(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)
Sembilan bulan berlalu. Tibalah saat yang begitu dinanti, menyambut kelahiran sang bayi. Selama dalam penantian, ayah dan ibu menyimpan berjuta harapan dan impian terindah.
Tak pernah ada orang tua yang berharap mendapatkan seorang anak yang tak sempurna. Masing-masing mengidamkan anak yang sehat sempurna lagi rupawan. Namun terkadang impian mereka sekian lama tidak terwujud. Si kecil dilahirkan dengan berbagai kekurangan. Warna kulit yang tidak menarik, wajah tak seperti yang diharapkan, dan entah apa lagi kekurangan yang ada.
Sungguh, bagaimanapun keadaan anak kita, kita tak boleh menyesalinya. Bukan kita yang berkehendak, lebih-lebih si anak. Sama sekali bukan pilihannya untuk dilahirkan dengan menyandang kekurangan. Semua yang ada padanya, Allah l-lah yang membentuk dan menciptakannya dengan kesempurnaan ilmu dan hikmah-Nya.
Dalam Tanzil-Nya yang mulia, Allah l berfirman:
“Dialah yang membentuk kalian di dalam rahim sebagaimana yang Dia kehendaki. Tiada ilah yang berhak disembah selain Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahasempurna hikmah-Nya.” (Ali ‘Imran: 6)
Dalam ayat yang lain, Allah l berfirman:
“Maka terangkanlah tentang mani yang kalian pancarkan. Kaliankah yang menciptakannya atau Kamikah yang menciptakannya?” (Al-Waqi’ah: 58-59)
Allah l berfirman pula tentang manusia:
“Dari apakah Dia menciptakannya? Dari setetes mani Allah menciptakannya lalu menentukannya.” (‘Abasa: 18-19)
Demikianlah. Hanya Dia yang berkuasa dalam perkara ini, sebagaimana Allah l nyatakan:
“Dialah Allah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Mengadakan, dan yang membentuk rupa.” (Al-Hasyr: 24)
Tidak sepantasnya kita hanya memandang kelebihan dari sisi fisik semata. Betapa banyak orang yang Allah l karuniai ketampanan, kecantikan, dan keindahan jasmani, namun menjadi orang yang celaka di sisi Allah l. Sebaliknya, betapa banyak orang yang tak memiliki kelebihan dari segi fisik, bahkan memiliki berbagai kekurangan, ternyata dia menjadi seorang yang mulia di sisi Allah l. Ya, karena dia adalah seseorang yang memiliki ketakwaan kepada Allah l. Sementara Allah l telah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat: 13)
Rasulullah n pun pernah bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik maupun bentuk kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim no. 1987)
Lihatlah bagaimana Allah l menganugerahkan kemuliaan kepada seorang bekas budak yang tak memiliki ketampanan, bahkan dirinya memliki berbagai cacat dan kekurangan. ‘Atha’ bin Abi Rabah t, seorang tabi’in, bekas budak asal Afrika yang berkulit hitam, pesek hidungnya, jelek parasnya, buta sebelah matanya lagi pincang kakinya. Namun dia adalah seseorang yang merupakan salah satu tonggak ilmu, agama, kebaikan, dan keteladanan. Dia amat disegani oleh seluruh kalangan, bahkan oleh khalifah sekali pun. Penguasa saat itu, Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik, mengakui kehinaan dirinya di hadapan seorang ‘Atha’ bin Abi Rabah. (Waratsatul Anbiya’, hlm. 33, 118)
Karena itu, jangan sampai kita terlampau kagum dengan ketampanan dan kecantikan salah seorang di antara anak-anak kita, sampai-sampai kita meremehkan bahkan menzalimi anak-anak yang lain. Jangan pula kekurangan yang dimiliki anak kita membuat kita malu dan mengesampingkannya. Jangan… Bahkan kita tidak mengetahui, barangkali justru dari anak yang sarat kekurangan kita akan dapati kebaikan dan bakti.
“Orangtua dan anak-anak kalian, kalian tidak tahu siapakah di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagi kalian.” (An-Nisa’: 11)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.