Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ham (hak asasi manusia) menurut pandangan islam

8 tahun yang lalu
baca 17 menit

BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG HAM?

HAM. Hak asasi manusia. Kata ini demikian bergaung seantero dunia. Di balik namanya yang begitu indah,  tersembunyi hal-hal yang justru terkadang merugikan manusia itu sendiri. Atas nama hak asasi ini,  tak jarang itu justru mengganggu hak pribadi yang lainnya.

Misalnya, banyak orang menuntut hak kebebasan berbicara. Namun praktiknya tak jarang kebebasan berbicara ini justru menyebabkan masyarakat memberontak kepada penguasa yang sah. Sehingga, hak penguasa untuk ditaati pun hilang karena hak manusia lainnya. Maka, perlu kita meninjau pengertian dari HAM ini. tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan kita.


APAKAH ITU HAM?  

Secara bahasa, Hak Asasi Manusia terdiri dari tiga kata: hak, asasi, manusia.

* Hak, menurut Ramus Besar Bahasa Indonesia, adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.
* Asasi artinya bersifat dasar, tidak bisa diganggu gugat.
* Manusia, Insya Allah sudah jelas,

Sehingga, ditarik dari akar bahasanya, hak asasi manusia adalah kekuasaan pokok yang dimiliki oleh manusia.  Sedangkan menurut undang undang,

"Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia"

Demikianlah definisi HAM yang tertuang dalam Undang-Undang No. Tahun 1999. Sekilas, definisi ini nampak indah. Sekumpulan hak yang dimiliki manusia sejak awal keberadaannya. Hak yang harus dihormati, dijunjung, dan dilindungi oleh siapa pun.

Ya, kedengarannya memang indah. Namun, karena sifatnya yang multitafsir, pengertian ini bisa memiliki sayap yang lebar. Artinya, siapa pun bisa memiliki pandangan yang berbeda dengan HAM dan itu semua bisa masuk ke dalam definisi tersebut. Hak menurut orang ini bisa jadi berbeda dengan hak menurut orang lain, demikian seterusnya.

Praktiknya, HAM yang seharusnya selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai pedoman bangsa hidup mayoritas Indonesia justru condong memihak budaya Barat yang merupakan tempat kelahiran HAM itu sendiri. Tak HAM nilai-nilai berkebalikan dengan Islam dan budaya ketimuran.

Ambillah contoh salah satu kebebasan yang mereka tawarkan adalah kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan mengekspresikan dirinya. Indah bukan kedengarannya? Ya, indah jika diletakkan pada tempatnya. Namun kalau ternyata kebebasan berpendapat ini diaplikasikan untuk orang yang bodoh, bukan ahlinya, dan justru berkebalikan dengan aturannya maka itu justru akan merusak tatanan masyarakat.

Pernah mendengar pendapat bahwa Nabi Muhammad bukan Nabi yang terakhir?
Pernah mendengar selentingan bahwa Quran hanyalah sebuah buku hasil karya budaya Arab, bukan wahyu, dan tidak memiliki sakralitas?
Atau mungkin pembaca sekalian risih melihat anak-anak remaja menongkrong di perempatan jalan dengan rambut dan dandanan khas punk?

"Jangan salahkan mereka mereka kan punya HAM untuk pendapat mengeluarkan dan mengekspresikan diri". Begitukah yang benar? Tentu tidak!

Tidak semua orang bisa diterima pendapatnya. Karena itulah, Allah melarang Nabi-Nya untuk mengikuti pendapat mayoritas manusia. Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah, mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira (terhadap Allah). [Q S.  Al-An'am:116]

As Sa'di rahimahullah mengatakan: "karena mayoritas manusia telah menyimpang dalam agama, kelakuan, dan keyakinannya. Agamanya rusak, kelakuannya mengikuti hawa nafsu, dan keyakinannya tidak benar serta tidak menyampaikan ke mereka hanyalah mengikuti persangkaan. Padahal, persangkaan ini tidak bisa sedikit pun menggantikan kebenaran. Mereka mengira ngira, lalu berbicara atas nama Allah sesuatu yang tidak mereka ketahui. Pantaslah Allah memperingatkan hambanya dari orang yang demikian ini"

Ya, kalau kita ikuti kebanyakan manusia, kita akan tersesat. Kalau kita menampung pendapat seluruh tanpa memandang apakah dia ahli dalam bidangnya atau tidak, niscaya akan rusak tatanan di masyarakat kita.

Makanya, tidak semua pendapat bisa kita terima, tidak semua pendapat boleh untuk diekspresikan. Inilah salah satu contoh kerusakan karena meletakkan HAM tidak pada porsinya.

HAM PUN HARUS DIKEKANG

Karena memiliki pengertian dan tafsiran yang demikian luas, tentunya HAM harus dibatasi dengan timbangan Al Quran dan hadits. Keduanya merupakan timbangan mutlak dalam menghukumi benar atau tidaknya sesuatu. Terlebih, saat mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam memahami HAM.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"Jika kalian berselisih dalam suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasulullah,  jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal lebih baik dan lebih bagus akhirnya." [Q.S.  An-Nisa:59]

Maka dari itu, sudah sepantasnya HAM ini diserahkan urusannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan dengan membebaskan semua orang berpendapat dengan dalih HAM. Hal ini akan menyebabkan akhir yang baik, bersatunya seluruh umat di atas kebenaran.  Allahu a'lam.


Islam adalah agama sempurna.
Yang menyempurnakannya pun Rabb yang Maha Mengetahui, Maha Hikmah, dan Maha Penyayang terhadap semua hamba-Nya.
Tak terkecuali, urusan hak asasi manusia pun diatur di dalam agama ini.
Tidak dengan sembarangan.
Tidak dengan persangkaan.
Tidak dengan opini dan pendapat.
Namun dengan adil, berdasarkan wahyu Rabbul'alamin.


Alkisah, dahulu Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar Salman Al Farisi pun dipersaudarakan dengan Abu Darda radhiyallahu 'anhuma . Suatu hari, Salman mengunjungi Abu Darda. Kebetulan Abu Darda' sedang pergi. Salman pun bertemu dengan Ummu Darda ' radhiyallahu 'anha. Dia melihat Ummu Darda' terlihat kumal. Salman bertanya, "Ada apa denganmu?"

"Saudaramu itu, Abu Darda tidak memiliki hasrat terhadap dunia sedikit pun" jelasnya.

Datanglah Abu Darda. Dia pun membuatkan makanan untuk Salman. "Makanlah. Aku sedang puasa", [tidak ikut makan bersamamu].

Salman menjawab, "Aku akan makan kalau engkau tidak makan". Maka Abu Darda ikut makan.

Saat malam, Abu Darda hendak melakukan shalat. Salman mengatakan, "Tidurlah."  Maka Abu Darda tidur menuruti perintahnya.

Kemudian, dia bangun lagi untuk melaksanakan shalat. Namun Salman mengatakan"Tidurlah". Demikian lalu saat malam hampir berakhir, Salman membangunkannya. "Bangunlah sekarang" Keduanya pun bersama menunaikan shalat.

Setelah shalat, Salman mengatakan, "Sesungguhnya engkau memiliki hak yang harus ditunaikan kepada Rabbmu.  Sesungguhnya engkau memiliki hak yang harus ditunaikan kepada badanmu Sesungguhnya engkau memiliki hak yang ditunaikan kepada keluargamu. Berilah setiap pemilik hak apa yang dia miliki."

Saat dilaporkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau pun membenarkan Salman. H.R.  Al Bukhari no 1832 dan no 5634l.

Saudara pembaca yang semoga Allah rahmati. Demikianlah Islam sangat mengerti adanya hak-hak bagi segala hal.

Allah memiliki hak. Rasulullah memiliki hak, Anak, istri, ayah, ibu memiliki hak. Bahkan binatang pun memiliki hak. Semuanya telah diatur dengan adil dan sempurna dalam syariat Islam. Semua haknya dipenuhi tanpa dikurangi. Namun sayang, tak sedikit manusia yang justru menganggap bahwa Islam mengurangi hak-hak manusia.

HAK ASASI WANITA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Para pegiat HAM sangat risih melihat kaum Wanita di dalam Islam. Mereka menyangka Wanita sangat Mereka dirugikan haknya pun mempropagandakan emansipasi wanita, kesetaraan gender atau apalah istilahnya.

Mereka menuntut mereka adanya kesamaan antara wanita dan laki-laki. Benarkah begitu? Tunggu dulu. Marilah sejenak kita melihat kilas balik sejarah masa jahiliah. Kala itu, wanita seakan tidak memiliki hak hidup. Jika ada anak wanita yang lahir sebagai keturunan mereka, tak sedikit dari mereka yang tidak segan-segan  mengubur anaknya. Aib, pikir mereka.

Allah menceritakan kelakuan mereka ini dalam firman-Nya yang artinya, "Dan jika seseorang dari mereka diberi kabar dengan(kelahiran)  anak perempuan hitamlah(merah padamlah)  mukanya,  dan dia sangat marah,  la menyembunyikan dirinya dari orang banyak,  disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya.  Apakah akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah(hidup-hidup)?  Ketahuilah,  alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu [Q.S.  An-Nahl:  58-59]

Islampun datang mengajarkan rahmat tanpa memandang jenis kelamin. Islam menjaga kehidupan pemeluknya termasuk wanita,

"Allah mengharamkan kalian durhaka kepada ibunda, mengubur bayi wanita, dan mengabaikan kewajiban harta serta meminta-minta" [HR. Al Bukhari no 2277]

Tak hanya itu, Islam bahkan mendahulukan bakti kepada ibu kita daripada ayah. Saat ditanya siapa yang paling berhak untuk diberikan baktinya, Rasulullah menjawab, "Ibumu." Kemudian siapa?" "Ibumu."  Kemudian siapa?  "Ibumu"."Kemudian siapa?" ditanya tiga kali, barulah beliau menjawab, "Ayahmu". [H.R.  Al-Bukhari dan Muslim]

Namun begitu laki-laki jelas berbeda dengan wanita. Karenanya, Allah pun tidak menyamaratakan antara keduanya. Allah membebani dengan beban yang berbeda.

Si lelaki wajib menafkahi wanita. Si wanita wajib untuk menjaga urusan rumahnya. Yang tentu, ini sudah disesuaikan dengan kadar dari masing-masingnya. Bukan berarti si wanita dirugikan dengan hal itu. Hal tersebut justru sebagai bentuk keadilan bagi kedua belah pihak

Contoh lain tentang beban yang berbeda antara laki laki dan wanita, jika laki-laki diperintahkan untuk berjihad, maka wanita cukup untuk berhaji. Pernah suatu saat, ada seorang wanita meminta izin kepada Nabi untuk berjihad.  Nabi pun menjawab yang artinya, "Jihad kalian adalah haji." (H.R.  Al-Bukhari no.  28751.

Adil bukan?

Di sisi lainnya, Islam mengerti bahwa wanita bisa saja menjadi umpan setan bagi jika tidak diberi laki-laki yang layak. perlindungan yang layak. Ya, sungguh benar sabda Nabi bahwa wanita adalah godaan terbesar lelaki. Sebut saja nama para tokoh yang tersungkur karena godaan wanita, niscaya akan banyak daftarnya.

Maka dari itu Islam menutup celah ini tanpa merampas hak-hak kebebasan mereka. Islam memerintahkan berhijab, bukan demi membatasi mereka namun menjaga kemuliaan dan kehormatan mereka. Dan Islam pun tetap memberi mereka peluang untuk menuntut ilmu membantu pekerjaan lelaki dan keluar rumah demi hajatnya.

Marilah kilas balik pada perkara lainnya. Dahulu, zaman Jahiliah, wanita tidak diberi hak untuk mewarisi.  Bahkan, mereka layaknya budak yang bisa diwariskan, seperti harta benda dan hewan ternak. Islam pun datang. Islam memberikan hak mewarisi untuk wanita Anak wanita mewarisi setengah dari saudara laki-lakinya. Jumlah warisan yang setengah ini pun bukan kezaliman, tapi justru karena keadilan.

Ingatlah bahwa seorang lelaki merupakan tulang punggung keluarga. Kewajiban nafkah ada di pundaknya. Berbeda dengan wanita. Dia bisa membantu nafkah keluarganya, namun itu bukan menjadi kewajibannya. Makanya, wanita mendapatkan setengah dari hak pria.

Wanita dahulu sering dipukuli, dianiayai, dan disakiti. Sekarang, Islam melarang para suami untuk menyakiti istrinya. Kecuali, dalam rangka memberi pelajaran. Dan itu pun hanya boleh pukulan yang tidak menimbulkan bekas lebam. Padahal, memukul ini merupakan alternatif pelajaran terakhir setelah tahapan yang lainnya.

Masih banyak hak asasi wanita yang diperhatikan oleh Islam. Sekali lagi, tentu hak yang Islam berikan merupakan hak yang paling adil. Jika kurang dari batasan itu, akan menzalimi wanita. Jika lebih dari itu, justru akan mengakibatkan si wanita dan masyarakat sekelilingnya dalam bahaya.

Semoga yang sedikit ini bisa menjadi bantahan bagi mereka yang mengatakan bahwa lslam telah berlaku tidak adil bagi wanita.


TAHUKAH KAMU?


Magna Charta dianggap sebagai tonggak awal perjalanan perjuangan Hak Asasi Manusia.  Meski sangat jauh sekali dari makna kesetaraan HAM sendiri. Piagam Magna Charta terjadi pada tahun 1215M. Yang isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan hanya bagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan.

Adapun perbudakan sendiri, baru mulai digagas penghapusannya di Amerika pada abad ke-19. Dan itu pun melalui perjuangan yang sengit melawan para pejabat yang mendukung tetap adanya budak. Presiden Amerika yang paling terkenal dalam menyuarakan kampanye antiperbudakan ialah Abraham Lincoln.



ISLAM VS KEMERDEKAAN BUDAK

Perbudakan adalah salah satu hal yang dikritik di dalam Islam oleh para pegiat HAM. Tak lain, hal ini dikarenakan Islam memiliki hukum mengenai budak. Dengan adanya hukum tentang budak berarti Islam melegalkan dan mengakui kepemilikan budak.

Saudaraku pembaca Tashfiyah yang semoga dirahmati Allah, kalau kita dalami ajaran syariat yang mulia ini tentang budak justru membantah pernyataan para pegiat HAM itu. Syariat Islam dalam masalah perbudakan adalah syariat yang sangat adil. Syariat yang dipenuhi kasih sayang, persamaan derajat, dan ihsan terhadap makhluk. Mau bukti?

Pertama, perbudakan sudah ada sejak sebelum Islam. Lalu dalam Islam, sebab perbudakan sangat disempitkan. Islam hanya menjadikan satu sebab kepada perbudakan satu-satunya sebab beliau itu ialah jika dalam peperangan pihak kafir kalah dan ditawan, maka kaum muslimin bisa menjadikannya budak.

Dan itu pun adalah salah satu pilihan. Ada dua pilihan lainnya: bebas dengan membayar tebusan. atau dibebaskan tanpa tebusan: tergantung dari keputusan pemimpin kaum muslimin.

Adapun selain ajaran Islam, budak bisa didapat dari perang. orang tua yang miskin lalu menjual anaknya, atau dengan penculikan, perampasan, penyerangan, dan human trafficking alias jual beli manusia.

Perlu kita ingat, sekitar abad ke- 16 dan 17, permintaan budak di Amerika meledak. orang dari Eropa menyerang kampung-kampung di Afrika dan menangkapi orangnya. Lelaki, wanita, tua, muda, tidak ada bedanya. Lalu mereka menjualnya sebagai budak di Amerika.

Kedua, Islam mewajibkan untuk berbuat baik terhadap budak. Bahkan, Islam menyebut bahwa budak adalah saudara bagi orang-orang yang merdeka.

Suatu saat, ada yang bertanya kepada Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, kenapa beliau memakai baju yang sama mewahnya dengan budaknya Beliau pun menjawab bahwa dulu beliau dan budaknya pernah bertengkar, lalu Abu Dzar mencela ibu si budak yang non-Arab. Budak itu pun melapor kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.  Beliau pun marah dan bersabda:

"Mereka adalah saudaramu.  Allah yang menjadikannya di bawah kekuasaan kalian. Maka siapa saja yang Allah menguasakan baginya saudaranya, hendaklah dia makan dengan makanan yang sama, dia berpakaian dengan pakaian yang sama, janganlah membebaninya dengan yang tidak dia mampui, dan kalau memang dia membebaninya yang tidak dia mampui, hendaknya dia bantu saudaranya itu" [H.R.  Al-Bukhari no.  5590 dan Muslim no.  31401]

Contoh lainnya, tahukah Anda, siapa Zaid bin Haritsah radhiyallahu 'anhu? Beliau adalah budak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Suatu saat, ayahnya datang kepada Rasulullah ingin menebus Zaid untuk diajak pulang ke negerinya. Apa yang dilakukan Rasulullah ?

Beliau menyerahkan keputusan kepada Zaid sendiri. Jika dia mau, dia bisa pulang bersama ayahnya, gratis tanpa tebusan. Atau kalau tidak, dia bisa tetap tinggal bersama Rasulullah.Lantas apa pula jawaban Zaid? Tetap ingin tinggal bersama Rasulullah sebagai budak.

Bukankah ini menunjukkan kasih sayang terhadap yang Indah bukan, saudaraku?

Berbeda 180 derajat dengan budak-budak selain Islam. Mereka sangat direndahkan, dilecehkan, bahkan dianggap bukan manusia! Mereka sebatas layaknya hewan dan benda diperas dibanting tulangnya, lalu tidak diberi makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak.

Abad ke-14 hingga 18, pedagang budak Eropa membawa budak ke Amerika di dalam sebuah kapal. Perjalanan ini berlangsung 8-10 minggu. Budak-budak dtempatkan pada satu dek. Mereka berdesak-desakan di sana.

Kejamnya lagi, makanan sedikit dan tidak ada toilet bagi mereka. Sehingga mereka makan, buang air, dan muntah di tempat yang sama. Penyakit pun sudah biasa. Mereka yang hendak lari dengan berenang pun tidak bisa. Para pedagang itu menempatkan jaring di sisi kapal agar tidak ada yang lari. Karena budak yang lari merupakan kerugian bagi mereka.  Allahulmustaan

Ketiga, baik budak maupun orang merdeka memiliki kedudukan yang sama. Allah berfirman yang maknanya, "Sesungguhnya yang paling mulia dari kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa" [Al-Hujurat:13].

Tidak ada yang membedakan budak dengan merdeka kecuali takwanya. Bahkan budak memiliki kesempatan meraup pahala yang lebih besar daripada tuannya. Rasulullah pernah bersabda yang artinya, "Seorang budak sahaya yang shalih mendapatkan dua pahala." [H.R.  Al-Bukhari dan Muslim].

Keempat, Islam memiliki sebab yang banyak dalam pembebasan budak. Jika si tuan melukai budaknya, budaknya otomatis merdeka. Kaffarah zhihar membebaskan budak. Kaffarah sumpah membebaskan budak. Kaffarah menggauli istri siang hari Ramadhan membebaskan budak. Kaffarah membunuh muslim tanpa dia sadari, membebaskan budak.

Tidak hanya itu, membebaskan budak memiliki pahala yang sangat besar "Siapa saja yang membebaskan budak muslim,  maka Allah akan membebaskan setiap anggota badannya semisal anggota badan budaknya itu dari api neraka,  hingga kemaluannya dibebaskan dengan kemaluan budaknya" (H.R.  Al-Bukhari dan Muslim].

Siapa yang tidak tergiur dengan janji ini?

Cukuplah kiranya dengan keempat poin ini mencerminkan keindahan Islam bahkan dalam masalah perbudakan, Sesungguhnya, masih banyak hal lainnya yang bisa menjadi cerminan indahnya Islam,

Dan perlu kita ingat, Islam datang 14 abad silam. Sekitar abad ke-6. Dimana perbudakan merupakan hal yang sangat lumrah pada waktu itu. Saat piagam hak asasi manusia semacam Magna Charta sama sekali belum ada. Islam sudah menatanya dengan baik dan sempurna.

Inilah syariat yang berasal dari wahyu, sempurna dan adil dalam segala aspeknya. Dan syariat ini tidak hanya relevan di salah satu zaman saja,  Syariat ini akan tetap relevan dan tetap berlaku sepanjang Zaman semua bangsa, dan seluruh tempat.

____________

Ditulis oleh Ustadz Abdurrahman hafizhahullah
Telah dipublikasikan di Majalah Tashfiyah Edisi 32 Volume 3 1435H
Disalin oleh Happy Islam