Al-Ustadz Abdullah al-Jakarty
Alhamdulillah, kami bukan anak gaul yang sebagian besar dari mereka bangga dengan penampilan yang up to date (mengikuti perkembangan zaman), atau merasa memiliki kelebihan karena pergaulan yang luas, mengikuti tren fashion dan musik, dan berbicara berbau keinggris-inggrisan. Sebagian mereka tidak risi ketika bergaul tanpa memerhatikan etiket pergaulan: bagaimana bergaul dengan orang tua, berbicara yang baik, atau bermuamalah/bergaul secara umum dengan cara yang baik. Alhamdulillah, Allah memberi kami taufik untuk berusaha bergaul dengan pergaulan yang baik.
Banyak hal yang penting untuk diperhatikan dalam pergaulan yang baik, yang di antaranya akan disebutkan di bawah ini.
Pertama, Menghormati Orang Lain
Menghormati dan menempatkan orang lain sesuai dengan kedudukannya adalah salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam pergaulan. Dengan hal ini orang akan merasa dihargai sehingga terjalin hubungan baik antara kita dan dia. Lebih dari itu, Islam pun mengajari kita untuk berbuat demikian. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Apabila datang kepada kalian seorang pembesar kaum, muliakanlah dia.” (HR. Ibnu Majah no. 3712, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibni Majah no. 2991)
Dalam hadits yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Tidaklah termasuk (petunjuk/adab) kami orang yang tidak menghormati orang tua dan tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Ahmad dan al-Hakim, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 5443)
Kedua, Bersikap Lemah Lembut kepada Sesama Manusia
Sikap rifq (lemah lembut) harus ada dalam muamalah atau pergaulan dengan sesama, karena dengannya akan tercipta hubungan yang baik. Tentang hal ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ
“Maka oleh sebab rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu.” (Ali ‘Imran: 159)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu melainkan pasti menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan pasti menjelekkannya.” (HR. Muslim no. 2594)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat anjuran agar seseorang bersikap lemah lembut dalam setiap urusan; dalam muamalah (pergaulan) dengan istrinya, dengan saudara-saudaranya, dengan teman-temannya, dan dengan manusia secara umum. Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut dan mencintai kelemahlembutan.” (Syarh Riyadhush Shalihin 3/578)
Ketiga, Menjaga Perasaan Orang Lain
Menjaga perasaan orang lain adalah hal yang dituntut dalam pergaulan, yang dengannya seseorang akan disenangi. Berbeda halnya dengan orang yang tidak berusaha menjaga perasaan orang lain, berbicara seenaknya, bahkan sengaja menyakiti perasaan orang lain. Sangat disayangkan, sebagaian remaja—yang katanya anak gaul—tidak memerhatikan masalah ini. Mereka biasa menyebut atau memanggil temannya “Goblok” atau yang semisalnya, padahal ucapan seperti ini bisa menyakiti perasaan temannya. Bagi mereka, memang seperti itulah cara bergaul.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ ، وَلَا يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا-يُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ-بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh dia menzalimi, menelantarkan, dan menghina saudaranya. Takwa itu ada di sini.” Beliau menunjuk ke dada beliau tiga kali. “Cukuplah seseorang dikatakan jahat ketika merendahkan saudaranya se-Islam.” (HR. Muslim no. 2564)
Di antara bentuk pergaulan yang baik adalah menjaga perasaan orang dari hal-hal yang dapat menyakitinya. Namun, hal ini jangan disalahpahami sehingga dijadikan alasan meninggalkan nasihat yang baik atau amar ma’ruf nahi mungkar karena khawatir menyinggung perasaan orang lain.
Keempat, Berjumpa dengan Wajah Berseri dan Tersenyum
Di antara petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam bermuamalah adalah berwajah ceria dan tersenyum ketika bertemu dengan saudara. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Jangan kauremehkan satu kebaikan pun walau sekadar menjumpai saudaramu dengan wajah berseri.” (HR. Muslim no. 2626)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sudah seharusnya seseorang menemui saudaranya dengan wajah yang berseri, perkataan yang baik agar mendapat pahala, cinta, dan persahabatan; serta menjauhi sikap takabur, merasa tinggi di atas para hamba Allah.” (Syarh Riyadhush Shalihin 4/61)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin al-Harits bin Jaza’, disebutkan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling sering tersenyum. ‘Abdullah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih sering tersenyum daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.” (HR. at-Tirmidzi no. 3641, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 2880)
Kelima, Mencukupkan Diri dengan Perkataan yang Baik
Seseorang yang hanya mengucapkan perkataan yang baik akan disenangi dalam muamalahnya. Lebih dari itu, hal ini pun diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadits di atas, “Apabila seseorang ingin berbicara, hendaknya dia berpikir terlebih dahulu. Apabila tampak bahwa apa yang hendak dia bicarakan itu tidak memiliki dampak buruk, silakan dia berbicara. Namun, jika ada dampak buruk, atau dia ragu-ragu, janganlah dia berbicara.” (Syarh al-Arba’in al-Imam an-Nawawi hlm. 249)
Keenam, Mendengarkan Orang yang Berbicara kepada Kita
Di antara bentuk pergaulan baik adalah mendengarkan dengan baik orang yang berbicara kepada kita. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, “Orang yang duduk kepadaku memiliki tiga hak atasku: aku memandangnya apabila menghadapnya, melapangkan tempat baginya apabila dia duduk, dan mendengarkannya apabila dia berbicara.” (‘Uyunul Akhbar 1/307)
Ketujuh, Husnuzhzhan (Berbaik Sangka)
Di antara hal yang penting diperhatikan oleh seseorang ketika bermuamalah dan bergaul dengan saudaranya sesama muslim adalah mengedepankan sikap baik sangka. Dengan sikap ini akan tetap terjalin hubungan baik antara dirinya dan orang yang berteman atau bermuamalah dengannya. Sebaliknya, sikap buruk sangka akan merusak hubungannya dengan saudaranya. Lebih dari itu, Allah melarang kita untuk berburuk sangka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu (adalah) dosa.” (al-Hujurat: 12)
Kedelapan, Tidak Mudah Marah
Mudah marah adalah perangai jelek yang dapat merusak hubungan antarsaudara atau antarteman dan menjadi sebab seseorang tidak disukai orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak mudah marah dan lapang dada akan disenangi banyak orang. Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي. قَالَ: لَا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لَا تَغْضَبْ
“Bahwasanya seseorang berkata kepada Nabi, ‘Berilah saya wasiat.’ Beliau berkata, ‘Janganlah engkau marah.’ Orang itu mengulang-ulang perkataannya, tetapi Rasulullah tetap bersabda, ‘Janganlah engkau marah’.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 6116)
Kesembilan, Bersyukur kepada Orang yang Berbuat Baik kepada Kita
Ada sebuah hadits yang mengingatkan kita untuk bersyukur kepada orang yang berbuat baik kepada kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَا يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia.” (HR. Abu Dawud no. 4811, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no. 4026)
Kesepuluh, Menepati Janji
Seseorang akan disukai oleh semua orang ketika dalam pergaulannya selalu menepati janjinya. Sebelum itu, Allah telah memerintah kita untuk menepati janji-janji yang kita buat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji.” (al-Maidah: 1)
Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Ini perintah Allah subhanahu wa ta’alaepada para hamba-Nya yang beriman, dengan sesuatu yang menjadi konsekuensi keimanannya, untuk menepati janji-janji, yaitu menyelesaikan dan menyempurnakannya, tidak membatalkan ataupun menguranginya.” (Taisirul Karimir Rahman)
Kesebelas, Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Ketika seseorang memberi maaf kepada saudaranya, selain akan diberi kemuliaan oleh Allah, dia juga akan disenangi dalam pergaulan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
“Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba yang memaafkan orang lain selain kemuliaan.” (HR. Muslim no. 2588)
Dalam hadits di atas terdapat anjuran agar seseorang memaafkan orang lain yang berbuat jelek kepada dirinya dan Allah akan menambah kemuliaannya.
Demikianlah sebagian hal yang penting untuk diperhatikan dalam bermuamalah/bergaul. Semoga Allah memberi kita taufik untuk bergaul dengan pergaulan yang baik yang sesuai dengan bimbingan agama.
Dikutip dari Majalah Qonitah