ASAL MAKNA TATHAWWU'¹
Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah berkata,
Makna asal tathawwu' ialah mengerjakan ketaatan, mencakup amalan yang wajib dan sunnah. Amalan yang wajib lebih dicintai oleh Allah daripada yang sunnah sebagaimana ada di dalam hadits qudsi,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ
"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku sukai melebihi amalan yang Aku wajibkan." HR. Al-Bukhari (6502)
Adapun maknanya secara istilah, tathawwu' bermakna amalan sunnah saja, jadi tidak termasuk yang wajib. Penyandaran kata tathawwu' (sunnah) kepada puasa [yakni: puasa sunnah] ini bentuk penyandaran kepada jenisnya, sehingga artinya puasa yang hukumnya tidak wajib.
¹ Puasa tathawwu' artinya puasa sunnah. Tathawwu' ialah Bahasa Arab yang bermakna mengerjakan amal shalih.
————————————————————————
Pernyataan beliau, 'Amalan yang wajib lebih dicintai oleh Allah daripada yang sunnah...' ini mengingatkan kita bahwa amalan wajib lebih utama daripada amalan yang sunnah. Ketika seseorang menganggap bahwa amalan sunnah lebih hebat daripada amalan yang wajib ini pertanda bahwa dia telah terjerat dalam salah satu perangkap Iblis.
▪️ Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
وقد لبس إبليس على جماعة من المتعبدين، فأكثروا من صلاة الليل، وفيهم من يسهره له، ويفرح بقيام الليل، وصلاة الحي أكثر مما يفرح بأداء الفرائض، ثم يقع قبيل الفجر، فتفوته الفريضة.
"Iblis telah membuat tipu daya kepada sekelompok ahli ibadah sehingga mereka memperbanyak shalat malam bahkan sampai ada yang tidak tidur semalaman. Dia merasa lebih bahagia dengan shalat malam dan shalat dhuha daripada kebahagiaannya dengan menjalankan shalat wajib. Sehingga ketika dia berbaring sebelum subuh akhirnya menyebabkan terlewatkan shalat wajib." (Talbis Iblis, hlm. 205)
|
Hikmah dan Keutamaan Puasa Sunnah |
HIKMAH DAN KEUTAMAAN PUASA SUNNAH
▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah berkata,
Ketahuilah, bahwa termasuk rahmat Allah, Dia menjadikan setiap amalan yang wajib memiliki amalan sejenis yang hukumnya sunnah. Yang itu bertujuan untuk menyempurnakan yang wajib ketika yang sunnahnya dijalankan. Shalat ada yang wajib dan ada yang sunnah, seperti ini pula amalan zakat, haji, puasa, berbakti kepada kedua orang tua dan seterusnya.
————————————————————————
Banyak manfaat yang akan didapatkan seseorang bila rajin berpuasa sunnah. Dan semua manfaatnya kembali untuk b dirinya sendiri. Berikut di antaranya,¹
¹ Dalil-dalil tentang keutamaan puasa sunnah ini ada yang berupa dalil khusus dan ada juga yang bersifat umum menyebutkan keutamaan tentang puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah.
1. Seperti yang disebutkan oleh Asy-Syaikh al-Utsaimin di atas, yaitu puasa sunnah akan menyempurnakan kekurangan yang terdapat dalam pelaksanaan puasa wajibnya.
• Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إنَّ أولَ ما يُحاسَبُ به العبدُ يومَ القيامةِ من عملِه صلاتُه ، فإن صلحَتْ فقد أفلح و أنجح ، و إن فسدَتْ فقد خاب و خسر ، و إن انتقَص من فريضتِه قال اللهُ تعالى : انظروا هل لعبدي من تطوُّعٍ يكمل به ما انتقص من الفريضةِ ؟ ثم يكون سائرُ عملِه على ذلك
“Sesungguhnya yang pertama kali ditanyakan dari amal seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka berbahagia dan sukses ia. Tapi jika shalatnya jelek maka celaka dan merugi ia.
Dan apabila ia kurang dalam melakukan shalat wajib maka Allah berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah?’ Lalu disempurnakanlah dengan yang sunnah kekurangan dari shalat wajibnya itu.
Kemudian yang demikian berlaku pula bagi seluruh amalnya.” -SHAHIH- (Shahih at-Targhib, 540) HR. At-Tirmidzi (413), an-Nasa'i (465), Ibnu Majah (1425)
2. Doanya orang yang berpuasa pasti dikabulkan oleh Allah.
• Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ ؛ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
"Tiga jenis manusia yang doa mereka tidak akan ditolak; orang yang berpuasa hingga dia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang terzalimi." -SHAHIH LI GHAIRIHI- (Tahqiq al-Musnad) HR. Ahmad (8043) ini lafazh beliau, at-Tirmidzi (3598), Ibnu Majah (1752)
3. Menjaga seseorang dari siksa neraka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
الصيامُ جُنَّةٌ وحصنٌ حصينٌ من النَّارِ.
"Puasa adalah perisai dan benteng kokoh yang menjaga dari siksa neraka." -HASAN LI GHAIRIHI- (Shahih at-Targhib, 980) HR. Ahmad (9214)
Beliau shallallahu alaihi wasallam juga bersabda,
قال ربُّنا عَزَّ وجَلَّ: الصيامُ جُنَّةٌ يَستَجِنُّ بها العَبدُ مِن النَّارِ، وهو لي، وأنا أَجْزي به
"Rabb kita berfirman, 'Puasa adalah perisai yang digunakan oleh seorang hamba untuk berlindung dari siksa neraka. Dan puasa itu khusus untuk-Ku, maka Aku pulalah yang akan membalasnya'." -SHAHIH LI GHAIRIHI- (Tahqiq al-Musnad, XXIII/411) HR. Ahmad (14669)
▪️ Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr rahimahullah menyatakan,
وَالْجُنَّةُ الْوِقَايَةُ وَالسِّتْرُ مِنَ النَّارِ وَحَسْبُكَ بِهَذَا فَضْلًا لِلصَّائِمِ
"Perisai artinya penjaga dan pelindung dari api neraka. Cukup bagimu hal ini menunjukkan keutamaan orang yang berpuasa." (At-Tamhid, XIX/54)
4. Berpuasa fii sabilillah (di jalan Allah) sehari saja, bisa menjauhkan seseorang dari neraka dengan jarak yang sangat jauh.
• Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ؛ بَاعَدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
"Barang siapa yang berpuasa sehari fii sabilillah niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh jarak tujuh puluh tahun perjalanan." HR. Al-Bukhari (2840) dan Muslim (1153)
Ulama menerangkan bahwa makna berpuasa fii sabilillah yang tercakup dalam hadits ini ada dua;
- Berpuasa ikhlas hanya untuk mendapatkan ridha Allah (Baca: Al-Mufhim, III/217).
- Dia berpuasa sesuai dengan syariat Allah. Dalam arti, saat berpuasa itu dia meninggalkan segala macam maksiat dan segala perkara mubah yang dilarang ketika berpuasa seperti makan dan minum (Baca: At-Ta'liq 'ala Shahih Muslim, V/462).
Maka siapa yang demikian keadaannya saat berpuasa, niscaya dia berhak mendapatkan keutamaan yang dijanjikan dalam hadits di atas. Yaitu sehari berpuasa diberi ganjaran dengan dijauhkan dari neraka sejauh jarak 70 tahun.
Sehingga wajar jika orang-orang shalih terdahulu mereka sangat bersemangat menjalankan ibadah puasa sunnah. Salah satu gambarannya,
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata,
أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ كَانَ يُكْثِرُ الصَّوْمَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لَا يُفْطِرُ بَعْدَهُ، إِلَّا مِنْ وَجَعٍ
"Sesungguhnya Abu Thalhah sangat rajin berpuasa pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan sepeninggal Nabi, Abu Thalhah selalu berpuasa kecuali apabila sedang sakit." - SANADNYA SHAHIH- Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al-Mushannaf, 8904)
Dari Nafi', ia berkata tentang Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma,
أَنَّهُ كَانَ لَا يَكَادُ يُفْطِرُ فِي الْحَضَرِ إِلَّا أَنْ يَمْرَضَ
"Beliau hampir selalu berpuasa pada saat tidak safar kecuali jika kondisi beliau sakit." - SANADNYA SHAHIH- Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al-Mushannaf, 8905)
5. Pahala melakukan ibadah puasa sangat-sangat banyak.
Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu 'anhu berkata,
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى اللَّه عليه وسلم - فَقُلْتُ مُرْنِي بِأَمْرٍ، آخُذُهُ عَنْكَ
"Saya pernah mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kemudian saya menyampaikan kepada beliau, 'Perintahkanlah saya untuk melakukan suatu amalan yang saya ambil dari Anda.'
Maka beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab,
عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ
"Hendaklah engkau berpuasa. Karena ibadah puasa tidak ada bandingannya." -SHAHIH- (Ghayah al-Muna, XXI/91) HR. An-Nasa'i (2220)
Asy-Syaikh Muhammad Ali Adam al-Ityubi hafizhahullah menjelaskan,
(فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ) .. أي لأنه لا نظير له في كثرة الثواب
"(Karena ibadah puasa tidak ada bandingannya).. Sebab tidak ada amalan yang sebanding dengan puasa dalam banyaknya jumlah pahala." (Ghayah al-Muna, XXI/90)
6. Puasa bisa meredam syahwat bagi yang tidak memiliki istri.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barang siapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih mampu menundukkan pandangannya dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa akan mengekang dari nafsunya” HR. Al-Bukhari (5056) dan Muslim (1400)
Al-Allamah Ubaidullah al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,
يعني أن تكثير الصوم مسكن لشهوة الجماع
"Makna hadits ini bahwa dengan memperbanyak puasa dapat menenangkan syahwat dari keinginan melakukan hubungan badan." (Mir'ah al-Mafatih, II/432)
7. Sering berpuasa sunnah ialah salah satu sebab seseorang bisa mendapatkan kamar yang teramat istimewa di dalam surga.
Abu Malik al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata,
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِمَنْ أَطَابَ الْكَلَامَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Sesungguhnya di surga itu ada kamar-kamar yang dapat dilihat luarnya dari dalamnya, dan dapat dilihat dalamnya dari luarnya.”
Lalu seorang badui berkata, 'Untuk siapa itu wahai Rasulullah?'
Beliau shallallahu alaihi wasallam berkata, 'Untuk orang yang baik tutur katanya, memberi makan orang lain, rajin berpuasa, dan shalat di malam hari saat manusia sedang tidur nyenyak.” -SHAHIH- (Shahih at-Tirmidzi) HR. At-Tirmizi (1984)
BACA JUGA :
15 KEUTAMAAN IBADAH PUASA BERDASARKAN HADITS RASULULLAH
MEMOTIVASI ORANG AGAR PUASA SUNNAH DENGAN MENGADAKAN BUKA BERSAMA
Al-Faqih Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya,
فضيلة الشيخ، ما رأيكم في تشجيع عامة الناس على صيام النافلة ،وإقامة الفطور الجماعي؟
"Wahai Syaikh, bagaimana pendapat Anda tentang upaya menyemangati orang-orang berpuasa sunnah dengan mengadakan buka bersama?"
Beliau rahimahullah menjelaskan,
أرى أنه لا بأس به، لكن الأولى تركه؛ لأن الصحابة ـ رضي الله عنهم ـ ما كانوا يسلكون هذه الأساليب، فإذا رُغب الناس في صيام النفل بالقول، فهو كافٍ عن ترغيبهم بالفعل.
"Menurut saya tidak masalah, tapi lebih baik tidak dilakukan. Karena para sahabat Nabi, mereka tidak menempuh cara-cara seperti ini. Apabila manusia telah diberi motivasi untuk berpuasa sunnah dengan ucapan maka ini telah cukup sehingga tidak perlu lagi dengan perbuatan [yang seperti ini]." (Liqa' al-Bab al-Maftuh, no. 60)
JIKA PUASA SUNNAH MELEMAHKAN DARI IBADAH ATAU KEGIATAN YANG LEBIH PENTING
Ada keterangan menarik dari Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali,
beliau rahimahullah berkata,
فأفضل الصيام أن لا يضعف البدن حتى يعجز عما هو أفضل منه من القيام بحقوق الله تعالى أو حقوق عباده اللازمة. فإن أضعف عن شيء من ذلك مما هو أفضل منه كان تركه أفضل
فالأول: مثل أن يضعف الصيام عن الصلاة أو عن الذكر أو عن العلم كما قيل في النهي عن صيام الجمعة ويوم عرفة بعرفة أنه يضعف عن الذكر والدعاء في هذين اليومين. وكان ابن مسعود يقل الصوم ويقول: إنه يمنعني من قراءة القرآن وقراءة القرآن أحب إلي فقراءة القرآن أفضل من الصيام نص عليه سفيان الثوري وغيره من الأئمة. وكذلك تعلم العلم النافع وتعليمه أفضل من الصيام وقد نص الأئمة الأربعة على أن طلب العلم أفضل من صلاة النافلة والصلاة أفضل من الصيام المتطوع به فيكون العلم أفضل من الصيام بطريق الأولى...
والثاني: مثل أن يضعف الصيام عن الكسب للعيال أو القيام بحقوق الزوجات فيكون تركه أفضل
"Puasa sunnah yang paling utama ialah yang tidak menyebabkan fisik melemah untuk menjalankan;
- hak-hak Allah,
- dan hak hamba-hamba Allah yang bersifat wajib.
Apabila menjalankan puasa sunnah dapat mengakibatkan fisiknya melemah untuk menjalankan hak Allah dan hak para hamba yang hukumnya lebih utama maka akan lebih baik jika dia tidak berpuasa.
Contoh untuk yang pertama [berkaitan hak Allah], ialah jika puasa melemahkan dari ibadah shalat, dzikir, atau yang terkait dengan ilmu agama, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama tentang hikmah dilarangnya berpuasa sunnah pada hari Jum'at dan hari Arafah bagi yang yang berada di Arafah (jamaah haji), yaitu karena puasa dapat melemahkan tubuh dari berdzikir dan berdoa di dua hari tersebut (hari Jum'at dan hari Arafah).
Abdullah bin Mas'ud ialah termasuk yang jarang berpuasa sunnah.
▫️ Beliau menjelaskan, 'Jika berpuasa, saya menjadi tidak kuat membaca Al-Qur'an. Sedangkan membaca Al-Qur'an lebih saya sukai.' [- SANADNYA SHAHIH- Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (Al-Mushannaf, 8909)]
Hal itu karena membaca Al-Qur'an lebih utama daripada puasa sunnah, sebagaimana ditegaskan oleh Sufyan ats-Tsauri dan selain beliau dari kalangan para imam.
Demikian pula amalan mengkaji ilmu yang bermanfaat dan mengajarkannya, ini juga lebih utama daripada puasa sunnah. Imam yang empat telah menjelaskan bahwa mengkaji ilmu agama lebih utama daripada shalat sunnah. Sedangkan shalat sunnah lebih utama dari puasa sunnah. Sehingga sisi lebih utamanya ilmu daripada puasa sunnah tentu jadi lebih mesti lagi...
Contoh keadaan kedua [berkaitan hak sesama], seperti jika puasa dapat membuat lemah dari bekerja untuk memberi nafkah pada keluarga, atau dari memenuhi hak-hak para istri. Dalam kondisi ini yang lebih utama ialah tidak berpuasa." (Latha'if al-Ma'arif, hlm. 125)
Perlu diingat kembali penjelasan awal beliau di atas, 'Puasa sunnah yang paling utama ialah yang tidak menyebabkan fisik melemah dari..'.
Dari sini, kita mendapatkan dua pelajaran penting dari penjelasan beliau di atas;
Pertama, ketika seseorang bisa menghimpun antara puasa sunnah dengan amalan lainnya tentu ini sangat baik.
Kedua, saat puasa sunnah mengakibatkan perkara yang lebih utama terbengkalai maka yang afdal tidak berpuasa sunnah. Jangan memaksakan diri untuk tetap melakukannya.
Penjelasan yang mirip dengan keterangan Ibnu Rajab juga bisa kita dapatkan di asy-Syarh al-Mumti' (VI/472), meski dengan konteks yang sedikit berbeda. Hanya kepada Allah kita memohon petunjuk.
BERPUASA SUNNAH SAAT MASIH MEMILIKI HUTANG PUASA
Terlepas dari hukumnya boleh atau tidak berpuasa sunnah ketika masih memiliki hutang puasa, tapi yang jelas, yang terbaiknya ialah menyelesaikan hutang puasa lebih dulu.
▪️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,
التطوع بالصيام قبل قضاء رمضان لا شك أنه خلاف الأولى؛ لأن العقل يقتضي أن الواجب قبل التفل.. وهذا متفق عليه أن الأولى أن يبدأ بالقضاء قبل التطوع
"Tidak diragukan, bahwa berpuasa sunnah sebelum melunasi hutang puasa wajib menyelisihi amalan yang lebih utama, sebab secara akal amalan yang wajib lebih diprioritaskan daripada yang sunnah... Dan hal ini disepakati (oleh seluruh ulama), bahwa yang paling baik ialah menyelesaikan hutang puasa lebih dulu baru kemudian menjalankan yang sunnah." (Ad-Durus al-Fiqhiyyah, II/84)
☑️ Pernah ada yang bertanya kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
إِنَّ عَلِيَّ أَيَّامًا مِنْ رَمَضَانَ، أَفَأَصُومُ الْعَشْرَ تَطَوُّعًا؟
"Saya memiliki hutang puasa Ramadhan beberapa hari. Apakah saya boleh berpuasa sunnah di 10 hari pertama Dzulhijjah?"
✅ Abu Hurairah menjawab, 'Jangan.' Orang itu kembali bertanya, 'Mengapa?' Beliau radhiyallahu 'anhu pun menjawab,
ابْدَأْ بِحَقِّ اللَّهِ، ثُمَّ تَطَوَّعْ بَعْدَمَا شِئْتَ
"Mulailah dengan menunaikan hak Allah kemudian berpuasa sunnah-lah sesuai keinginanmu." -ATSAR SHAHIH- Diriwayatkan Abdurrozzaq (Al-Mushannaf, 7715)
Bahkan meskipun berada pada waktu-waktu yang afdal berpuasa sunnah, seperti bulan al-Muharram dengan Asyura yang ada di dalamnya, maupun waktu-waktu lain yang dianjurkan untuk berpuasa di waktu tersebut, maka tetap, men-qadha di saat itu lebih utama.
▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
الأولى أن يبدأ بالقضاء، حتى لو مر عليه عشر ذي الحجة أو يوم عرفة، فإننا نقول: صم القضاء في هذه الأيام وربما تدرك أجر القضاء وأجر صيام هذه الأيام، وعلى فرض أنه لا يحصل أجر صيام هذه الأيام مع القضاء، فإن القضاء أفضل من تقديم النفل.
"Lebih utama men-qadha puasa lebih dulu (daripada melakukan puasa sunnah). Bahkan meskipun jika dia berada pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah atau hari Arafah, maka kami katakan, 'Berpuasalah qadha pada hari-hari tersebut.'
Dan bisa saja di samping mendapatkan pahala men-qadha kamu juga mendapatkan pahala berpuasa pada hari-hari tersebut. Anggaplah tidak mendapatkan pahala berpuasa pada hari-hari itu ketika niat seseorang berpuasa untuk men-qadha, akan tetapi itu tetap lebih utama daripada mendahulukan puasa sunnah." (Asy-Syarh al-Mumti', VI/443)
✍️ -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja
-- Hari Ahadi [Penggalan pembahasan Puasa Sunnah dari ad-Durus al-Fiqhiyyah]
_________________
Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala.
•••
📡 https://t.me/nasehatetam
🖥 www.nasehatetam.net