Asysyariah
Asysyariah

tidak ada yang sia-sia di sisi allah

5 tahun yang lalu
baca 11 menit
Tidak Ada yang Sia-Sia di Sisi Allah

Setiap Muslim Pasti Merindukan Ka’bah

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

“Ka’bah”. Ketika mendengar atau membaca lalu merenungi kata tersebut, bisa membuat air mata tidak terasa menetes. Ya, setiap muslim pasti rindu melihat Ka’bah. Muslim yang belum diberi kemudahan untuk umrah atau haji, pasti selalu berdoa supaya beribadah ke Tanah Suci.

Bagi yang sudah pernah beribadah ke Tanah Suci, melihat Ka’bah secara langsung, thawaf, ziarah ke Masjid Nabi, dll.; pasti juga rindu ingin segera kembali lagi. Bagi kaum muslimin yang mampu, ketika pertama kali ke Tanah Suci pasti bergumam, “Ya Allah, begitu nikmatnya beribadah di Tanah Suci. Mengapa aku tidak menunaikannya sedari dulu?”

Ada sedikit rasa penyesalan ketika sebenarnya sejak lama sudah memiliki kemampuan (baik fisik, finansial, keluarga yang ditinggal, dll.), mengapa tidak bersegera menunaikannya dari dulu. Padahal kita tidak tahu, kapan ajal menjemput?

“Ya Allah, ampunilah kami, karena kami menunda pelaksanaan kewajiban kami, padahal Engkau sudah memberikan rezeki yang lebih dan banyak kenikmatan.”

Ya, sebagian ulama berpendapat bahwa ibadah umrah hukumnya wajib, sehingga harus segera ditunaikan ketika telah memiliki kemampuan.

Alkisah, ada sepasang suami istri yang berasal dari keluarga yang bersahaja. Kesehariannya, mereka mengajar di sebuah pondok pesantren tahfizhul Quran. Sebut saja Fulan dan Fulanah. Mereka bermukim di dekat pondok, tinggal bersama dengan orang tua Fulanah. Keseharian mereka sangat sederhana. Oh ya, Fulanah alhamdulillah sudah hafal Al-Qur’an.

Suatu ketika, ada penderma yang sedang mencari para penghafal Al-Qur’an untuk diberangkatkan umrah. Ternyata di pondok tersebut, beberapa penghafal Al-Qur’an terpilih untuk didanai berangkat umrah, termasuk si Fulanah. Karena dalam Islam, seorang muslimah tidak boleh safar (bepergian jauh, misal ke Tanah Suci) sendirian tanpa disertai mahram; otomatis suaminya (si Fulan) juga diikutkan berangkat umrah.

Berita itu sampai kepada mereka berdua saat keduanya kebetulan sedang perjalanan di atas motor. HP si Fulan terasa bergetar. Tidak seperti biasanya, si Fulan merasa ada pesan penting sehingga memutuskan untuk berhenti ke pinggir jalan, demi membaca pesan yang masuk ke HPnya. Tak disangka, pesan yang masuk tersebut adalah berita bahwa dia dan istrinya akan diberangkatkan umrah.

Seketika itu Fulan menangis. Perasaan senang, haru, tidak karuan, bercampur aduk. Sang istri, dalam posisi membonceng di jok motor terkejut dan bingung, mengapa suaminya tiba-tiba menangis. “Ono opo to, Mas?”

Si Fulan diam seribu bahasa. Bibirnya terasa kelu untuk menyampaikan berita gembira tersebut. Tetes air mata dan sesenggukan membuatnya tidak bisa bersuara. Akhirnya, si Fulanah pun ikut-ikutan menangis walau tak tahu sebabnya apa.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan naik motor, sambil tak berhenti menangis selama perjalanan. Sesampainya di rumah, orang tua Fulanah bingung melihat anak mantu dan anaknya menangis. Ketika ditanya, mereka berdua tidak kuasa menjawab (karena masih menangis). Setelah tenang, barulah disampaikan bahwa alhamdulillah ada penderma yang akan memberangkatkan mereka umrah.

Mendengar hal itu, akhirnya mereka malah menangis bersama.

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Memang benar, kalbu seorang muslim akan selalu merindukan Ka’bah, melihatnya, dan thawaf mengelilinginya. Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Tidak ada seorang muslim pun, kecuali rindu melihat Ka’bah dan thawaf mengelilinginya. Oleh karena itu, manusia menempuh perjalanan menuju Ka’bah dari segala arah dan penjuru.” (Tafsir al-Qur`an al-Azhim, 5/414)

Nyawa Seorang Muslim Lebih Berharga daripada Ka’bah

Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma mengisahkan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرِمَتَكِ، والَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالِهِ وَدَمِهِ وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ إلَّا خَيْرًا

Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam thawaf mengitari Ka’bah seraya bersabda, “Alangkah indahnya engkau, wahai Ka’bah. Alangkah harumnya wangimu. Alangkah agungnya dirimu dan alangkah mulianya kehormatanmu. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin, hartanya, darahnya (nyawanya) lebih agung di sisi Allah darimu. Kami pun tidak (boleh) berprasangka kepadanya kecuali dengan persangkaan yang baik.” (HR. Ibnu Majah no. 3932. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 3420)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kepada Anda.

Jika sedemikian tinggi dan berharganya nyawa seorang muslim di sisi Allah, serta sebegitu mulia dan agungnya jiwa seorang mukmin di sisi Allah; lalu apa pendapat Anda dengan seseorang yang di masa genting seperti sekarang ini justru banyak menyelamatkan jiwa kaum muslimin?

Bagaimana pula pandangan Anda tentang seseorang yang berjibaku di garis terdepan untuk menyelamatkan bukan hanya satu nyawa seorang muslim, bahkan berjiwa-jiwa?

Allahu akbar! Betapa bersyukurnya Anda, wahai para tenaga kesehatan di masa-masa ini!

Allah memilih Anda untuk menjadi salah satu dari sekian hamba Allah yang ikut andil di garda terdepan dalam penanganan wabah COVID-19!

Ya Allah, mudahkanlah segenap tenaga kesehatan untuk menjalankan amanat-Mu dalam menjaga dan menyelamatkan jiwa dan nyawa kaum muslimin.

Menyelamatkan Satu Nyawa Seolah Menyelamatkan Nyawa Seluruh Manusia

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مِنۡ أَجۡلِ ذَٰلِكَ كَتَبۡنَا عَلَىٰ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٍ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًاۚ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (al-Maidah: 32)

Walaupun ayat di atas berbicara tentang hukum pembunuhan dan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada sebuah penafsiran dari Imam Mujahid bin Jabr rahimahullah, “Makna ‘barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia’, yakni menyelamatkan nyawanya dari tenggelam, kebakaran, atau kebinasaan.” (Tafsir al-Qur`an al-Azhim 3/93)

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Makna ‘barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia’, yakni dalam hal pahala.” (Tafsir al-Qur`an al-Azhim 3/93)

Artinya, barang siapa menjaga atau menyebabkan terjaganya atau tetapnya satu nyawa seorang muslim, dia akan mendapatkan pahala seperti dia menyelamatkan seluruh nyawa manusia.

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, hafizhakumullah (semoga Allah menjaga Anda semua).

Bukankah tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah hanya kepada Allah? Ingatkah bahwa seluruh hidup dan mati kita, hanya kita persembahkan kepada Rabb Semesta Alam?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ  ١٦٣

Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, seluruh hidup dan matiku; hanyalah kupersembahkan untuk Allah semata, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An’am: 162—163)

Kalau demikian, apa yang membuat Anda bersedih dan cemas? Hapuslah air mata yang membasahi pipi Anda. Persembahkanlah seluruh hidup dan mati Anda hanya untuk Allah.

Bergembiralah! Anda dipilih oleh Allah menjadi sedikit dari hamba-hamba-Nya yang bisa mengisi hidup di masa wabah ini dengan ibadah yang berpahala besar dan memiliki keutamaan yang agung, yakni menyelamatkan jiwa dan nyawa manusia.

Mohon berkenan kembali mencermati dan merenungi pembahasan paling awal dan utama dari seri ini:

Hanya kepada Allah Kita Berserah Diri

Ibadah yang Paling Utama

Menyelamatkan Nyawa Seekor Hewan Menjadi Sebab Ampunan Allah

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, rahimakumullah.

Di dalam Islam, menyelamatkan nyawa makhluk hidup adalah perbuatan yang sangat agung dan mulia. Bahkan, menolong nyawa seekor anjing pun mendapatkan ganjaran yang besar. Kalau demikian, bagaimana pendapat Anda jika yang diselamatkan adalah nyawa manusia?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

“Pada suatu hari yang sangat panas, seorang wanita pezina melihat seekor anjing. Anjing tersebut mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Kemudian, wanita tersebut melepas alas kakinya (untuk mengambil air ke dalam sumur) dan memberi minum anjing tersebut. (Dengan sebab itu) Allah pun mengampuni dosa wanita pezina tersebut. (HR. Muslim no. 2245 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa dalam perbuatan baik kepada binatang ada pahala. Semua binatang yang Anda berbuat baik kepadanya, baik dengan cara Anda beri minum, makan, atau Anda memberikan perlindungan kepadanya dari terik panas matahari atau dari kedinginan; baik binatang tersebut milik Anda, milik orang lain, ataupun binatang liar; Anda akan mendapatkan pahala di sisi Allah.

Ini adalah balasan apabila Anda berbuat baik kepada binatang. Lantas bagaimana pendapat Anda apabila perbuatan baik tersebut kepada manusia? Apabila Anda berbuat baik kepada sesama manusia, tentu pahalanya lebih besar dan berlipat.(Syarh Riyadhush Shalihin 2/173)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah membalas Anda dengan pahala yang berlipat-lipat.

Perhatikan kisah dalam hadits di atas. Allah mengampuni dosa seorang wanita pezina, dengan sebab dia telah menyelamatkan nyawa sesekor anjing dengan memberinya minum. Oleh karena itu, bergembiralah dengan keadaan Anda saat ini. Dalam setiap tindakan yang Anda kerjakan untuk menyelamatkan nyawa manusia (siapa pun orangnya dan apa pun latar belakangnya), berharap dan merendahlah kepada Allah supaya Dia mengampuni dosa-dosa Anda.

Bukankah kita semua sangat membutuhkan ampunan dan pemaafan dari Allah atas dosa-dosa kita? Semoga Allah senantiasa memberikan kita ampunan dan magfirah-Nya.

Di Antara Syarat Diterimanya Amal: Ikhlas

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran kepada Anda.

Dari uraian ringkas di atas, kita memahami bahwa saat ini Anda sedang beribadah kepada Allah. Bahkan, Anda sedang beribadah kepada Allah dengan salah satu ibadah yang paling utama. Jika demikian, ketahuilah bahwa di antara syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas mengharap wajah Allah semata.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَٱدۡعُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan peribadahan dalam beragama hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya. (Ghafir: 14)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَاْبتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan, kecuali (amalan) yang ikhlas dan mengharapkan wajah Allah semata.” (HR. an-Nasa`i no. 3140 dari sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai no. 3140)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya keutamaan suatu amalan terletak pada kualitas amalan itu sendiri, bukan hanya kadar dan jumlahnya (banyaknya).” (Majmu’ al-Fatawa 4/378)

Oleh karena itu, selalu perhatikan niat-niat yang ada dalam kalbu Anda dalam setiap gerak dan diam Anda. Untuk apa Anda melakukan ini semua? Sudahkah Anda ikhlas kepada-Nya?

Ketika berangkat dari rumah, saat memakai APD (Alat Pelindung Diri), selagi memeriksa pasien, sewaktu keluar masuk ruang isolasi, saat tertimpa perasaan cemas, ketika bersedih, sewaktu teringat putra-putri di rumah, tatkala sejenak melamun merindukan ibu, ketika menyuntikkan injeksi, saat kantuk dan lelah tak tertahankan, sewaktu menahan lapar dan dahaga dalam bertugas, dsb.; ingatlah bahwa Anda sedang beribadah kepada Allah!

Ikhlaskan semua itu hanya kepada-Nya! Jangan berharap apapun kepada selain-Nya! Mintalah pertolongan hanya kepada-Nya! Persembahkan rasa takut dan segala yang Anda rasakan hanya kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang sedang Anda rasakan.

Ketahuilah, jika Anda ikhlas kepada Allah, Dia tidak akan menyia-nyiakan segala perjuangan Anda. Bersabarlah!

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَٱصۡبِرۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan (sekali pun) menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud: 115)

Apabila Anda ikhlas, selama-lamanya Anda tidak akan kecewa dan bersedih. Sebab, Anda mengetahui dan yakin bahwa Allah Maha Melihat terhadap apa yang Anda kerjakan dan Maha Mengetahui isi hati Anda.

Walaupun tidak ada seorang pun yang melihat Anda, tiada pujian yang menghampiri Anda, tak ada yang tahu kegundahan Anda; Anda akan terus bersemangat dalam berjuang. Anda akan terus berharap di sisi Allah berupa pahala dan keridhaan-Nya.

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kepada Anda.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Jazakumullah khaira. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas semua kebaikan dan perjuangan Anda dengan pahala yang berlipat-lipat.

Dukungan dan untaian doa selalu kami panjatkan untuk Anda dan seluruh pihak yang bertugas. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi Anda keikhlasan, kesabaran, dan perlindungan.

(insya Allah bersambung)

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Ismail Arif