(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Allah l dengan hikmah dan rahmat-Nya yang sempurna senantiasa menghendaki keselamatan dan kebahagiaan bagi para hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, Dia l mengharamkan berbagai macam perbuatan keji dan kotor seperti: zina, homoseks, dan lesbi; sekaligus memerintahkan para hamba-Nya menjaga kehormatannya dari perbuatan tersebut.
Allah l mengabarkan di dalam kitab-Nya yang mulia sifat-sifat orang yang beriman yang akan menjadi pewaris surga firdaus-Nya. Pada awal surat al-Mu’minun disebutkan salah satu sifat mereka,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (al-Mu’minun: 5—7)
Rasulullah n menegaskan,
مَنْ حَفِظَ مَا بَيْنَ فَقْمَيْهِ وَرِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang menjaga lisan dan kemaluannya (kehormatannya), niscaya dia akan masuk surga.” (Shahih al-Jami’, no. 6202)
Al-Imam Ibnu Katsir t berkata, “Orang-orang yang menjaga kehormatannya dari perbuatan haram sehingga tidak terjatuh pada perbuatan yang dilarang oleh Allah l, seperti zina dan homoseks.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/213)
Karena Allah l yang menciptakan hamba-Nya, Dia-lah yang paling mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka, khususnya yang berkaitan dengan syahwat biologis mereka. Oleh karena itu, disyariatkanlah pernikahan untuk menyalurkan syahwat mereka dengan jalan yang halal.
Rabb kita l berfirman,
ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
Rasulullah n bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka hendaknya menikah. Karena menikah itu akan memudahkan untuk menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang belum mampu, hendaknya dia berpuasa. Karena puasa itu akan meredakan nafsu/syahwatnya.” (Muttafaqun alaih dari Abdullah bin Mas’ud z)
Haramnya Zina, Homoseks, Lesbi, dan Menyetubuhi Binatang
Dari penjelasan di atas, kita semakin yakin bahwa zina, homo, lesbi, dan menyetubuhi binatang adalah perbuatan yang melampaui batas.
Allah l melarang para hamba-Nya dari perbuatan zina dalam firman-Nya,
“Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (al-Isra’: 32)
Rabb kita l mengharamkan homoseks dalam firman-Nya,
“(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (al-A’raf: 80—81)
Allah l pun mengharamkan perbuatan lesbi dan menyetubuhi binatang berdasarkan keumuman firman-Nya dalam surat al-Mu’minun ayat 5—7 di atas. Demikian pula sabda Rasulullah n,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
“Mayoritas perkara yang menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka adalah lisan dan kemaluan.” (HR. at-Tirmidzi dari Abu Hurairah z, dinyatakan hasan oleh al-Albani)
Adapun hadits,
وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ
“Siapa yang kalian dapati bersetubuh dengan binatang maka bunuhlah dia dan binatang itu.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama ahlul hadits tentang kesahihannya. Sebagian mereka menyatakannya sahih, seperti asy-Syaikh al-Albani t. Namun, hadits ini dianggap dhaif oleh para ulama mutaqaddimin (terdahulu), seperti Ibnu Ma’in, al-Bukhari, dan Abu Dawud rahimahumullah. Al-Imam Ibnu Qayyim juga merajihkan kedhaifannya dalam kitab ad-Da’ wad Dawa’ (hlm. 252—253).
Tingkatan Dosa Zina Sesuai dengan Kerusakan yang Ditimbulkannya
1. Berzina dengan seorang bujang lebih ringan hukumnya dibandingkan dengan seorang wanita yang bersuami.
Demikian pula sebaliknya, seorang lelaki yang belum menikah lebih ringan hukumnya dibandingkan dengan seorang yang beristri.
Allah l berfirman tentang hukum laki-laki dan wanita yang belum pernah menikah berbuat zina,
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah. Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (an-Nur: 2)
Adapun hukuman bagi orang yang sudah menikah (muhshan) yang berbuat zina adalah rajam (dilempari batu sampai mati). Rasulullah n bersabda (yang artinya), “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku akan memutuskan di antara kalian berdua dengan kitabullah. Budak perempuan dan kambing-kambing ini kembali kepada kalian. Adapun anak laki-lakimu hukumannya dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun. Berangkatlah segera, wahai Unais, menuju istri orang ini. Apabila dia mengakui telah berbuat zina, rajamlah.” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Budak yang berbuat zina hukumnya separuh (dicambuk 50 kali) dari hukum orang merdeka dan tidak dirajam.
Allah l berfirman,
“Apabila mereka telah menjaga diri dengan menikah, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka bagi mereka separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (an-Nisa’: 25)
3. Berzina dengan istri tetangga lebih besar dosanya daripada dengan selainnya.
Dari Ibnu Mas’ud z, dari Nabi n,
أَنَّهُ سُئِلَ: أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدّاً وَهُوَ خَلَقَكَ. قِيلَ: ثُمَّ أَيٌ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ. قِيلَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ
Beliau n ditanya, “Dosa apa yang paling besar?” Beliau n menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah l padahal Dia menciptakanmu.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau n menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu (menjadikanmu semakin miskin).” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Jawab beliau, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (Muttafaqun alaih)
Bahkan, Rasulullah n bersabda,
لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعْشْرِ نِسْوَةٍ أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ
“Sungguh, seorang laki-laki berzina dengan sepuluh wanita itu lebih ringan dosanya daripada dia berzina dengan istri tetangganya.” (HR. Ahmad, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5043)
Zina itu haram dan termasuk dosa besar. Namun, berzina dengan istri tetangga itu lebih besar dosanya karena menyakiti tetangganya sendiri.
Rasulullah n bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
4. Berzina dengan saudari perempuan lebih besar dosa dan kerusakannya daripada dengan selainnya
Syaikhul Islam t ditanya mengenai hukuman bagi seseorang yang berzina dengan saudarinya. Jawab beliau, orang yang berzina dengan saudarinya padahal dia tahu tentang haramnya hal ini, maka dia wajib dibunuh.
Dalilnya adalah riwayat dari al-Bara’ bin Azib z yang berkata, “Pamanku, Abu Burdah, berpapasan denganku sambil membawa sebuah bendera. Aku bertanya, ‘Kemana engkau akan pergi, wahai Paman?’ Beliau menjawab, ‘Rasulullah n mengutusku untuk mendatangi seorang laki-laki yang menikahi istri bapaknya. Kemudian beliau n memerintahkanku untuk memenggal lehernya dan mengambil hartanya’.” (HR. Abu Dawud no. 4457, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani t di dalam al-Irwa’ no. 2351)
Kerusakan dan Kerugian Zina
Tidak ada satu pun perbuatan dosa kecuali pasti akan menimbulkan berbagai kerusakan dan kerugian, baik bagi pelaku maupun lingkungan. Bahkan, kerusakannya dirasakan oleh seluruh alam, di dunia dan akhirat.
Allah l berfirman,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Rum: 41)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di t berkata, “Ditampakkan kerusakan di darat dan laut, yaitu rusaknya kehidupan mereka, timbulnya berbagai musibah, dan berbagai penyakit akan menimpa mereka. Semuanya disebabkan oleh perbuatan dosa mereka, seperti amalan-amalan yang rusak dan merusak kehidupan.”
Sa’d bin Ubadah z berkata, “Kalau aku melihat seorang lelaki (yang bukan mahram) bersama istriku, sungguh aku akan tebas dia dengan sisi pedang yang tajam.”
Berita itu sampai kepada Nabi n. Beliau bersabda,
أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
“Apakah kalian heran terhadap kecemburuan Sa’d? Sungguh, aku lebih cemburu dibandingkan dia, dan Allah l lebih cemburu dibandingkan denganku.” (HR. al-Bukhari)
Rasulullah n bersabda,
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim melainkan dengan salah satu dari tiga sebab: orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang lain, serta orang yang keluar agamanya dan memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin).” (Muttafaqun alaih dari Ibnu Mas’ud z)
Al-Imam Ibnul Qayyim t menjelaskan hadits di atas, “Hadits ini mengiringkan penyebutan hukum zina dengan hukum murtad dan membunuh jiwa (secara sengaja), sebagaimana halnya surat al-Furqan ayat 28. Rasulullah n memulai penyebutan hukum perbuatan yang paling sering terjadi (zina), kemudian yang berikutnya. Zina adalah perbuatan yang lebih sering terjadi daripada pembunuhan, sedangkan pembunuhan adalah lebih sering terjadi daripada kemurtadan. Jadi, dalam hadits di atas Rasulullah n menyebutkan masalah yang besar, kemudian berpindah ke yang lebih besar.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh zina bertentangan dengan kemaslahatan dan kebaikan alam semesta. Apabila seorang wanita berbuat zina, berarti dia telah mendatangkan aib/malu bagi keluarga, suami, dan sanak saudaranya. Selain itu, dia menyebabkan kepala mereka tertunduk malu di hadapan umat manusia apabila hamil (karena zina). Apabila dia membunuh anak hasil zinanya, berarti dia telah menggabungkan dosa zina dan membunuh. Apabila dia menasabkan kepada suaminya, berarti dia telah memasukkan keturunan orang lain dalam keluarga suaminya dan keluarganya, padahal anak itu bukan ahli warisnya. Demikian pula, anak itu akan melihat dan berkhalwat dengan mereka, serta menasabkan diri kepada mereka, padahal ia bukan dari mereka. Masih banyak lagi kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zinanya.
Adapun apabila seorang lelaki berbuat zina, berarti ia merusak nasabnya sendiri, merusak wanita yang terjaga, serta menghadapkannya kepada kebinasaan dan kerusakan di dunia dan di akhirat. (ad-Da’ wad Dawa’, hlm. 232)
Dari penjelasan al-‘Allamah Ibnu Qayyim t di atas dan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbuatan zina akan menimbulkan banyak kerusakan dan kerugian di dunia, di antaranya:
Jatuhnya kehormatan pada perkara yang menjijikkan.
Rusaknya nasab.
Menimbulkan kebencian, permusuhan, dan pembunuhan.
Memutus hubungan silaturahim
Memberikan warisan kepada yang tidak berhak menerimanya.
Menyakiti tetangga.
Timbul dan menyebarnya berbagai penyakit yang menakutkan, seperti AIDS, GO, sipilis, dan lainnya; bahkan sebagian dokter berpendapat bahwa di antara penyebab kanker rahim adalah zina.
Kerusakan moral masyarakat yang begitu nyata.
Adapun azab di akhirat lebih keras dan menyakitkan, bagi siapa saja yang tidak mau bertobat dari perbuatan itu.
Oleh karena itu, barang siapa yang terjatuh ke dalam perbuatan kotor dan menjijikkan ini, hendaknya dia segera bertobat kepada Allah l, sebagaimana Dia l perintahkan,
“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Rabbmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (at-Tahrim: 8)
Wallahu a’lam bish-shawab.