Ringkasan Aqidah - Ru'yatullah (Melihat Allah)
Dari Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiyallahu 'anhu, beliau berkisah:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ n إِذْ نَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَصَلَاةٍ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ فَافْعَلُوا
“Kami pernah duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu beliau memandang ke arah bulan pada malam purnama. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb kalian sebagaimana kalian memandang bulan. Kalian tidak berdesakan ketika memandang Allah. Jika kalian mampu, untuk tidak terlewatkan shalat sebelum terbitnya matahari dan shalat sebelum tenggelamnya matahari, lakukanlah!” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits diatas merupakan salah satu dalil kuat tentang melihat Allah adalah benar adanya dan ini merupakan salah satu aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Pembahasan tentang ru'yatullah dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencapai derajat mutawatir dari riwayat banyak sahabat radhiyallahu 'anhum.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari 13/443, mengatakan,
“Ad-Daraquthni telah menghimpun seluruh jalan periwayatan tentang ru’yatullah di akhirat nanti, ternyata didapati lebih dari dua puluh jalan. Lalu Ibnu Qayyim al-Jauziyah menelitinya lebih lanjut dalam kitab Hadil Arwah, ternyata malah sampai tiga puluh jalan. Sebagian besar jalan periwayatannya bagus.”
Perlu diketahui oleh kita bahwa semua sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sepakat tentang ru'yatullah di akhirat dengan mata kepala secara langsung. Perbedaan sebagian mereka terjadi pada pembahasan tentang melihat Allah di dunia.
Dari hadits shahih tersebut maka sudah semestinya kita menerima dan meyakini tentang ru'yatullah (melihat Allah) tanpa menolak, mentahrif, dan mengubah maknanya menjadi makna lain.
Ru'yatullah merupakan pembahasan yang mendasar dalam aqidah, sehingga membedakan antara ahussunnah dengan ahlul bid'ah. Beberapa ulama' membahas hal ini dalam kitab-kitab mereka seperti, Imam Ahmad, Imam ash-Shabuni, Imam Abu Ja’far ath-Thahawi, Imam al-Muzani dan masih banyak lagi yang lainnya rahimahumullah.
Al-Imam ash-Shabuni rahimahullah dalam kitabnya Aqidah Ashabul Hadits hlm. 61 menjelaskan
“Ahlus Sunnah bersaksi bahwa kaum mukminin akan melihat dan memandang Rabb mereka—Tabaraka wa Ta’ala—pada hari kiamat dengan mata kepala mereka. Hal ini sebagaimana berita yang sahih dari Rasulullah‘Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb kalian, sebagaimana kalian memandang bulan’."
|
https://pixabay.com/en/full-moon-moon-super-moon-huge-460316/ |
Tak hanya hadits, dalam al-Qur'an-pun dipaparkan ayat-ayat tentang melihat Allah. Diantaranya pada surat Yunus ayat 26
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkan ayat tersebut dalam sebuah hadits shahih dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu, beliau bersabda yang artinya,
“Apabila ahli surga telah masuk ke surga, Allah berkata, ‘Apakah kalian ingin tambahan sesuatu dari-Ku?’ Kata mereka, ‘Bukankah Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari api neraka?’ Lalu Allah membuka hijab-Nya, maka tidak ada pemberian yang paling mereka cintai melainkan melihat wajah Allah .” Kemudian Rasul membaca ayat ini, “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” [Q.S. Yunus: 26]
Syaikh Sa’di berkata dalam tafsirnya [Taisir Karimir Rahman],
“Bagi orang-orang yang berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah Sang Pencipta, artinya mereka beribadah kepada Allah dengan penuh muraqabah (senantiasa merasa diawasi oleh Allah ) dan penuh ketulusan hati dalam penghambaan kepada-Nya,
melaksanakan apa yang telah ditentukan bagi mereka serta berbuat baik kepada hamba-hamba Allah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, baik dengan ucapan, perbuatan, pemberian harta, kebaikan secara fisik, menegakkan amar makruf dan nahi munkar, memberikan pengajaran kepada orang-orang yang tidak tahu, memberikan nasihat kepada orang-orang yang berpaling, dan yang lainnya dari berbagai bentuk kebaikan,
maka mereka itulah para muhsinin (orang-orang yang berbuat ihsan) yang akan mendapatkan pahala terbaik yaitu surga yang sempurna keindahannya.
Adapun yang dimaksud tambahan dalam ayat ini adalah melihat kepada Wajah Allah yang sempurna, mendengarkan ucapan-Nya dan meraih keberhasilan dengan keridhaan dan kedekatan-Nya. Dengan demikian mereka akan berhasil meraih cita-cita dan keinginan tertinggi mereka.”
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ * إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (al-Qiyamah: 22—23)
Alhamdulillah, semakin gamblang dan jelas dalil tentang ru'yatullah. Namun sayangnya ada kelompok-kelompok yang menolak dan menakwilkan makna dari ru'yatullah. Mereka dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Kelompok yang mengingkari ru’yatullah dan memahami dalil-dalil tentang ru’yatullah dengan takwil yang batil.
Mereka adalah kaum Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, al-Imamiyah, Rafidhah, dan yang semisal.
2. Kelompok yang menetapkan ru’yatullah, namun meyakini bahwa Allah dapat dilihat tidak pada jihah (arah tertentu). Mereka adalah kaum Asy’ariyah. (Syarah ath-Thahawiyah, Shalih Alu Syaikh)
Cukuplah dalil-dalih shahih dengan derajat mutawatir disertai pembahasan ulama' ahlussunnah untuk membantah syubhat mereka.
|
https://pixabay.com/en/amazing-beautiful-beauty-blue-736886/ |
Keadaan-keadaan untuk melihat Allah
1. Melihat Allah di dunia, maka hal ini ada dua keaadaan:
a. Dalam keaadan sadar dan terjaga maka manusia tidak akan mampu melihat Allah, hal ini berdasarkan Kalamullah :
(وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ)
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Wahai Robbku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Robb berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Robbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”. [Surat Al-Araf : 143]
dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al Imam Muslim
لن ترو ربكم حتى تموتون
“Kalian tidak akan mampu melihat Robb kalian sampai kalian merasakan kematian.”
b. Melihat Allah dalam mimpi maka dalam keadaan ini mungkin untuk melihat Allah, hal ini merupakan kesepakaan para ulama sebagaimana dinukilkan oleh Al Qodhi Iyadh penukilan ini disebutkan oleh Al Qurthubi dalam kitabnya Al Mufhim 6/26
2. Melihat Allah di akhirat
Adapun melihat Allah di akhirat maka hal ini akan dirasakan oleh orang yang beriman, berdasarkan ucapan Allah:
وجوه يومئذ ناضرة إلى ربها ناظرة
“Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri,kepada Robbnyalah dia melihat. ” (Al Qiyamah 22-23 )
dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Al Bukhori no 554 dan muslim no 633 bahwa Rosulullah Sholallahu alaihi wasallam bersabda:
إنكم سترون ربكم كما ترونا القمر لا تضامون في رؤيته
” Sesungguhnya kalian akan melihat Robb kalian sebagaimana kalian melihat bulan dan kalian tidak akan bedesakdesakan ketika meliha-Nya.”
(Disadur dari kitab syarah lum’atul i’tiqod Asy Syaikh Al Utsaimin, dan Fathu Robbil ‘Ibaad Fahd bi Salim As Sulaimaani Al Adni)
|
https://pixabay.com/en/tree-natur-nightsky-cloud-stars-736887/ |
Mereka yang tak sanggup melihat Allah
Orang yang masuk kategori ini adalah orang-orang kafir sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Quran :
“Sekali-kali tidak demikian, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang untuk melihat Rabb mereka.” [Q.S. Al Muthaffifin:15]
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Tatkala Allah menghijab orang-orang kafir untuk melihat-Nya dalam keadaan murka, maka ayat ini sebagai dalil bahwa kaum mukminin akan melihat Allah dalam keadaan ridha.”.
Dahulu pernah disampaikan pernyataan dari Bisyr Al Marrisi kepada Sufyan bin Uyainah bahwa Allah tidak bisa terlihat pada hari kiamat nanti. Sufyan pun berkata, “Semoga Allah memerangi orang kerdil ini. Tidakkah engkau dengar firman-Nya, “Sekali-kali tidak sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Rabb mereka.”.
Apabila Allah berhijab dari wali-wali-Nya dan musuh-musuh-Nya, lalu apa kelebihan wali-wali-Nya dibandingkan musuh-musuh-Nya?” Kaum mukminin akan melihat Allah di padang Mahsyar dan setelah mereka masuk ke dalam surga sesuai dengan kehendak Allah.
Sebagai akhir dari tulisan ini, mari kita memperbanyak berdoa kepada Allah subhanahu wa ta'ala, semoga kita tergolong hamba-Nya yang dimasukkan ke dalam surga dan mendapatkan nikmat tambahan yang teramat lezat, yakni melihat Allah.
يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
Allahu a'lamu bishshawab..
Sumber:
* http://asysyariah.com/ruyatullah-nikmatnya-memandang-allah/
* http://forumsalafy.net/mungkinkah-melihat-allah/
* http://www.ilmusyari.com/2015/08/melihat-allah.html
Diringkas oleh admin.