Berdakwah ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala merupakan perkara agung dan memiliki derajat yang tinggi.
Para dai adalah orang-orang yang menggantikan para nabi dan rasul dalam hal menyampaikan ilmu/agama secara benar, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Sudah semestinya seorang dai menjalankan dan mengurusi kegiatan mulia ini dengan segenap kemampuan dan usaha yang maksimal.
Oleh karena itu, ada beberapa sifat yang harus ada dan dimiliki oleh seorang dai sehingga benar-benar menjadi dai yang baik.
Hanya dai sejati yang mampu mengemban dan menunaikan amanat yang besar dan mulia ini, bukan dai karbitan apalagi abal-abal. Di antara sifat-sifat dai tersebut adalah sebagai berikut.
Seorang dai hendaknya menjadikan tujuan utama dari dakwahnya adalah mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla, membela agama-Nya, serta memperbaiki keadaan hamba-Nya dengan menyelamatkan mereka dari gelapnya kebodohan dan kemaksiatan kepada cahaya ilmu dan ketaatan.
Keikhlasan seorang dai dalam dakwahnya adalah hal yang sangat penting, karena menyangkut keberhasilan dakwah dan pahala atas kegiatan dakwahnya.
Jika tujuan dakwah hanya untuk mencari perhatian manusia atau menginginkan sesuatu dari dunia, seperti harta, kedudukan, atau kepemimipinan, dakwah yang dilakukannya akan terputus pahalanya dan sedikit manfaatnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (al-Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Katakanlah, “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (Yusuf: 108)
Ia tidak memakai kata-kata yang mengandung multitafsir sebagaimana halnya kebiasaan para pengikut hawa nafsu dan dai mumayyi’. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat al-Qur’an (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (al-An’am: 55)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali ‘Imran: 159)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wajib bagimu untuk berbuat lembut dan jauhilah sikap keras serta keji. Sungguh, tidaklah sikap lembut ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya. Tidaklah sikap tersebut dicabut dari sesuatu kecuali akan merusaknya/menjelekkannya.” (HR. Muslim)
Dia tidak merasa berat untuk menyebutkan kesalahan, menyinggung, dan membantah pelakunya sebagai bentuk nasihat kepada umat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (al-Hijr: 94)
Meluruskan kesalahan, menjelaskannya, dan membantah pelakunya adalah manhaj Islam yang ditempuh oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga akhir perjalanan hidupnya.
Di atas manhaj ini pula, para salafus shalih dan orang-orang yang mengikutinya berjalan, sampai hari ini, hingga kematian datang menjemput mereka.
Mereka menyampaikan nasihat, menjelaskan, menyalahkan, mengkritik, meluruskan, dan merekomendasi dalam rangka membela agama Allah subhanahu wa ta’ala dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (az-Zumar: 3)
“Sesungguhnya aku telah tinggalkan kalian di atas (petunjuk) yang terang, malamnya bagaikan siangnya. Tidak ada yang berpaling darinya melainkan akan binasa.” (HR. Ahmad, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib)
Tidak ada yang merasa berat untuk menjelaskan, membantah kesalahan, dan penyimpangan kecuali orang bodoh atau orang sombong yang sebenarnya mengetahui hal ini atau pengikut hawa nafsu dan pengusung bid’ah yang menghendaki sesatnya kaum muslimin dan berpalingnya mereka dari kebenaran.
Wajib bagi seluruh kaum muslimin, khususnya yang berkecimpung di medan dakwah, agar tidak merasa berat dan sempit dadanya untuk menjelaskan, membantah kesalahan, dan penyimpangan, baik besar maupun kecil. Ini merupakan bentuk nasihat bagi agama Allah subhanahu wa ta’ala dan mengarahkan umat kepada kebaikan di atas ajaran Islam yang murni.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Barang siapa yang Allah menghendaki untuk memberinya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki oleh Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (al-An’am: 125)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dia amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah: 128)
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.” (al-Isra’: 53)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada al-Asyaj bin Abdil Qais radhiallahu ‘anhu,
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yaitu: lemah lembut dan tenang tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim)
Dia tidak mengikat manusia dalam sebuah organisasi dan simbol tertentu lantas menegakkan al-wala wal bara’ di atasnya, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh hizbiyyin.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Hal itu diperintahkan oleh Allah agar kamu bertakwa.” (al-An’am: 153)
Seorang dai lebih membutuhkan akhlak yang seperti ini. Sebab, ia akan bergaul dengan manusia dan menyeru mereka kepada kebenaran dan akhlak Islam.
` Seorang dai juga harus menjauhi kesombongan, karena akan menjadi penyebab manusia menolak kebenaran dan menjauhinya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (an-Naml: 14)
“Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)
(ad-Durar adz-Dzahabiyyah fi Ushul wa Manhaj Da’wah Salafiyyah)
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf