Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya kalau kita shalat tetapi salah kiblat? Apakah shalat kita harus diqadha/diulangi?
Menghadap kiblat merupakan salah satu dari syarat sah shalat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
“Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.” (al-Baqarah: 144)
Maksudnya ialah Ka’bah.
Apabila terjadi kesalahan menghadap arah kiblat, dalam bentuk menyamping hanya sedikit ke sebelah kanan atau ke sebelah kiri, tetapi masih searah dengan kiblat, para ulama sepakat bahwa shalatnya tidak perlu diulangi. Demikian yang dikatakan oleh Imam al-Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah (2/326).
Baca juga: Syarat-Syarat Shalat
Berbeda halnya jika kesalahannya tersebut dalam bentuk sama sekali tidak menghadap ke arah kiblat. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum shalat seseorang yang sudah berusaha menentukan arah kiblat, tetapi setelah selesai baru diketahui bahwa dia tidak menghadap kiblat.
Beliau rahimahullah menjawab,
“Apabila dia telah berusaha (menentukan arah kiblat) pada posisi yang seharusnya untuk berusaha dan sudah berupaya maksimal untuk mengetahuinya, tetapi tidak berhasil; shalatnya sah walaupun ternyata tidak menghadap kiblat. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
“Tidaklah Allah membebani suatu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (al-Baqarah: 286)
Demikian pula firman-Nya,
فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡۚ
“Bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kesanggupan kalian.” (at-Taghabun: 16)
Baca juga: Shalat, Antara Diterima dan Tidak
Adapun apabila dia pada posisi yang tidak semestinya berijtihad—misalnya dia berada di suatu negeri yang memungkinkan untuk dia bertanya ke penduduk negeri tersebut, bisa mencari arah kiblat dengan bantuan petunjuk mihrab-mihrab masjid, atau yang semisal dengannya (tetapi tidak dia lakukan)—dia wajib mengulangi shalatnya apabila terjadi kesalahan. Sebab, usaha atau ijtihadnya bukan pada tempatnya untuk berijtihad. Ketika seseorang berada di suatu negeri, hendaknya dia bertanya kepada penduduk negeri tersebut atau memperhatikan mihrab-mihrab masjid setempat.” (Sumber: Fatawa Nur ‘ala ad-Darb 2/8 dari Maktabah Syamilah)
Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
“Ulama bersepakat bahwa barang siapa shalat tidak menghadap kiblat dalam kondisi tidak berusaha untuk menentukannya, shalatnya tidak sah. Dia wajib mengulangi shalatnya dengan menghadap kiblat. (Kedudukannya) seperti halnya shalat tanpa bersuci.” (at-Tamhid 17/54)
Baca juga: Perbedaan Hukum Bersuci dari Hadats dan dari Najis
Alhamdulillah, pada zaman kita ini tidak sulit untuk mengetahui arah kiblat. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui jaringan internet, seperti aplikasi maps, GPS, atau yang semisalnya.
Wallahu a’lam bish-shawab.