Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi juwairiyah bintu al harits

5 tahun yang lalu
baca 11 menit

WANITA MULIA PENUH KEBERKAHAN

Biografi Juwairiyah bintu Al Harits
Biografi Juwairiyah bintu Al Harits

Sosok Pribadi 

Ummul Mukminin Juwairiyah bintu Al Harits. Beliau adalah sosok wanita mulia di tengah Bani Musthaliq. Kemuliaan beliau di antara sebabnya adalah karena kedudukan ayahnya -Al Harits bin Abi Dhirar- sebagai pembesar kaumnya.

Beliau tumbuh berkembang dalam naungan kepemimpinan ayahnya yang sangat ditaati oleh kaumnya. Sebagaimana dimaklumi bahwa keadaan sebuah keluarga sangat besar dan kuat pengaruhnya bagi perkembangan jiwa seorang anak.

Allah telah menghiasi beliau dari sejak kecilnya dengan sifat-sifat mulia, kelembutan, dan keindahan akhlak serta berbagai keutamaan lainnya. Sifat-sifat yang semakin menambah indah kejelitaannya. Sifat-sifat yang menjadi bekal beliau nantinya untuk menjadi ibunda kaum mukminin, menjadi teladan bagi para wanita yang ingin meraih kemuliaan, serta menjadi salah satu diantara wanita-wanita suci ahlul bait yang memiliki kedudukan penting dalam Islam.

Saat masih belianya beliau telah dinikahkan oleh ayahnya dengan Musafi' bin Shafwan, seorang pemuda dari khuza'ah yang juga merupakan saudara sepupunya. Bagaimana jalan cerita yang mengantarkan beliau masuk dalam ikatan mutiara kenabian dan menjadi salah satu diantara ibunda kaum mukminin? Inilah yang akan kita urai pada lembaran-lembaran berikut:

Awal Kali Cahaya Islam Terpancar

Cahaya Islam telah muncul dan mulai merayap menerangi Jazirah Arabiyah, terkhusus setelah Allah memberikan kemenangan yang gemilang kepada Rasul-Nya dalam Perang Badar. Bahkan setelah peristiwa Perang Khandaq cahaya Islam semakin kuat merambah dan menerangi Jazirah. Kenyataan ini menjadi bukti akan kebenaran risalah Nabi.

Namun hal itu tidak menjadikan Bani Mushthaliq bergerak untuk menyongsong cahaya Islam yang terus menyebar tersebut. Kekalahan mereka ketika menjadi sekutu Quraisy dalam Perang Khandaq tidak menjadi pelajaran buat mereka. Bahkan mereka terus-menerus terlelap dalam selimut jahiliyah di bawah tali kekang pemimpin mereka, Al Harits bin Abi Dhirar. Mereka berusaha bangkit dengan penuh kecongkakan dan kesombongan untuk menghadang dan menghalangi cahaya yang suci tersebut.

Setan pun mulai mengusik, menggoda, dan mempermainkan jiwa-jiwa mereka. Digambarkan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang kuat dan para penunggang kuda yang hebat. Bahwa mereka adalah orang-orang tangguh dan perkasa. Mulailah mereka melakukan berbagai persiapan untuk memerangi kaum muslimin. Semua yang bisa dipersiapkan untuk tujuan tersebut mereka lakukan, baik personil tempur, kendaraan, persenjataan, maupun perbekalan.

Mereka belum juga menyadari bahwa yang akan mereka perangi adalah manusia-manusia mulia, para kekasih Allah. Manusia-manusia yang berusaha mencari kebaikan, keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan abadi. Manusia-manusia yang ingin memberikan manfaat bagi manusia yang lainnya dengan mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan dan kepekatan jahiliyah menuju cahaya hidayah dan kebahagiaan hidup yang sebenarnya.

Hikmah Nubuwah

Berita tentang berkumpulnya kekuatan Bani Mushthaliq untuk menyerang kaum muslimin telah sampai kepada Nabi. Dengan penuh ketenangan dan hikmah Nabi berupaya untuk mengecek kebenarannya. Maka diutuslah Buraidah bin Al Hushaif untuk menakar kekuatan pasukan musuh tersebut. Dari misi tersebut dipastikan bahwa mereka betul-betul telah mempersiapkan diri untuk menyerang dan menghancurkan kaum muslimin serta memadamkan cahaya Islam.

Buraidah pun kembali ke Madinah dengan membawa berita yang valid tentang kaum tersebut. Beliau kabarkan apa yang dilihat dan didengar dari pembicaraan di antara mereka. Setelah mendengar laporan dari shahabatnya tersebut, segera Nabi menyiapkan pasukan yang terdiri dari 700 orang petempur. Beliau segera memimpin pasukan tersebut menuju kediaman Bani Mushthaliq. Ikut dalam pasukan tersebut ibunda yang mulia, Aisyah.

Sampailah ke telinga Al Harits bin Abi Dhirar dan pasukannya berita pergerakan pasukan Rasulullah menuju tempat mereka. Perasaan takut dan gentar mulai merasuki hati-hati mereka. Semakin pasukan Rasulullah mendekat, semakin kuat rasa takut itu menggoncang mereka. Sampai-sampai sebagian mereka meninggalkan sang pemimpin itu untuk mencari keselamatan diri. Rasa takut telah menguasai mereka. Mereka sangat khawatir ketika mereka lalai atau sedang dibuat mimpi tiba-tiba mereka telah dikepung oleh pasukan muslimin dan para ksatria Islam.

Adapun Rasulullah dan pasukannya telah sampai di wilayah dekat mata air Muraisi'. Karena itu pula peperangan ini dikenal dengan perang Muraisi' dan perang Bani Mushthaliq. Segeralah mereka membuat kemah untuk Rasulullah dan istri beliau. Kemudian mereka segera melakukan persiapan untuk mengepung musuh. Sebelum pertempuran terjadi, Rasulullah meminta Umar bin Khaththab agar menyeru Bani Mushthaliq untuk masuk ke dalam Islam dengan mempersaksikan kalimat tauhid, yang dengan persaksian tersebut akan menjadi pelindung terhadap darah dan harta mereka.

Akan tetapi, Bani Mushthaliq telah dikuasai setan yang terus meniup-niupkan kesombongan dan keangkuhan pada jiwa mereka. Mereka enggan untuk memenuhi ajakan kebenaran dan menerima cahaya hidayah. Bahkan mereka berusaha untuk memulai menyalakan api pertempuran. Salah seorang dari mereka melesatkan anak panahnya hingga mengenai seorang dari pasukan Rasulullah.

Maka beliau segera memerintahkan pasukan untuk menggempur mereka. Terbunuhlah dari mereka sepuluh orang, diantaranya adalah Musafi' bin Shafwan, suami dari Juwairiyah bintu Al Harits. Sedangkan yang lainnya ditawan oleh pasukan muslimin. Jumlah mereka diperkirakan mencapai 700 an orang. Harta-harta mereka pun dijadikan ghanimah sedangkan wanita-wanita dan anak-anak mereka dijadikan budak. Allah telah menolong Rasul-Nya dengan kemenangan yang besar.

Juwairiyah dan Kemenangan Kaum Mukminin

Setelah pertempuran berakhir, Rasulullah dan pasukan beliau kembali ke Madinah dengan menggiring para tawanan dan harta mereka. Ghanimah yang didapatkan demikian banyak sampai mencapai sekitar 2000 ekor unta, 5000 ekor kambing, dan 200 keluarga yang dijadikan budak. Rasulullah membagikan rampasan perang beserta budak-budak yang ada kepada pasukan beliau. Diantara budak-budak tersebut adalah juwairiyah bintu Al Harits.

Juwairiyah merupakan gadis muda dengan segenap kecantikan yang menghias dirinya. 'Aisyah mengungkapkan, "Juwairiyah adalah wanita yang manis menawan. Tiada seorang pun yang memandangnya kecuali akan jatuh hati kepadanya." [H.R. Abu Dawud].

Beliau juga seorang wanita yang cerdas dan memiliki pandangan yang jauh. Keistimewaan ini yang menjadikan beliau tampak berbeda dari budak-budak wanita yang lain. Saat itu beliau jatuh dalam kepemilikan Tsabit bin Qais bin Syammas Al Anshari. Tsabit pun memberikan janji pembebasan untuknya jika membayar 7 'uqiyah1 emas.

Dengan kecerdasannya beliau mengerti bagaimana rendahnya menjadi hamba sahaya. Belum lagi selama ini beliau hidup dalam kemuliaan sebagai putri pembesar kaumnya. Maka beliau menerima tawaran pembebasan tersebut, meskipun yang harus dibayarkan demikian tinggi untuk ukuran harta di masa itu.

Beliau pun berusaha untuk bisa menghadap Nabi yang mulia. Dia memohon kepada Nabi untuk membantu urusannya dan mengisahkan kepada beliau perjalanan hidup yang telah dilewatinya. Beliau berkata, "Wahai Rasulullah. Saya adalah seorang wanita muslimah. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Saya adalah Juwairiyah bintu Al Harits pemimpin Bani Musthaliq. Dan perkara saya tentu tidaklah tersembunyi bagi engkau."

Dalam riwayat lain beliau berkata, "Telah menimpa saya sebuah musibah sebagaimana yang engkau ketahui. Saya jatuh dalam kepemilikan Tsabit bin Qais, dan dia menjanjikan pembebasan diri saya dengan sesuatu yang saya tidak memiliki kemampuan untuk menunaikannya. Saya harus membayar 7 'uqiyah emas untuk bisa bebas. Tidak ada yang memaksa saya menghadap Anda kecuali saya berharap bantuan Anda."

Mendengar ungkapan wanita tersebut Nabi balik bertanya, "Apakah engkau berharap yang lebih baik daripada itu?" Juwairiyah menjawab, "Apa itu wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, "Aku tunaikan pembebasanmu dan aku nikahi dirimu." Allahuakbar... Uluran tangan dari sebaik-baik makhluk untuk Juwairiyah. Lepas dari perbudakan dan menjadi istri Nabi di dunia dan akhirat. Menjadi ibunda bagi seluruh mukminin dan mukminat. Menjadi salah satu diantara para pembesar wanita di dunia dan akhirat.

Al Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Juwairiyah berkata, "Tiga hari sebelum kedatangan Rasulullah dan pasukannya, aku bermimpi seakan rembulan bergerak dari Madinah hingga sampai di pangkuanku. Aku tidak mau menceritakan mimpiku tersebut kepada siapapun. Ketika kami menjadi tawanan, saat itu pula aku teringat dengan mimpiku. Dan aku sangat berharap Allah mewujudkan mimpiku hingga akhirnya Rasulullah membebaskanku dan menikahiku." Disebutkan pula bahwa Rasulullah menikahinya dan saat itu usianya sekitar 20 tahun.

Keberkahan Juwairiyah Bagi Kaumnya

Juwairiyah telah menjadi ibunda bagi kaum mukminin. Tersebarlah berita pernikahan Nabi dengan Juwairiyah ditengah kaum mukminin. Mendengar itu seketika mereka membebaskan budak-budak yang mereka dapatkan dari peperangan dengan Bani Musthaliq tersebut. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah telah menikahi Sayyidah Juwairiyah bintu Al Harits. Dan mereka adalah ipar-ipar Rasulullah. Tidak pantas kita menjadikan mereka sebagai budak." Melihat kejadian tersebut, Aisyah berkata, "Kami tidak pernah mendapati seorang wanita pun yang lebih besar keberkahannya dibandingkan dia." Allah telah membebaskan dengannya 100 keluarga Bani Musthaliq. Sikap kasih sayang kaum mukminin inilah yang menjadi sebab mereka bersegera masuk ke dalam Islam. Semua ini menjadi sebab semakin besarnya kekuatan kaum muslimin.

Ibnu Abdil Bar menyebutkan dalam kitab Al Isti'ab, "Beliau asalnya bernama Barrah. Kemudian Rasulullah mengubah namanya menjadi Juwairiyah. Rasulullah menikahi Juwairiyah pada tahun ke-5 H."

Kehidupan Juwairiyah sebagai Istri Nabi

Beliau telah mendapatkan kesejukan mata dan ketentraman hati dengan menjadi istri Nabi. Beliau mendapatkan bimbingan dan teladan langsung dari Nabi dalam menjalankan tugas sebagai hamba Allah di kehidupan dunia ini. Cahaya nubuwah benar-benar telah memoles sosok wanita mulia ini untuk menjadi teladan bagi para wanita umat ini. Beliau seorang ahli ibadah, penyabar, pemurah, dan penyampai ilmu Nabi kepada umat. Diantara sahabat Nabi yang telah meriwayatkan hadis beliau adalah Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah, Ibnu Umar, dan yang lainnya. Beliau telah meriwayatkan 7 hadis. Diantaranya 1 hadis dalam Shahih Al-Bukhari dan 2 hadis dalam Shahih Muslim.

Al Imam Muslim telah meriwayatkan dalam shahihnya bahwa Juwairiyah berkata, "Suatu pagi Rasulullah datang ke rumahku dalam keadaan aku sedang salat sunnah. Beliau kemudian keluar untuk keperluannya. Mendekati tengah hari beliau datang kembali. Beliau bertanya, 'Apakah engkau sejak pagi tadi masih di tempatmu ini?' Aku menjawab, 'Iya'. Beliau bersabda, "Maukah aku ajari beberapa kalimat yang mampu menandingi salat sunnah yang engkau laksanakan sejak tadi pagi? Ucapkanlah:

 سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقَهِ وَرِضَى نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ 

"Mahasuci Allah dengan segala pujian untuk-Nya, sebanyak makhluk-Nya, sebanyak rida-Nya, seberat Arsy-Nya, dan sebanyak kalimat-Nya."

Sepeninggal Rasulullah, para ummahatul mukminin dimuliakan oleh para Khulafaur Rasyidun, demikian juga para khalifah dari Bani Umayyah.

Juwairiyah berumur panjang hingga khilafah Muawiyyah bin Abi Sufyan. Pada tahun ke-50 H, beliau merasa ajal beliau semakin dekat. Tepat di bulan Rabi'ul awal tahun 50 dia wafat di usia sekitar 70 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi'.


Rujukan:
1. Sirah Ibnu Hisyam (2/497)
2. Siyar A'lamin Nubala (3/504-507)

Sumber: Majalah Qudwah Edisi 73 vol.07 1441H Hal. 32
Oleh:
Atsar ID