Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

berteman itu, jangan begitu!

3 tahun yang lalu
baca 3 menit

Berteman itu, Jangan begitu!

Berteman itu, Jangan begitu!

Mendengar nama Umar bin Abdul Aziz, tentu terbayang figur khalifah yang adil, bijaksana, dan bertakwa. 

Di bawah kepemimpinannya, masyarakat hidup makmur dan sejahtera.

Namun, mengertikah kita bahwa ada proses yang lumayan unik di balik penunjukkan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah?

Tradisi kekhalifahan waktu itu adalah menunjuk anak sebagai putra mahkota yang disiapkan sebagai khalifah pengganti.

Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik sedang sakit keras. Selain anak-anaknya, masih ada adik laki-lakinya bernama Yazid bin Abdul Malik, yang bisa saja ditunjuk sebagai pengganti.

Namun, seorang ulama tabi'in yang menjabat sebagai menteri senior, bernama Raja' bin Haiwah, berusaha untuk mengalihkan penerus khalifah kepada Umar bin Abdul Aziz ; sepupu khalifah Sulaiman.

Ada banyak cerita di balik proses itu. Ringkasnya, Umar bin Abdul Aziz lah yang dilantik menjadi khalifah.

Peran Raja' bin Haiwah sangat strategis dan menentukan!

Siapakah Raja' bin Haiwah?

Adz Dzahabi (Siyar A'lam Nubala) menyebut beliau sebagai, " Imam panutan dan menteri bijaksana". Seorang ahli fikih, periwayat hadis, dan ulama dihormati.

Abu Nuaim al Ashfahani menggelari beliau, " Menteri kepercayaan para khalifah dan umara' ".  (Hilyatul Auliya 5/170)

Sejak masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, beliau sudah dipercaya menjadi penasehat istana. Setelah khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, Raja' bin Haiwah memilih untuk mengundurkan diri dan konsentrasi beribadah.

Dari sekilas ini, sudah cukup tergambar, bagaimana luas dan baiknya konsep pertemanan Raja' bin Haiwah.

Beliau berteman dengan kalangan ulama, berkomunikasi baik dengan para pejabat, memiliki kedekatan dengan rakyat, dan dipercaya dalam kurun waktu yang lumayan lama oleh 4 khalifah.

Lalu, apa konsep pertemanan beliau?

Adz Dzahabi menukil prinsip Raja' bin Haiwah, " Barangsiapa tidak mau berteman kecuali dengan orang yang tidak punya aib, pasti sedikit sekali temannya. Barangsiapa tidak ingin dari temannya kecuali kesempurnaan, pasti akan selalu sempit hatinya. Barangsiapa selalu mencela temannya pada setiap kesalahan yang diperbuat, tentu banyak musuhnya"

Iya...Berteman itu, jangan begitu!

Temanmu adalah cermin dirimu. Jika engkau melihat cacat pada temanmu, artinya itulah cacat yang ada pada dirimu.

Bagaimana engkau menuntut temanmu sempurna, sementara dirimu masih jauh dari sempurna.

Engkau mudah tersinggung dan gampang sakit hati, tetapi mengertikah engkau bahwa temanmu telah sekian lama bersabar untuk tidak tersinggung atau sakit hati kepadamu?

Engkau pikir dirimu terbaik dan selalu benar, padahal kesalahan dan kekuranganmu berusaha dilupakan oleh temanmu.

Engkau sakit hati hanya karena satu kata? Padahal, sudah berapa ribu kata engkau ucapkan dan telah menyakiti hati temanmu.

Bercerminlah! Berteman itu, tidak begitu.

Coba koreksi dirimu! 

Kenapa temanmu sedikit? Kenapa banyak orang tidak cocok denganmu? Kenapa yang pernah menjadi teman, kini pergi meninggalkanmu?

Semoga pertemanan kita adalah pertemanan yang dibangun di atas takwa. Di jalur akidah yang sama. Dalam lajur manhaj yang satu.

Musholla Al Ilmu, Lendah, 04 Nov 2021

(Materi kajian streaming Radio Islam Klaten)


Oleh:
Atsar ID