكره بما كان ناسياً) ولم يقل الرسول: إن صلاته باطلة, فدل ذلك على أن الذكر وكل قربة يتقرب بها الإنسان إلى ربه مع الغفلة يكون له ثواب فيها, وتجزئه عن الواجب إن كانت واجبة لكنها ناقصة بحسب نقص حضور القلب.