Benteng parit yang dibuat Rasulullah n dan para sahabatnya ternyata efektif untuk membendung serbuan kaum musyrikin. Mereka mengalami kesulitan untuk melakukan penyerangan dan hanya bisa mengitari parit. Di sisi lain, kaum musyrikin terus menggalang bantuan untuk melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Rasulullah.
Tanda-tanda Nubuwwah dalam Peristiwa Khandaq
Dalam peristiwa bersejarah ini, banyak terdapat kejadian luar biasa sebagai salah satu tanda kenabian Rasulullah n. Para sejarawan menukilkan sebagiannya:
Di antaranya apa yang dikisahkan oleh Jabir z, dalam Shahih Al-Bukhari (Kitabul Maghazi), bahwa para sahabat mengadukan kepada Rasulullah n adanya tanah keras yang tidak sanggup mereka gempur. Kemudian Rasulullah n turun, dalam keadaan mereka (termasuk Rasulullah n) tidak merasakan makanan sejak tiga hari. Bahkan Rasulullah n mengikatkan dua buah batu ke perut beliau untuk menahan lapar.
Rasulullah n turun ke dalam parit lalu meminta seember air, beliau berdoa dan meludahi air itu lalu menuangkannya ke bongkahan tanah keras tersebut. Kemudian beliau memukul tanah itu dengan cangkul hingga menjadi debu.
Ibnu Hisyam menukil pula dari Ibnu Ishaq yang menerima dari Sa’id bin Mina, bahwa dia diceritakan tentang puteri Nu’man bin Basyir yang masih kecil, diperintah oleh ibunya, ‘Amrah bintu Rawahah (saudara perempuan Abdullah bin Rawahah) membawa beberapa butir kurma untuk bekal makan siang ayah dan khali (pamannya). Setelah bertemu Rasulullah n, dia ditanya tentang apa yang dibawanya. Gadis kecil itu menjawab beberapa butir kurma yang akan diberikan kepada ayah dan pamannya untuk makan siang. Oleh Rasulullah n kurma itu diminta, kemudian beliau letakkan di atas sehelai kain dan beliau doakan. Setelah itu beliau suruh orang memanggil para penggali untuk makan. Merekapun datang mengambil kurma yang ada di atas kain itu dan makan sampai kenyang, sementara kurma itu tetap berserakan di atas kain tersebut.
Hidangan Keluarga Jabir z
Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dalam Shahih keduanya dari Jabir bin Abdullah:
لَمَّا حُفِرَ الْخَنْدَقُ رَأَيْتُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيدًا فَانْكَفَأْتُ إِلَى امْرَأَتِي فَقُلْتُ: هَلْ عِنْدَكِ شَيْءٌ فَإِنِّي رَأَيْتُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمَصًا شَدِيدًا؟ فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جِرَابًا فِيهِ صَاعٌ مِنْ شَعِيرٍ وَلَنَا بُهَيْمَةٌ دَاجِنٌ فَذَبَحْتُهَا وَطَحَنَتِ الشَّعِيرَ فَفَرَغَتْ إِلَى فَرَاغِي وَقَطَّعْتُهَا فِي بُرْمَتِهَا ثُمَّ وَلَّيْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: لاَ تَفْضَحْنِي بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِمَنْ مَعَهُ. فَجِئْتُهُ فَسَارَرْتُهُ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ ذَبَحْنَا بُهَيْمَةً لَنَا وَطَحَنَّا صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ كَانَ عِنْدَنَا، فَتَعَالَ أَنْتَ وَنَفَرٌ مَعَكَ. فَصَاحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا أَهْلَ الْخَنْدَقِ، إِنَّ جَابِرًا قَدْ صَنَعَ سُورًا فَحَيَّ هَلًا بِهَلِّكُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُنْزِلُنَّ بُرْمَتَكُمْ وَلَا تَخْبِزُنَّ عَجِينَكُمْ حَتَّى أَجِيءَ. فَجِئْتُ وَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْدُمُ النَّاسَ حَتَّى جِئْتُ امْرَأَتِي فَقَالَتْ: بِكَ وَبِكَ. فَقُلْتُ: قَدْ فَعَلْتُ الَّذِي قُلْتِ. فَأَخْرَجَتْ لَهُ عَجِينًا فَبَصَقَ فِيهِ وَبَارَكَ ثُمَّ عَمَدَ إِلَى بُرْمَتِنَا فَبَصَقَ وَبَارَكَ ثُمَّ قَالَ: ادْعُ خَابِزَةً فَلْتَخْبِزْ مَعِي وَاقْدَحِي مِنْ بُرْمَتِكُمْ وَلَا تُنْزِلُوهَا. وَهُمْ أَلْفٌ، فَأُقْسِمُ بِاللهِ لَقَدْ أَكَلُوا حَتَّى تَرَكُوهُ وَانْحَرَفُوا وَإِنَّ بُرْمَتَنَا لَتَغِطُّ كَمَا هِيَ وَإِنَّ عَجِينَنَا لَيُخْبَزُ كَمَا هُوَ
“Ketika penggalian khandaq, aku melihat Nabi n dalam keadaan sangat lapar, maka akupun kembali kepada isteriku dan berkata kepadanya: ‘Apakah engkau punya sesuatu? Karena aku melihat Rasulullah n dalam keadaan sangat lapar.’
Isteriku mengeluarkan karung kulit yang di dalamnya terdapat segantang gandum. Dan kami masih punya seekor kambing kecil. Akupun mulai menyembelih kambing itu sementara isteriku mengadon tepung (membuat roti). Dia pun menyelesaikan pekerjaannya bersamaan dengan aku menyelesaikan pekerjaanku. Lalu aku memotong-motongnya di dalam burmah (periuk dari batu), kemudian aku kembali kepada Rasulullah n. Isteriku berkata: ‘Jangan membuatku malu di hadapan Rasulullah n dan para sahabatnya.’
Akupun menemui beliau dan membisiki beliau, aku katakan: ‘Wahai Rasulullah, kami sudah menyembelih seekor kambing kecil dan mengadon segantang gandum yang kami punyai. Jadi, kemarilah engkau dan beberapa sahabatmu.’
Maka Nabi n pun berseru: ‘Wahai para penggali parit, sesungguhnya Jabir sudah menyiapkan hidangan. Marilah segera, kalian semua!’
Kemudian Rasulullah n berkata: ‘Jangan turunkan periuk dan adonan kalian sampai aku datang.’
Akupun pulang dan datanglah Rasulullah n mendahului kaum muslimin hingga aku menemui isteriku.
Dia berkata: ‘Gara-gara kamu, gara-gara kamu.’
Aku katakan: ‘Sudah aku lakukan apa yang kamu katakan.’
Lalu dia pun mengeluarkan adonan itu dan menyerahkannya kepada Rasulullah n. Beliaupun meludahinya (meniup/menyemburkan sedikit air liur) dan mendoakan keberkahan padanya, kemudian menuju periuk kami, lalu meludahi dan mendoakan keberkahan padanya. Kemudian beliau berkata: ‘Panggil si pembuat roti agar dia buat roti bersamaku dan ciduklah dari periuk kalian, tapi jangan diturunkan.’
Mereka ketika itu berjumlah seribu orang. Aku bersumpah demi Allah, sungguh semuanya makan sampai mereka tinggalkan (bersisa) dan kembali pulang, sementara periuk kami benar-benar masih mendidih (isinya) sebagaimana awalnya, dan adonan itu juga masih seperti semula.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah c)
Pengepungan Tentara Sekutu dan Pengkhianatan Yahudi
Setibanya pasukan sekutu di pinggir kota Madinah, mereka terkejut melihat “benteng” pertahanan yang dibuat kaum muslimin bersama Rasulullah n. Strategi semacam ini sama sekali belum pernah dikenal di kalangan bangsa Arab. Mereka berusaha mencari celah sempit untuk masuk ke garis pertahanan kaum muslimin, namun tidak berhasil kecuali beberapa gelintir ahli berkuda mereka seperti ‘Amr bin Abdi Wadd, ‘Ikrimah, dan lainnya. Namun mereka inipun lari tunggang langgang setelah jago andalan mereka mati dibunuh ‘Ali bin Abi Thalib z.
Akhirnya, sekutu membuat perkemahan di seberang parit mengepung kaum muslimin selama satu bulan. Saling lempar panah dan batu masih terjadi dari kedua belah pihak.
Sebagaimana telah diceritakan, beberapa tokoh Yahudi menemui para pemimpin Quraisy dan kabilah Arab lainnya untuk menghasut mereka agar memerangi Rasulullah n dan kaum muslimin. Orang-orang Yahudi ini menjanjikan akan membantu Quraisy dan sekutu-sekutunya untuk menumpas kaum muslimin.
Kemudian tokoh-tokoh Yahudi ini menemui pimpinan Yahudi Bani Quraizhah, Ka’b bin Asad. Mulanya Ka’b menolak menerima kedatangan Huyyai bin Akhthab, tapi dia terus membujuk sampai diterima oleh Ka’b.
Setelah Huyyai masuk, dia berkata: “Aku datang membawa kemuliaan masa. Aku datang dengan Quraisy, Ghathafan, dan Asad berikut para pemimpin mereka untuk memerangi Muhammad.”
Akhirnya, Ka’b termakan bujukan tersebut. Diapun melanggar perjanjian yang telah disepakati antara orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dengan Rasulullah n dan kaum muslimin. Namun dia mensyaratkan, apabila mereka tidak berhasil mengalahkan Rasulullah n maka hendaknya Huyyai masuk ke dalam bentengnya bergabung bersamanya menerima apa yang ditimpakan kepada mereka. Huyyai menyetujuinya.
Rasulullah n mendengar pula pengkhianatan ini. Beliau mengutus beberapa sahabat; Sa’d bin ‘Ubadah, Sa’d bin Mu’adz, dan Abdullah bin Rawahah serta Khawwat bin Jubair g untuk mencari berita. Ternyata keadaannya jauh lebih buruk dari yang mereka bayangkan. Dengan terang-terangan orang-orang Yahudi mencaci maki Rasulullah n dan menampakkan permusuhan mereka. Rasulullah n bertakbir dan menenangkan para sahabat: “Bergembiralah kalian.”
Tapi keadaan semakin mencekam. Kaum muslimin mulai merasakan tekanan. Kemunafikan mulai muncul. Sebagian Bani Haritsah minta izin pulang ke kota, dengan alasan rumah-rumah mereka tidak terjaga. Bani Salimah pun mulai merasa lemah, tapi Allah k mengokohkan hati mereka sehingga mereka tetap berjuang bersama Rasulullah n. Allah l berfirman menceritakan kejadian ini:
إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللهِ الظُّنُونَا. هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالًا شَدِيدًا. وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُورًا. وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارًا
“(Yaitu) ketika mereka datang kepada kalian dari atas dan dari bawah kalian, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (kalian) dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian berprasangka terhadap Allah dengan bermacam-macam sangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.’ Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: ‘Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagi kalian, maka kembalilah kalian.’ Dan sebagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: ‘Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).’ Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.” (Al-Ahzab: 10-13)
Melihat hal ini, Rasulullah n ingin mengajak damai ‘Uyainah bin Hishn dan Al-Harits bin ‘Auf, pemuka suku Ghathafan dengan menyerahkan sepertiga kurma Madinah agar mereka menarik pasukannya. Tawar menawarpun terjadi. Rasulullah n meminta pendapat Sa’d bin ‘Ubadah dan Sa’d bin Mu’adz tentang masalah ini. Keduanya memberikan jawaban tegas: “Wahai junjungan kami, kalau Allah yang memerintahkan anda melakukan ini, kami dengar dan taat. Tapi kalau ini hanya sekedar siasat dari anda, maka kami tidak membutuhkannya. Sungguh, dahulu kami dan mereka sama-sama dalam keadaan menyekutukan Allah dan menyembah berhala, namun mereka tidak pernah bisa menikmati kurma itu kecuali dengan membelinya. Sekarang, di saat Allah telah memuliakan kami dengan Islam, memberi kami hidayah/taufik kepadanya, memuliakan kami pula (dengan mengutus anda kepada kami), apakah kami akan serahkan harta kami kepada mereka?! Demi Allah, kami tidak berikan kepada mereka apapun kecuali pedang!”
Rasulullah n menyetujui pendapat mereka berdua. Beliau berkata: “Itu hanyalah siasat yang aku buat karena aku melihat bangsa Arab menyerang kalian secara serentak.” (Zadul Ma’ad, 3/239-240)
(bersambung, Insya Allah)