Pertanyaan:
Saya membaca al-Kahfi ayat 2 lalu terhenti pada kata ٱلصَّٰلِحَٰتِ karena tidak bisa melanjutkan tanpa mengambil napas baru. Kemudian saya lanjut tanpa mengulang bacaan sebelumnya, membaca أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (masih pada ayat yang sama).
Apakah saya berdosa karena itu?
Berhenti karena tidak kuat napas dinamakan waqaf karena darurat. Di mana pun Anda berhenti karena perkara darurat, hal itu diperbolehkan.
Adapun untuk melanjutkan bacaan kembali setelah waqaf (ibtida), sebisa mungkin Anda memilih dari kata yang akan menjadi lengkapnya susunan kalimat yang terbaca berikutnya. Bisa langsung dari kata yang berikutnya, dari kata terakhir saat waqaf, atau mengulang dari beberapa kata sebelumnya.
Baca juga: Adab Para Pembawa Al-Qur’an
Ulama tajwid membagi ibtida menjadi beberapa jenis, di antaranya taamm, kaafiy, hasan, dan qabih.
Baca juga: Rambu-rambu Penting dalam Mengkaji, Memahami, dan Menafsirkan Al-Qur’an
Yang harus dihindari adalah ibtida qabih, yaitu memulai kalimat baru tetapi menimbulkan kesan makna yang menyelisihi apa yang Allah kehendaki. Misalnya, memulai bacaan dari kata,
يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ
“… tangan Allah terbelenggu….” (al-Maidah: 64)
atau
ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ
“… Al-Masih itu putra Allah….” (at-Taubah: 30)
Adapun yang ditanyakan, tidak termasuk jenis ibtida qabih. Walaupun demikian, akan lebih baik jika Anda mengawali bacaan dari
وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“… dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman….”