Asysyariah
Asysyariah

ummu kultsum bintu “uqbah

13 tahun yang lalu
baca 4 menit

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)

Berislam di negeri Makkah dan berbai’at kepada Rasulullah n sebelum masa hijrah. Dia wanita Quraisy pertama yang hijrah setelah hijrahnya Rasulullah n ke Madinah. Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah bin Abi Mu’aith bin Abi ‘Amr bin Umayyah bin ‘Abdi Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay x. Dia saudara seibu sahabat yang mulia, ‘Utsman bin ‘Affan z. Ibunya bernama Arwa bintu Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay.

Tahun ketujuh hijriyah. Seorang diri dia berjalan meninggalkan tanah airnya, Makkah, dengan berjalan kaki. Sampai akhirnya dalam perjalanan dia bertemu dengan seseorang dari suku Khuza’ah yang hendak berhijrah pula. Keduanya pun terus berjalan hingga tiba di Madinah.

Kala itu adalah masa berlangsungnya Perjanjian Hudaibiyah. Di antara isi perjanjian itu, siapa pun kaum muslimin dari kalangan Quraisy yang datang bergabung dengan Rasulullah n harus dikembalikan pada pihak Quraisy. Dengan perjanjian itu, Quraisy merasa berhak menuntut kembalinya orang-orang yang hijrah kepada Rasulullah n.

Begitulah yang dialami Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah x. Kepergian wanita ini disusul oleh dua orang saudaranya, Al-Walid bin ‘Uqbah dan ‘Ammarah bin ‘Uqbah. Keduanya tiba di Madinah sehari setelah kedatangan Ummu Kultsum. Mereka mendatangi Rasulullah n untuk menuntut kembalinya Ummu Kultsum.

“Wahai Muhammad, penuhi syarat kami dan apa yang telah kau janjikan pada kami!” ujar mereka berdua.

Mendengar tuntutan itu, Ummu Kultsum mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku ini seorang wanita. Sebagaimana telah kau ketahui, keadaan wanita itu lemah. Bagaimanakah engkau akan mengembalikanku pada orang-orang kafir, hingga mereka nanti menimpakan cobaan terhadap agamaku, sementara aku tidak bisa bersabar menghadapinya?”

Dari peristiwa ini Allah k turunkan ayat yang membatalkan isi perjanjian ini bagi para wanita muslimah, dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 10:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepada kalian wanita-wanita yang beriman, hendaklah kalian uji keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Maka jika kalian telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman, janganlah kalian kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tak ada dosa atasmu menikahi mereka bila kalian bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kalian tetap berpegang pada tali pernikahan dengan wanita-wanita kafir, dan hendaklah kalian minta mahar yang telah kalian bayarkan, dan hendaknya mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kalian. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Sempurna hikmah-Nya.”

Ayat ini adalah ayat ujian bagi wanita-wanita mukminah yang berhijrah. Maka Rasulullah n pun menguji Ummu Kultsum, begitu pula wanita-wanita yang datang setelahnya. Beliau mengatakan, “Demi Allah, tidak ada yang membuat kalian keluar untuk berhijrah kecuali kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya serta agama Islam ini. Dan kalian tidak keluar karena ingin mendapatkan suami ataupun harta.”

Apabila wanita itu menyatakan demikian, maka dia dibiarkan tetap tinggal bersama kaum muslimin dan tidak dikembalikan pada keluarga mereka yang masih kafir.

“Allah telah membatalkan isi perjanjian ini bagi para wanita dengan ayat yang telah kalian ketahui,” kata Rasulullah pada Al-Walid dan ‘Ammarah, kedua saudara Ummu Kultsum. Akhirnya mereka berdua kembali dengan tangan hampa.

Waktu itu, Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah x belum menikah. Setelah kedatangannya di Madinah, dia disunting oleh Zaid bin Haritsah z. Namun ketika turut dalam Perang Mu’tah, Zaid gugur dalam dahsyatnya medan pertempuran. Setelah itu, Ummu Kultsum menikah lagi dengan Az-Zubair ibnul ‘Awwam z. Allah menganugerahkan pada mereka seorang anak perempuan bernama Zainab.

Ternyata dalam perjalanan kehidupan mereka berdua, pernikahan ini berakhir dengan perceraian. Ummu Kultsum menikah lagi dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf z hingga lahir dua orang anak, Ibrahim dan Hamid. Ummu Kultsum tetap berada di sisi ‘Abdurrahman bin ‘Auf sampai sang suami meninggal.

Sepeninggal ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Ummu Kultsum menikah dengan ‘Amr ibnul ‘Ash. Namun sebulan setelah pernikahan itu, Ummu Kultsum meninggal.

Semasa hidupnya, Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah x meriwayatkan hadits dari Rasulullah n. Di antaranya yang termuat dalam Ash-Shahihain, tatkala Rasulullah n bersabda, “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, lalu dia mengatakan perkataan yang baik atau menyampaikan ucapan yang baik.”

Dia juga meriwayatkan dari Busrah bintu Shafwan x. Kedua putranya dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Ibrahim dan Hamid, meriwayatkan hadits yang disampaikannya.

Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah, semoga Allah meridhainya.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber Bacaan:

Al-Ishabah, Al-Hafizh Ibnu Hajar (8/462-464)

Al-Isti’ab, Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/593-594)

Ath-Thabaqatul Kubra, Al-Imam Ibnu Sa’d (10/218-220)

Tahdzibul Kamal, Al-Imam Al-Mizzi (35/382)