Peperangan Bangsa Rum (Romawi) dan Persia
Secara ringkas, kami paparkan sebagian sejarah tentang bangsa Romawi dan Persia yang diceritakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya (3/514—515). Beliau mengisahkan:
Bangsa Rum adalah keturunan al-‘Aish bin Ishaq bin Ibrahim, saudara sepupu Bani Israil. Dinamakan pula dengan Bani al-Ashfar. Mereka menganut agama orang-orang Yunani. Bangsa Yunani sendiri adalah keturunan Yafuts bin Nuh yang mereka adalah para penyembah bintang.
Bangsa Rum inilah yang membangun kota Damsyik (Damaskus) berikut tempat-tempat ibadahnya. Bangsa ini masih menganut agama mereka sampai datangnya ‘Isa al-Masih ‘alaihissalam, kira-kira selama 300 tahun. Setiap raja yang memerintah mereka, disebut “kaisar”.
Orang pertama yang masuk agama Nasrani dari raja-raja bangsa Rum adalah Konstantin. Namun kemudian orang-orang Nasrani berselisih paham, di mana kemudian para pendetanya (melalui konsili/pertemuan Nicea tahun 325 M, red.) merumuskan suatu undang-undang doktrin agama bagi negara dan mengubah agama Nabiyullah ‘Isa ‘alaihissalam. Mereka tambah dan kurangi agama Nabi ‘Isa ‘alaihissalam semau mereka (salah satu hasil “terpenting” adalah menetapkan Isa sebagai Tuhan melalui pemungutan suara, red.). Mereka juga membuat berbagai acara perayaan atau peringatan serta membagi tingkatan-tingkatan keuskupan atau kependetaan dalam beberapa tingkat seperti yang kita kenal sekarang ini (Paus, Uskup, dan sebagainya). Tak cuma itu, orang-orang Nasrani (Kristen) juga sangat keterlaluan dalam memuliakan dan mengagungkan kaisar. Yang jelas, mereka tetap memeluk agama tersebut hingga diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setiap mati seorang kaisar, muncul kaisar penggantinya, sampai akhirnya datang masa pemerintahan Heraklius. Heraklius termasuk seorang raja yang cerdas dan cermat. Kekuasaannya cukup besar dan luas, sehingga Kisra Persia Sabur memusuhinya. Padahal kerajaannya lebih luas daripada Kaisar (Heraklius). Sabur sendiri merupakan penganut Majusi (penyembah api).
Bagian termasyhur dari sejarah ini adalah ketika Kisra pernah maju sendiri menghadapi Kaisar di negerinya, mengalahkan dan mengepungnya. Tidak ada kota yang tersisa kecuali Konstantinopel (sekarang Istanbul-Turki, red.) yang juga dikepung cukup lama.
Kisra sendiri merasa tidak sanggup menembus pertahanan di wilayah Konstantin ini, karena sebagian wilayahnya berdekatan dengan laut bebas dan sebagian lagi berada di daratan luas.
Sekian lama berselang, Kaisar kemudian mencoba sebuah tipu muslihat. Dia minta Kisra agar melepas wilayahnya dengan menjanjikan sejumlah harta dan beberapa persyaratan. Kisra pun memenuhi dan menuntut sejumlah harta yang demikian besar yang tidak mungkin dihimpun oleh seorang raja mana pun di muka bumi ini. Akhirnya Kaisar meminta agar dibolehkan keluar menuju beberapa wilayah kekuasaan Romawi untuk mengumpulkan harta tersebut. Kemudian dia memanggil seluruh pembesar agama dan kerajaannya serta berkata, “Aku akan keluar untuk suatu urusan yang telah diputuskan untuk aku laksanakan dengan sepasukan prajurit pilihan. Kalau aku kembali ke tengah-tengah kalian sebelum satu tahun, maka aku tetap raja kalian. Kalau aku tidak kembali dalam waktu tersebut, kalian boleh pilih, tetap mengakuiku sebagai raja atau mengangkat salah seorang dari kalian sebagai pengganti raja buat kalian.”
Mereka mengatakan, “Anda tetap raja kami dalam keadaan bagaimanapun.”
Akhirnya Kaisar berhasil keluar dan dengan cepat menuju kerajaan Persia. Dengan gerakan cepat bersama beberapa prajurit pilihannya, dia berhasil menghancurkan beberapa wilayah kerajaan Persia seperti Mada’in. Bahkan berhasil membunuh putra mahkota Persia, menawan para wanita dan istri-istri raja, merampas harta benda yang ada dan mengirimkan semua itu kepada Kisra. Tentu saja Kisra Persia yang menerimanya sangat terkejut dan berduka. Tekanannya terhadap pengepungan itu pun semakin keras.
Setelah merasa tidak sanggup menembus pertahanan Kaisar, Kisra Persia mencoba jalan lain melalui sungai Jaihun yang merupakan satu-satunya jalan menuju ke Konstantinopel.
Ketika hal ini diketahui Kaisar yang hendak memasuki Konstantinopel, ia pun melancarkan satu taktik jitu yang belum pernah dilakukan siapa pun sebelumnya. Dia mempersiapkan pasukan pengintai yang bersamanya di dekat alur sungai. Pasukan lain diperintahkannya untuk mengangkut jerami dan kotoran hewan kemudian dilemparkan ke sungai. Ketika benda-benda itu melewati Kisra, dia menyangka bahwa Kaisar dan pasukannya telah menyelam di arah depan, maka dia pun memerintahkan untuk mengejar.
Kaisar kemudian tiba di tengah-tengah pasukan induknya dan memerintahkan untuk bergegas dan menyelam. Mereka pun menyelam dan bergerak cepat. Akhirnya mereka lolos dari Kisra dan pasukannya, serta berhasil masuk Konstantinopel kembali. Tinggallah Kisra dalam keadaan penuh kebingungan dan terheran-heran, apa yang mereka kerjakan? Negeri Kaisar tidak berhasil ditundukkan, malah negeri sendiri diporak-porandakan oleh Kaisar. Inilah kemenangan Romawi terhadap kerajaan Persia yang terjadi dalam waktu sekitar sembilan tahun setelah mereka dikalahkan oleh Persia. Peristiwa pertempuran kedua negara super power ini terjadi di dekat wilayah jazirah Arab.
Firman Allah ‘azza wa jalla:
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rum, di negeri terdekat dan sesudah dikalahkan itu mereka akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah segala urusan sebelum dan sesudahnya. Dan pada hari itu kaum mukminin bergembira, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (ar-Rum: 1—5)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, ayat ini turun ketika Raja (Kisra) Persia Sabur menguasai negeri Syam dan koloninya yang meliputi beberapa wilayah di jazirah Arab serta pedalaman negeri Romawi. Hal ini memaksa Heraklius, Raja Romawi menyingkir dan berlindung di Konstantinopel. (at-Tafsir, 3/512)
Al-Imam Ahmad, al-Baihaqi, at-Tirmidzi, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini, dia mengatakan,
“Mereka (Romawi) dikalahkan dan (kemudian) mengalahkan. Kaum musyrikin sangat senang apabila orang-orang Persia berhasil mengalahkan orang-orang Romawi, karena Persia dan mereka sama-sama penyembah berhala. Sedangkan kaum muslimin menginginkan agar bangsa Romawi yang menaklukkan Persia karena mereka adalah orang-orang ahli kitab.”
Dalam riwayat at-Tirmidzi dari Niyar bin Mukarram al-Aslami radhiallahu ‘anhu dia mengatakan, “Ketika turun ayat-ayat ini, bangsa Persia berhasil mengalahkan bangsa Romawi. Kaum muslimin sangat menginginkan kemenangan ada di pihak Romawi, karena mereka ahlul kitab. Sedangkan kaum musyrikin sangat gembira dengan kemenangan Persia ini, karena mereka bukan ahli kitab dan tidak pula beriman dengan hari kemudian. Tatkala ayat ini turun, Abu Bakr radhiallahu ‘anhu membacakannya dengan lantang.”
Sebagian orang Quraisy yang mengetahui ini menantang, “Baik. Ini kesepakatan di antara kita. Temanmu itu menyangka bahwa Romawi akan mengalahkan Persia dalam waktu beberapa tahun. Maukah kamu, kita bertaruh masalah ini?”
Abu Bakr menjawab, “Boleh.”
Pertaruhan ini terjadi sebelum perkara ini dilarang. Orang-orang musyrik itu berkata kepada Abu Bakr, “Berapa tahun kita tetapkan? Yakni antara tiga sampai sembilan tahun. Sebutkan supaya kita jadikan putusan akhir.”
Kemudian mereka menetapkan waktu enam tahun.
Setelah berlalu enam tahun, belum juga tampak kemenangan itu, akhirnya taruhan Abu Bakr radhiallahu ‘anhu diambil oleh Quraisy. Namun masuk tahun ketujuh, terjadilah kemenangan itu. Disebutkan oleh perawi bahwa sebagian kaum muslimin mencela Abu Bakr radhiallahu ‘anhu yang membatasi hanya enam tahun, karena Allah ‘azza wa jalla menyatakan:
“Dalam beberapa tahun.” (ar-Rum: 4)
Ketika itu, banyaklah orang yang masuk Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka akan menang.”
Berita ini segera disampaikan oleh Abu Bakr radhiallahu ‘anhu kepada orang-orang Quraisy. Lalu mereka pun berkata, “Buatlah kesepakatan di antara kita dengan satu tempo. Kalau kami yang menang kami berhak mendapatkan sesuatu. Dan kalau kalian yang menang kalian berhak mendapatkan sesuatu pula.”
Maka Abu Bakr radhiallahu ‘anhu memberikan batasan bahwa Romawi akan menang dalam waktu lima tahun, namun ternyata belum juga terbukti. Hal ini juga beliau sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:
أَلَا جَعَلْتَهَا إِلَى دُونِ –أَرَاهُ قَالَ: الْعَشْرِ
“Apakah tidak engkau jadikan sampai masa di bawah—saya kira beliau menyebut— 10 tahun.”
Sa’id bin Jubair mengatakan الْبِضْعُ artinya bilangan yang ada di bawah sepuluh. Dan memang akhirnya pasukan Romawi menang. (Sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah, wallahu a’lam).
Sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa kemenangan Romawi tersebut terjadi bertepatan dengan peristiwa Badr al-Kubra. Ada pula yang menyatakan hal itu pada masa Hudaibiyah. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib
Sumber bacaan: