Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.
Mengimani kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah perkara yang sangat pokok dalam kehidupan. Betapa celakanya seorang hamba ketika tidak beriman dan tidak berpegang teguh dengan kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla, lebih-lebih al-Qur’an sebagai kitab terakhir yang menasakh (menghapus) kitab-kitab sebelumnya.
Saudaraku fillah, iman kepada kitab demikian penting. Sangat banyak sisi yang menunjukkan betapa urgennya iman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla sebagaimana ditunjukkan dalam banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya sebagai berikut.
Pertama: Iman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla merupakan salah satu rukun iman.
Dalilnya adalah hadits Jibril ‘alaihissalam yang masyhur. Beliau datang kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya tentang iman, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُؤْمِنَ بِالَّهلِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.”
Dalam surat an-Nisa, Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang Allah ‘azza wa jalla turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah ‘azza wa jalla turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisa’: 136)
Iman adalah pokok kebajikan, tanpa iman tidak ada kebajikan pada seseorang, Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Kedua: Iman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah sifat para nabi dan rasul serta pengikut mereka, kaum mukminin.
Ini di antara sisi yang menunjukkan betapa pentingnya iman kepada kitab. Perhatikan firman Allah ‘azza wa jalla berikut.
Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya”, dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami, wahai Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (al-Baqarah: 285)
Sifat ini tampak dalam kehidupan ar-Rasul dan kaum mukminin. Semangat mereka membaca, mentadabburi dan mengamalkan al-Qur’an. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengingatkan umat akan pokok ini dalam zikir-zikir beliau, seperti doa sebelum tidur berikut ini.
اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ
“Ya Allah, aku tundukkan wajahku kepada-Mu, dan aku serahkan segala urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu, dengan penuh harap dan rasa takut kepada-Mu, Tidak ada tempat kembali dan tempat keselamatan dari kemurkaan-Mu kecuali dengan mendekat kepada-Mu. Aku beriman dengan kitab-Mu yang Engkau turunkan dan aku beriman dengan Nabi-Mu yang Engkau utus.”(HR . al-Bukhari)[1]
Ketiga: Allah ‘azza wa jalla memuji para rasul yang telah menyampaikan risalah-risalah (kitab) Allah ‘azza wa jalla, dan tidak menyembunyikan satu huruf pun.
Pujian tersebut menunjukkan betapa pentingnya iman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla dan kemuliaan menyampaikan risalah Allah ‘azza wa jalla kepada manusia. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah ‘azza wa jalla baginya. (Allah ‘azza wa jalla telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah ‘azza wa jalla itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah Pembuat Perhitungan.” (al-Ahzab: 38—39)
Pujian kepada para rasul juga mengandung pujian bagi para ulama yang menyampaikan al-Qur’an dan hadits kepada umat manusia, sebagaimana tampak dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya kepada manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hadits sahih dari Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu)
Pujian Allah ‘azza wa jalla ini tentulah menunjukkan urgensi keimanan kepada kitab Allah ‘azza wa jalla.
Keempat: Seorang dinilai kafir dan sesat di sisi Allah ‘azza wa jalla jika tidak mengimani kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla, sehingga Allah ‘azza wa jalla haramkan Jannah atas mereka.
Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisa’: 136)
Karena kekafiran itulah Allah ‘azza wa jalla haramkan Jannah atas mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (al-A’raf: 40)
Kelima: Beriman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah sebab keselamatan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, kufur kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah sebab azab dan kebinasaan.
Allah ‘azza wa jalla menyebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an azab dan kebinasaan yang menimpa umat terdahulu sebagai akibat pendustaan mereka terhadap kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla.
Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu risalah Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (al-A’raf: 79)
Demikian pula azab akhirat, sebabnya tidak lain adalah mendustakan kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
Lalu dia berkata, “(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. (al-Muddatstsir: 24—26)
Dalam ayat di atas, Allah ‘azza wa jalla kabarkan bahwa orang-orang yang kufur terhadap al-Qur’an dan merendahkannya dengan perkataan, “Al-Qur’an hanyalah ucapan manusia” akan Allah ‘azza wa jalla campakkan ia ke dalam neraka Saqar setelah kehinaan yang dia sandang dalam kehidupan dunia.
Allah ‘azza wa jalla benar-benar mengazab mereka dalam neraka dengan azab yang pedih. Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Apakah kamu tidak melihat kepada orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan? (Yaitu) orang-orang yang mendustakan al-Kitab (al-Qur’an) dan wahyu yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” (Ghafir: 69—72)
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Berkatalah ia, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”
Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 124—126)
Keenam: Keimanan kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla memiliki buah yang sangat banyak yang akan dipetik bagi mereka yang mengimaninya di samping keutamaan-keutamaan yang telah disebut di atas.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menyebutkan beberapa buah yang akan dipetik dari keimanan seseorang kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla, tentunya hal ini menunjukkan betapa pentingnya iman kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla. Di antara buah keimanan kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah:
Kemudahan untuk berjalan di atas jalan yang lurus, jelas tanpa kegoncangan dan kebengkokan, sejenak kita bayangkan seandainya masing-masing manusia diberi kebebasan untuk menentukan jalan kepada Allah ‘azza wa jalla, niscaya hidupnya akan penuh dengan kebingungan, tetapi Allah ‘azza wa jalla pancangkan jalan yang lurus dan lebar di hadapan manusia berupa al-Kitab.
Katakanlah, “Dengan karunia Allah ‘azza wa jalla dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah ‘azza wa jalla dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58)
Selamatnya seseorang dari kerancuan dan kerusakan pemikiran dan kerusakan akidah, dengan keimanannya kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla.[2]
[1] Diriwayatkan dari al-Bara bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu. Di awal hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau hendak tidur, berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat kemudian tidurlah dengan sisi tubuhmu yang kanan kemudian berdoalah dengan doa ini.”
Di akhir hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ
“Jika engkau mati di malam itu, engkau mati di atas fitrah (yakni Islam), dan jadikanlah kalimat ini akhir perkataanmu.”
[2] Rasail fil ‘Aqidah Al-Islamiyah, hlm. 23 karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah.