Arab Saudi adalah Negara Wahabi? Sebenarnya, Apa Itu Wahabi?
SEKILAS INFO:
RAJA SALMAN BERTOLAK DARI RIYADH
Rombongan Sang Khadimul Haramain Raja Salman bin Abdul Aziz tadi malam, Sabtu 28 Jumadal Ula 1438 H / 25 Februari 2017 M telah berangkat meninggalkan Riyadh.
Ini merupakan safari kunjungan resmi ke sejumlah negara, antara lain Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam.
Diberitakan oleh SPA, bahwa selama lawatan kenegaraan, Raja Salman melimpahkan urusan pemerintahan kepada Putra Mahkota al-Amir Muhammad bin Nayef.
Semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi hamba-Nya Raja Salman beserta rombongan. Semoga kunjungan ini memberikan manfaat untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin.
|
Bendera Saudi Arabia
https://pixabay.com/en/saudi-arabia-ksa-arabic-gulf-1151148/ |
ARAB SAUDI DAN WAHABISME
Rencana lawatan Raja Arab Saudi, Salman bin 'Abdul 'Aziz Aalu Su'ud, ke Indonesia insya Allah pada 1-9 Maret 2017 mendatang mendapat sambutan luas dari kaum muslimin Indonesia.
Namun sangat disayangkan, ternyata ada segelintir pihak yang tidak suka dan resah dengan kedatangan Raja negara yang berbendera kalimat tauhid ini. Salah satu penilaian yang didengungkan oleh segelintir pihak tersebut, bahwa kunjungan ini merupakan ekspansi wahabisme (wahabiyyah).
Stigma Wahabisme seakan sulit dilepaskan dari negara Arab Saudi. Stigma itu sengaja dimunculkan untuk menciptakan kesan negatif terhadap negara pengibar panji-panji Tauhid ini.
Maka butuh adanya pencerahan kepada umat Islam tentang apa itu Wahabisme. Karena banyak dari kaum muslimin kadung benci kepada "Wahabisme" tanpa tahu apa hakekatnya.
Berikut penjelasan Samahatu asy-Syaikh al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah,
"Sungguh telah Allah siapkan untuk Islam semenjak masa Rasulullah hingga hari ini para ulama pembaharu yang menyampaikan Islam kepada umat, menjelaskan hukum-hukumnya, membelanya, dan memberikan solusi dengannya atas berbagai persoalan dan urusan umat manusia, serta mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum untuk setiap kejadian yang tidak didapatkan nash dalil padanya.
Para ulama pembaharu tersebut memiliki pengaruh yang sangat menonjol dalam menguatkan wibawa agama di hadapan umat manusia, menghilangkan berbagai kerancuan dan keragu-raguan, dan memerangi berbagai macam maksiat dan bid'ah, serta mengajak umat manusia kepada jalan yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya berada di atasnya.
Demikianlah para ulama pembaharu tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam hal itu, yang darinya membuahkan kekuatan masyarakat muslim, kemajuan umat Islam, dan persatuan barisan kaum muslimin.
Di antara para tokoh dai pembaharu yang paling menonjol adalah Al-Imam asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab, sang mujaddid (pembaharu) abad ke-12 hijriyah, semoga Allah merahmatinya.
Allah telah memberikan taufiq kepada beliau untuk menegakkan dakwah perbaikan/pembaharuan yang sangat besar. Dakwah yang beliau tegakkan telah berhasil mengembalikan kekuatan, kemurnian, dan pengaruh Islam. Dengannya Allah bersihkan Jazirah Arabia dari kesyirikan dan bid'ah, dengannya pula Allah beri mereka hidayah ke jalan yang lurus.
Pengaruh dakwah penuh barakah ini meluas sampai ke banyak penjuru dunia Islam, dan sejumlah ulama padanya terpengaruh dengan dakwah ini.
Di antara sebab terkuat suksesnya dakwah ini, tatkala Allah jadikan untuknya pemerintah yang percaya terhadapnya, membela dan mendukung para da'inya. Yaitu pemerintahan Aalu Su'ud (Keluarga Su'ud), sejak al-Imam al-Mujahid Muhammad bin Su'ud, kemudian dilanjutkan oleh anak cucunya sepeninggal beliau."
Bagaimana Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab?
Samahatu asy-Syaikh al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah,
"Sesungguhnya dakwah al-Imam asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab - rahimahullah - adalah Dakwah Islamiyyah, dakwah yang diserukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang mulia serta diserukan pula oleh salafush shalih.
Oleh karena itu dakwah ini sukses dan meraih pengaruh yang sangat besar, meskipun musuh-musuh dan penentangnya sangat banyak di dunia Islam. Hal ini sebagai bukti kebenaran sabda Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam :
لا تزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله
"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terus berjaya di atas al-haq. Mereka tidak akan dirugikan oleh siapapun yang melecehkan dan menentang mereka, hingga datang perintah Allah." [ Muttafaqun alaihi ]
Dakwah ini meskipun merupakan rangkaian dakwah pembaharuan, terhubung dengan madzhab salaf yang telah mendahuluinya, di samping dakwah ini juga tidak keluar dari madzhab salaf, hanya saja dakwah ini perlu upaya yang serius untuk mempelajari dan perhatian terhadapnya, serta memberikan pencerahan terhadap umat tentang hakekat dakwah ini.
Karena banyak dari umat ini yang masih tidak mengerti tentang hakekatnya. Juga karena dakwah ini menghasilkan buah yang sangat besar yang belum pernah diperoleh oleh tokoh pembaharu siapapun sebelum beliau (asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab) setelah masa tiga generasi yang utama (yakni setelah masa para shahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in, pen).
Yaitu dakwah ini telah berhasil mewujudkan sebuah masyarakat yang memberlakukan syariat Islam, mewujudkan sebuah daulah (negara) yang percaya terhadap dakwah ini dan menerapkan hukum-hukumnya dengan penerapan yang bersih dan murni dalam segala aspek kehidupan manusia, baik dalam aspek aqidah, hukum, tradisi, pidana, ekonomi, dan yang lainnya.
Kenyataan inilah yang membuat sebagian ahli sejarah dakwah ini mengatakan, "Sesungguh sejarah Islam setelah masa kenabian dan khulafaur rasyidin belum pernah menyaksikan komitmen yang totalitas terhadap hukum-hukum Islam sebagaimana yang disaksikan oleh Jazirah Arabia di bawah naungan Daulah Arab Saudi, yang mendukung dan membela dakwah ini."
Alhamdulillah, negeri ini terus menikmati hasil-hasil dakwah ini dalam bentuk keamanan, ketenangan, dan kenyamanan hidup. Jauh dari bid'ah dan khurafat yang telah banyak merugikan banyak negeri-negeri Islam.
Kerajaan Arab Saudi, baik pemerintahnya maupun ulamanya, selalu mengedepankan kepentingan kaum muslimin di dunia semuanya. Sangat optimis untuk menyebarkan Islam di berbagai belahan dunia. Agar semua juga bisa merasakan kenikmatan sebagaimana negeri ini."
Apakah Wahabiyyah adalah Mazhab yang Kelima?
Samahatu asy-Syaikh al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah,
Tanya :
"Apakah itu Wahabiyyah (Wahabisme)? Apakah itu merupakan madzhab kelima, ataukah mengikuti salah satu dari madzhab yang empat?"
Jawab :
"Kata ini digunakan oleh banyak orang untuk dakwah yang ditegakkan oleh asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin 'Abdil Wahhab bin Sulaiman at-Tamimi al-Hanbali rahimahullah. Orang-orang menyebut beliau dan para pengikutnya dengan sebutan "Wahabi".
Setiap orang yang memiliki ilmu paling rendah sekalipun telah tahu tentang gerakan dakwah asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab. Bahwa beliau berdakwah menyebarkan tauhid yang murni, dan memperingatkan dari kesyirikan dengan berbagai macamnya, seperti bergantung kepada orang-orang yang sudah mati, atau kepada pohon dan batu, serta yang lainnya.
Beliau dalam hal aqidah berjalan di atas madzhab Salafush Shalih. Dalam masalah pembahasan hukum-hukum yang bersifat cabang, beliau mengikuti madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani rahimahulllah. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh kitab-kitab karya beliau dan fatwa-fatwa beliau, serta kitab-kitab para pengikut beliau, baik dari putra-putra maupun cucu-cucu beliau, dan yang lainnya. Semuanya telah tercetak dan tersebar di tengah umat.
al-Imam Muhammad bin 'Abdil Wahhab menegakkan dakwahnya pada waktu keterasingan Islam benar-benar kuat dan menggelayuti Jazirah Arabia dan wilayah-wilayah lainnya. Kecuali yang Allah kehendaki untuk dicabut kebodohan darinya.
Di Jazirah Arabia ketika itu tersebar penyembahan terhadap berhala-berhala yang dijadikan sebagai tandingan bagi Allah.
Maka tidak ada pilihan bagi asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab kecuali harus menyingsingkan lengan baju, bekerja keras, dan berjuang serta mengerahkan segala kemampuannya untuk menumpas berbagai penyimpangan yang terjadi. Untuk itu beliau mengunakan berbagai sarana agar bisa menyebarkan Tauhid yang bersih dari khurafat di tengah-tengah umat.
Merupakan nikmat Allah, tatkala Allah berikan taufiq kepada al-Imam Muhammad bin Su'ud pimpinan negeri Dir'iyyah pada waktu itu untuk mau menerima dakwah ini. Sehingga beliau pun berjalan bersama asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab di jalan dakwah. Beliau dan anak-anaknya, serta semua yang berada di bawah pemerintahan beliau, juga para pengikutnya dalam kebaikan ini. Semoga Allah memberikan balasan kepada mereka dengan segala kebaikan, dan mengampuni mereka. Serta memberikan taufiq keturunan mereka semuanya kepada segala amal yang padanya terdapat keridhaan-Nya dan kebaikan untuk hamba-hamba-Nya.
Wilayah Jazirah Arabia terus hidup di bawah naungan dakwah penuh kebaikan ini hingga hari ini.
Dakwah asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab merupakan dakwah yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahabiyyah bukanlah madzhab kelima sebagaimana yang disangka oleh orang-orang yang tak mengerti atau menentang. Namun dia adalah dakwah kepada Aqidah Salafiyyah dan pembaharuan terhadap tonggak-tonggak Islam dan Tauhid yang telah hilang di Jazirah Arabia sebagaimana telah lalu penjelasannya."
Ketika Ulama Saudi disebut Ulama Wahabi
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz Rahimahullah
Tanya :
“Sebagian orang menyebut ulama-ulama Saudi Arabia sebagai ulama-ulama “Wahabi”. Apakah Anda rela dengan penyebutan ini?”
Jawab :
“Ini adalah julukan terkenal untuk ulama-ulama Tauhid, ulama-ulama di negeri Najd (sebuah kota kecil dekat Riyadh Saudi Arabia, pen). Mereka (para penuduh tersebut) menisbahkannya kepada ASY-SYAIKH AL-IMAM MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB rahmatullah ‘alaihi.
Karena beliau BERDAKWAH MENGAJAK KEPADA AGAMA ALLAH pada paroh kedua abad ke-12 hijriyah. Beliau berupaya serius dalam menjelaskan tauhid dan menjelaskan bahaya syirik kepada umat manusia, hingga melalui beliau Allah memberikan hidayah kepada manusia dalam jumlah yang sangat besar. Umat manusia masuk dalam Tauhidullah, dan meninggalkan berbagai bentuk syirik akbar yang sebelumnya mereka berada di atasnya, baik berupa penyembahan kepada kubur, bid’ah-bid’ah yang terkait kuburan, maupun penyembahan kepada pohon-pohon dan batu-batu , serta sikap ekstrim dalam mengkultuskan orang-orang shalih.
Jadilah dakwah beliau adalah dakwah TAJDIDIYYAH (PEMBAHARUAN) ISLAMIYYAH yang sangat besar. Dengan dakwah tersebut Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin di Jazirah Arabia dan negeri-negeri lainnya – semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas – dan jadilah para pengikut beliau dan orang-orang yang berdakwah kepada apa yang beliau dakwahkan serta tumbuh di atas dakwah ini di negeri Najd disebut sebagai “WAHABI”.
Sehingga gelar ini menjadi sebutan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid, melarang dari Syirik dan bergantung kepada kuburan-kuburan atau pohon-pohon dan batu-batu, serta memerintahkan untuk ikhlash (memurnikan peribadahan) hanya untuk Allah satu-satunya.
Disebutkan dengan julukan “WAHABI”, SEBENARNYA INI ADALAH JULUKAN YANG MULIA, menunjukkan bahwa barangsiapa yang dijuluki dengan gelar tersebut maka dia adalah Ahli Tauhid, dan termasuk Ahli Ikhlash, dan termasuk orang-orang yang melarang dari kesyirikan, melarang dari penyembahan kepada kuburan-kuburan, pohon-pohon, batu-batu, dan patung-patung serta berhala.
Inilah asal usul penamaan dan julukan ini. Yaitu merupakan penisbatan kepada asy-Syaikh al-Imam MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB BIN SULAIMAN BIN ‘ALI AT-TAMIMI AL-HANBALI, seorang da’i ke jalan Allah ‘Azza wa Jalla. Beliau tumbuh di negeri Najd, belajar di negeri Najd, kemudian melakukan perjalanan ke Makkah, Madinah, Iraq, dan Ahsa’ untuk mengambil ilmu dari para ‘ulama Ahlus Sunnah di negeri-negeri tersebut.
Kemudian beliau kembali ke negeri Najd, beliau mendapati kondisi umat yang berada dalam kungkungan kejahilan (kebodohan), peribadatan kepada kuburan-kuburan dan sikap ghuluw (ekstrim) terhadapnya, kesyirikan kepada Allah Ta’ala, memanggil-manggil / berdo’a kepada orang mati, beristighatsah kepada orang mati, dan membangun di atas kuburan.
Maka beliau pun berdakwah ke jalan Allah, membimbing umat dan melarang mereka dari berbuat syirik, menjelaskan tauhid kepada umat yang itu merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya sekaligus agama yang diserukan oleh para rasul ‘alahish shalatu was salam.
Maksud dari penjelasan ini semua adalah : bahwa julukan dan gelar tersebut adalah julukan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid dan mengingkari Syirik. Sebagian orang-orang bodoh menyebutnya dengan julukan WAHABI. Itu akibat kebodohan mereka tentang hakekat sebenarnya dan mereka tidak berilmu tentangnya.
Hakekat sebenarnya adalah sebagaimana telah kami sebutkan. Bahwa ini adalah DAKWAH YANG BESAR :
1. mengajak kepada Tauhid,
2. mengajak untuk berittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan
3. tidak bertaklid serta fanatik buta,
4. meninggalkan bid’ah dan khurafat,
5. meninggalkan syirik dan bergantung kepada orang-orang mati, pohon, dan bebatuan. Bahkan meninggalkan bergantung kepada para nabi dan orang-orang shalih.
Jadi dakwah ini adalah dakwah yang MEMERANGI SYIRIK, mengajak kepada TAUHID dan IKHLASH untuk-Nya. Beriman dengan makna Laailaaha Illallah dan merealisasikannya, juga merealisasikan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, berpegang teguh dengan Sunnah dan jalan beliau, serta istiqomah di atas itu semua.
INILAH DAKWAH ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB Rahimahullah.
(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, hal. 23)
Mari Tingkatkan Kerja Sama dengan Arab Saudi
asy-Syaikh al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah,
"Negara ini, Arab Saudi, adalah NEGARA YANG PENUH BARAKAH. Dengan negara ini Allah menangkan al-Haq, Allah menangkan agama, dan Allah satukan barisan. Dengannya pula Allah hancurkan sebab-sebab kerusakan, Allah jadikan negeri-negeri aman, serta dengan negara ini terhasilkan berbagai kenikmatan tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah.
Negara ini bukanlah negara yang makshum (terjamin dari kesalahan) bukan pula negara yang sempurna. Semua pasti ada kekurangannya.
Maka wajib berta'awun (bekerja sama) dengan negara ini untuk menyempurnakan kekurangan yang ada dan menghilangkannya, serta menutup berbagai celah, dengan cara saling menasehati dan mewasiati dengan kebenaran, tulisan surat yang baik, atau kunjungan yang baik pula.
BUKAN dengan menyebarkan kejelekan dan kedustaan, tidak pula menukil semua yang diucapkan orang berupa kebatilan.
Namun wajib atas semua pihak yang menginginkan kebenaran untuk menjelaskan kebenaran tersebut dan mengajak kepadanya, serta berupaya menghilangkan kekurangan dengan cara-cara yang tepat dan baik, yaitu dengan saling menasehati dan mewasiati dengan kebenaran. ... ."
وهذه الدولة السعودية دولة مباركة نصر الله بها الحق، ونصر بها الدين، وجمع بها الكلمة، وقضى بها على أسباب الفساد وأمن الله بها البلاد، وحصل بها من النعم العظيمة ما لا يحصيه إلا الله، وليست معصومة، وليست كاملة، كلٌّ فيه نقص فالواجب التعاون معها على إكمال النقص، وعلى إزالة النقص، وعلى سد الخلل بالتناصح والتواصي بالحق والمكاتبة الصالحة، والزيارة الصالحة، لا بنشر الشر والكذب، ولا بنقل ما يقال من الباطل؛ بل يجب على من أراد الحق أن يبين الحق ويدعو إليه، وأن يسعى في إزالة النقص بالطرق السليمة وبالطرق الطيبة، وبالتناصح والتواصي بالحق، ...
Sumber Rujukan:
[1] http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=69&PageNo=1&BookID=4
[2] http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=67&PageNo=1&BookID=4
[3] http://www.binbaz.org.sa/node/8647
Majmu'ah Manhajul Anbiya
Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net
Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahhabi
1. Tuduhan: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi3, ingkar terhadap Hadits nabi4, merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau.
Bantahan:
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Siratir Rasul, Mukhtashar Zadil Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad atau pun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.
Beliau berkata:
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat –semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan.
Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah subhanahu wata’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya.”
(Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
Beliau juga berkata:
“Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling meng-ikutinya.
Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadits.”
(Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21)
Adapun tentang syafaat Nabi, maka beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–:
“Aku beriman dengan syafaat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.”
(Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 118)
2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait
Bantahan:
Beliau berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah:
“Ahlul Bait Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy…” (Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/446)
Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: ‘Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah.
3. Tuduhan: Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah.
Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.
Bantahan:
Adapun pernyataan bahwa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah.
Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsma-niyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani.
Lebih dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan –dalam kitabnya Al-Ushulus Sittah–:
“Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemim-pin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.”
Dari sini nampak jelas, bahwa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah n, dan bukan ajaran Khawarij.
Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah
Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab dan para pengikut-nya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M.
Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelah-nya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdur-rahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya.
Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahhabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya
Lebih dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–:
“Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji`ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah I, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji`ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal 117).
Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.
4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka.
Bantahan:
Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena beliau pernah mengatakan:
“Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahhab Mush-lihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203)
5. Tuduhan: Wahhabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau mengguna-kan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam.
Bantahan:
Hal ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan –dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi–:
“Aku kabarkan kepadamu bahwa aku –alhamdulillah– adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 75)
Beliau juga berkata –dalam surat-nya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani–:
“Perhatikanlah –semoga Allah merahmatimu– apa yang ada pada Rasulullah, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal –semoga Allah I meridhai mereka–, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ ajaran mereka.” (Ad-Durar As-Saniyyah 1/136)
Beliau juga berkata:
“Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah I, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah I. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah I (Yahudi).” (Majmu’ah Ar-Rasa`il An-Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna’, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, hal.132-133)
6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkarul munkar)
Bantahan:
Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara keras. Beliau berkata:
“Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata:
‘Seorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.’
Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahami-nya.
Para ulama juga menyebutkan bahwa-sanya jika inkarul munkar akan menyebab-kan perpecahan, maka tidak boleh dilaku-kan. Aku mewanti-wanti kalian agar melak-sanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya.
Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkarul munkar kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.”
(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176)
7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari setan
Jawaban:
Pernyataan ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual terhadap umat.
Bila ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur`an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa`, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah.
Gurunya pun banyak,10 di antaranya adalah:
– Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman11 dan Asy-Syaikh Ibrahim bin Sulaiman.
– Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki Asy-Syafi’i
– Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif. Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani,Asy-Syaikh Isma’il bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafi’i, Asy-Syaikh ‘Ali Afandi bin Shadiq Al-Hanafi Ad-Daghistani,Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy-Syaikh Muhammad Al Burhani, dan Asy-Syaikh ‘Utsman Ad-Diyarbakri.
– Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i.
– Di Ahsa`: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafi’i.
8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam mereka.
Jawaban:
Pernyataan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah I, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–:
“Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada para wali Allah subhanahu wata’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah subhanahu wata’ala.”
Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah–.
Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Sementara Asy-Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.
Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagai-mana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir At-Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “
Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) penga-gungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.”
Al-Imam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengha-ramkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan:
“Diharamkan mendiri-kan bangunan di atas makam.”
Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan:
“Penghancuran kubah/ bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.”
(Lihat Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal.284-286)
Para pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:
Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman bin Qasim An-Najdi.
Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani Al-Hindi.
Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib.
Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih bin Abdullah Al-’Ubud.
Da’watu Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu`ay-yidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dsb.
Sumber:
http://www.salafycirebon.com/yuk-mengenal-siapakah-wahabi-itu.htm