(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits)
Arogansi Yahudi Khaibar akhirnya lumat sudah. Satu persatu benteng mereka berhasil dikuasai kaum muslimin.
Jatuhnya Benteng Khaibar
Benteng Na’im adalah benteng pertama yang diserang kaum muslimin. Dari benteng inilah keluar Marhab, jagoan Yahudi yang kekuatannya sebanding dengan seribu orang. Setelah ‘Amir bin Al-Akwa’ gugur sebagai syahid, Marhab keluar lagi dan menantang. Dalam peristiwa inilah Mahmud, saudara Muhammad bin Maslamah z terbunuh karena dilempar dengan batu gilingan.
Ibnu Hisyam t dalam Sirah-nya menyebutkan akhirnya Muhammad bin Maslamah keluar menyambut tantangannya untuk menuntut balas atas kematian saudaranya Mahmud. Setelah saling serang beberapa kali, keduanya masuk ke dalam barisan pepohonan. Sekarang, mereka bertempur di balik sebatang pohon. Pada satu kesempatan, Marhab menebas, tapi ditangkis oleh Muhammad, sehingga pedangnya terjepit. Melihat ini, Muhammad menunduk dan menebas kaki Marhab hingga putus. Marhab minta agar segera dibunuh saja, namun tetap dibiarkannya sekarat.
Setelah itu, datanglah ‘Ali bin Abi Thalib z membunuhnya. Kemudian keduanya mengadu kepada Rasulullah n tentang rampasannya. Kata Muhammad: “Wahai Rasulullah, tidaklah aku putuskan kakinya lalu aku biarkan dia, melainkan agar dia merasakan kematian, padahal aku mampu membunuhnya saat itu.”
Kata ‘Ali: “Dia benar. Saya menebas lehernya sesudah Muhammad memotong kedua kakinya.” Maka Rasulullah n pun menyerahkan barang-barang milik Marhab kepada Muhammad bin Maslamah, yaitu pedang, tombak, dan topi besinya serta gadanya. Pedang itu masih tersimpan di keluarga Muhammad bin Maslamah dan di situ tertulis kalimat yang hanya bisa dibaca oleh seorang Yahudi, isinya: “Ini pedang Marhab, siapa yang terkena pasti binasa.”
Sementara yang lain mengisahkan bahwa yang membunuh Marhab adalah ‘Ali bin Abi Thalib, demikian kata Al-Hakim dalam Mustadrak-nya. Tapi menurut Ibnu Katsir t susunannya aneh (gharib) dan munkar, bahkan dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh tasyayyu’ (cenderung kepada Syi’ah).
Ketika itu, ‘Ali bin Abi Thalib z yang sedang sakit mata, dipanggil oleh Rasulullah n. Sebelumnya beliau bersabda:
لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ
“Sungguh, besok betul-betul akan saya serahkan bendera perang ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberi kemenangan lewat tangannya.”
Para sahabat bermalam sambil bertanya-tanya siapa orang yang akan diserahi bendera tersebut? Bahkan ‘Umar z mengatakan: “Belum pernah aku berambisi untuk menjadi pemimpin kecuali pada malam itu.”
Keesokan harinya, mereka datang pagi-pagi kepada Rasulullah n, tapi beliau berkata:
أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ؟
“Di mana ‘Ali bin Abi Thalib?”
Para sahabat menyahut: “Dia sakit mata, wahai Rasulullah.” Beliau perintahkan supaya dia dibawa ke hadapan beliau, lalu beliau ludahi kedua matanya dan mendoakannya. Akhirnya kedua mata itu sembuh seolah-olah tidak pernah sakit. Kemudian Rasulullah n menyerahkan bendera itu kepadanya.
Kata ‘Ali z: “Wahai Rasulullah, apakah saya perangi mereka agar mereka jadi sama seperti kita (muslim)?”
Beliau n bersabda:
انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ، فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Teruslah, jalan pelan-pelan hingga tiba di pekarangan mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam. Terangkan apa yang wajib atas mereka tentang hak Allah dalam Islam. Demi Allah, seandainya Allah beri petunjuk satu orang saja lewat dirimu, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah.”1
Ketika Marhab keluar dan menantang, ‘Ali z pun membalas:
Akulah yang dinamai ibuku Haidarah (singa kecil)
Bak singa rimba yang menakutkan
Aku sempurnakan mereka dengan sha’ sebanyak cidukan
‘Ali z pun berjalan mendekati benteng. Tiba-tiba salah seorang Yahudi melihat dari atas benteng, lalu bertanya: “Siapa engkau?” Kata ‘Ali: “Aku ‘Ali bin Abi Thalib.” Yahudi itu berseru: “Kamu menang, demi yang diturunkan kepada Musa.”
Setelah Marhab tewas, keluarlah saudaranya, Yasir sambil berkata: “Siapa yang berani bertanding?”
Lalu majulah Az-Zubair z menyambut tantangannya. Shafiyyah ibunya berkata: “Wahai Rasulullah, (apakah) dia akan membunuh anakku?” Kata beliau: “Bahkan putramulah yang akan membunuhnya, insya Allah.” Az-Zubair z pun berhasil membunuhnya.
Kemudian orang-orang Yahudi lari masuk ke dalam bentengnya yang bernama Al-Qamush. Rasulullah n mengepung benteng ini hampir 20 malam. Daerah ini tanahnya buruk dan panas. Kaum muslimin pun merasakan lapar yang berat. Mereka mulai menyembelih keledai jinak, tapi Rasulullah n melarang mereka memakannya.
Sementara di dalam benteng Khaibar, seorang budak Habsyi melihat persiapan orang-orang Yahudi begitu hebat. Dia tertarik dengan pernyataan mereka ketika dia tanya siapa yang akan mereka hadapi itu? Orang-orang Yahudi itu mengatakan bahwa mereka akan menghadapi seseorang yang mengaku nabi. Muncul tanda tanya dalam hatinya ketika mendengar mereka menyebut nabi. Lalu diapun menemui Nabi n dan bertanya: “Kepada apa yang engkau berdakwah?”
Beliau menjawab: “Saya ajak engkau kepada Islam; agar engkau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan saya adalah Rasulullah serta tidak menyembah kecuali hanya Allah.”
Budak itu bertanya lagi: “Apa yang saya peroleh jika saya bersaksi dan beriman kepada Allah?”
Rasulullah n berkata: “Jannah (surga), kalau engkau mati di atas persaksian tersebut.”
Budak itupun masuk Islam lalu berkata: “Wahai Nabi Allah, kambing-kambing ini adalah amanah pada saya.”
Rasulullah n berkata: “Keluarkan dia dari pasukan kita dan lemparlah dengan kerikil, karena Allah k akan menunaikan amanahmu ini.”
Budak itu melaksanakannya, maka pulanglah kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Melihat kambing-kambingnya pulang tanpa gembala, orang Yahudi majikan si budak itu pun mengerti bahwa budaknya telah masuk Islam.
Rasulullah n mulai berdiri di hadapan barisan muslimin, menasihati mereka dan mendorong mereka berjihad. Setelah kedua pasukan bertemu, dan terbunuhlah sebagian di antara mereka, termasuk budak hitam tersebut. Pasukan muslimin membawanya ke markas dan memasukkannya ke dalam tenda. Rasulullah n mendatanginya setelah dia terbunuh, lalu bersabda:
لَقَدْ حَسَّنَ اللهُ وَجْهَكَ وَطَيَّبَ رِيْحَكَ وَكَثَّرَ مَالَكَ، لَقَدْ رَأَيْتُ زَوْجَتَيْهِ مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ يَتَنَازَعَانِ جُبَّتَهُ عَلَيْهِ، يَدْخُلاَنِ فِيْمَا بَيْنَ جِلْدِهِ وَجُبَّتِهِ
“Sungguh Allah sudah membuat wajahmu menjadi baik, mengharumkan tubuhmu dan memperbanyak hartamu. Dan sungguh aku lihat dua istrinya dari kalangan bidadari surga menanggalkan jubahnya dan masuk ke dalam antara kulit dan jubahnya.”2
Diriwayatkan pula oleh An-Nasa`i, Ath-Thahawi, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih, bahwa Syaddad bin Al-Hadi z mengatakan:
أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَعْرَابِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ n فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ ثُمَّ قَالَ: أُهَاجِرُ مَعَكَ. فَأَوْصَى بِهِ النَّبِيُّ n بَعْضَ أَصْحَابِهِ فَلَمَّا كَانَتْ غَزْوَةٌ غَنِمَ النَّبِيُّ n سَبْيًا فَقَسَمَ وَقَسَمَ لَهُ فَأَعْطَى أَصْحَابَهُ مَا قَسَمَ لَهُ وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: قِسْمٌ قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ n. فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ n فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ: قَسَمْتُهُ لَكَ. قَالَ: مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ، وَلَكِنِّي اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَاهُنَا -وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ بِسَهْمٍ- فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ. فَقَالَ: إِنْ تَصْدُقِ اللهَ يَصْدُقْكَ. ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيُّ n يُحْمَلُ قَدْ أَصَابَهُ سَهْمٌ حَيْثُ أَشَارَ فَقَالَ النَّبِيُّ n: أَهُوَ هُوَ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: صَدَقَ اللهَ فَصَدَقَهُ. ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ n فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ n ثُمَّ قَدَّمَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَكَانَ فِيمَا ظَهَرَ مِنْ صَلَاتِهِ: اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا، أَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ
“Datang seorang Arab dusun kepada Nabi n, lalu beriman dan mengikuti beliau. Dia berkata: “Saya akan hijrah bersamamu.” Rasulullah n pun mewasiatkan dia kepada sebagian sahabat. Lalu ketika terjadi perang Khaibar dan Rasulullah n memperoleh ghanimah, beliau pun membagi-bagikannya, termasuk kepada si Arab dusun tersebut. Ketika menerimanya, dia bertanya: “Apa ini?” Sahabat yang menyerahkan berkata: “Ini bagianmu yang diberikan Rasulullah n untukmu.” Diapun mengambilnya lalu datang membawanya kepada Nabi n, kemudian katanya: “Apa ini, wahai Rasulullah?”
Beliau berkata: “Bagian yang aku berikan untukmu.”
Dia berkata: “Bukan untuk ini saya mengikuti engkau. Tapi saya mengikuti engkau agar aku dipanah di sini -dia menunjuk ke arah tenggorokannya-, lalu aku mati dan masuk surga.”
Kata Rasulullah n: “Kalau engkau jujur, Allah pasti membenarkanmu.”
Kemudian diapun bangkit menyerbu musuh. Tak lama, dia dibawa ke hadapan Nabi n dalam keadaan terbunuh tepat di tempat yang ditunjuknya. Beliau bertanya: “Diakah ini?”
Kata mereka: “Ya.”
Beliau berkata: “Dia jujur kepada Allah, maka Allah benarkan dia.” Kemudian Nabi n mengafaninya dengan jubahnya lalu meletakkannya di depan, kemudian menyalatkannya. Di antara doa beliau untuknya ialah: “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, dia
keluar sebagai muhajir di jalan Engkau lalu terbunuh sebagai syahid, dan aku jadi saksi atasnya.”
Setelah itu, orang Yahudi pindah ke benteng Az-Zubair, di atas bukit Qullah. Rasulullah n mengepungnya selama tiga malam. Lalu datanglah seorang lelaki Yahudi bernama ‘Azaal dan berkata: “Wahai Abul Qasim (kunyah Rasulullah n), sebetulnya, walaupun engkau kepung selama sebulan, mereka tidak peduli. Mereka punya mata air untuk minum di bawah tanah. Mereka bisa keluar di malam hari lalu minum dari telaga itu lalu pulang ke benteng mereka dan bertahan dari engkau. Kalau engkau putus jalur air minum mereka, tentu mereka akan menyerah.”
Maka Rasulullah n mulai memutus jalur minum mereka. Setelah persediaan air mereka putus, mereka keluar dan menyerang hebat. Terbunuhlah beberapa orang dari muslimin, sedangkan di pihak Yahudi ada puluhan orang tewas. Rasulullah n berhasil menaklukkannya.
Setelah itu, beliau menuju Kutaibah dan Wathih serta Sulalim, benteng Ibnu Abil Huqaiq. Para penghuni benteng ini bertahan sehebat-hebatnya. Akhirnya datang kepada mereka semua orang yang sudah kalah dari Nithah dan Syaq. Ketika mereka tidak keluar dari benteng, Rasulullah n berkeinginan untuk menyerang mereka dengan manjaniq (semacam ketapel yang besar). Melihat hal ini, mereka yakin akan binasa kalau diteruskan. Akhirnya mereka menyerah dan minta damai kepada Rasulullah n setelah pengepungan selama 24 hari.
Akhirnya, turunlah Ibnu Abil Huqaiq berunding dengan Rasulullah n. Kemudian disepakati bahwa orang Yahudi harus keluar dari Khaibar membawa anak-anak mereka dan meninggalkan harta mereka kecuali pakaian yang melekat pada tubuh mereka. Rasulullah n mengancam mereka bila mereka menyembunyikan sesuatu dari beliau.
Tapi mereka menyembunyikan kekayaan Huyai bin Akhthab yang dahulu dibawanya pindah dari Madinah (dalam peristiwa pengusiran Bani Nadhir). Beliau bertanya: “Mana kantung kulit yang dibawa Huyai dari Bani Nadhir?”
Katanya: “Habis untuk belanja dan perang.”
Kata Rasulullah n: “Masanya begitu singkat, sedangkan harta itu sangat banyak?” Lalu beliau menyerahkannya kepada Az-Zubair, lalu diapun disiksa sampai mengaku. Akhirnya dia berkata: “Saya pernah melihat dia mengitari reruntuhan di sini.”
Merekapun mendatanginya dan mengitarinya, akhirnya mereka temukan kulit itu di dalam puing-puing. Rasulullah n menghukum mati dua putra Ibnu Abil Huqaiq, yang salah satunya adalah suami Shafiyyah bintu Huyai bin Akhthab. Setelah itu Rasulullah n menawan wanita dan anak-anak mereka serta membagi-bagi harta mereka. Bahkan beliau ingin pula mengusir mereka dari Khaibar.
Kata mereka: “Wahai Muhammad (n), biarkan kami di sini mengolah tanah ini, karena kami lebih tahu daripada kalian.”
Hal ini disepakati oleh beliau n dengan syarat separuh hasil tanah Khaibar untuk beliau. Demikian diriwayatkan oleh Abu Dawud t di Kitab Al-Kharaj dalam Sunan-nya.
Dalam peristiwa ini, tidak ada yang dibunuh beliau sesudah perdamaian selain kedua putra Ibnu Abil Huqaiq. Itupun karena pelanggaran yang mereka lakukan, dengan menyembunyikan sebagian harta milik Huyai.
Setelah memilih Shafiyyah, beliau perintahkan Bilal membawanya ke kendaraan Rasulullah n. Dengan sengaja Bilal membawa mereka melewati bangkai suami dan saudara serta bapak-bapak mereka. Rasulullah n tidak suka melihatnya, lalu menegur Bilal:
أَذَهَبَتِ الرَّحْمَةُ مِنْكَ، يَا بَلَالُ؟
“Sudah hilangkah kasih sayang darimu, wahai Bilal?”
Kemudian beliau menawarkan Islam kepada Shafiyyah, dan diapun masuk Islam. Rasulullah n memilihnya untuk beliau, lalu membebaskannya dan menjadikan kebebasannya itu sebagai mahar.3
Madinah. Ketika melihat warna hijau di pipi Shafiyyah, beliau bertanya: “Apa ini?”
Kata Shafiyyah: “Wahai Rasulullah, sebelum kedatanganmu kepada kami, saya bermimpi seolah-olah bulan lepas dari tempatnya dan jatuh di pangkuanku. Padahal demi Allah, saya tidak pernah mengingat engkau sedikitpun. Lalu saya ceritakan kepada suami saya, tapi dia menamparku dan berkata: ‘Engkau mengangankan raja yang di Madinah itu (Rasulullah n maksudnya –ed)’.”4
Di malam harinya, Abu Ayyub berjaga malam di sekitar tenda Rasulullah n sampai subuh. Ketika dia melihat Rasulullah n, diapun bertakbir. Rasulullah n bertanya kepadanya: “Ada apa, wahai Abu Ayyub?”
Katanya: “Saya berjaga malam, ketika engkau masuk kepada wanita ini. Saya teringat engkau telah membunuh bapak dan suaminya, saudara serta kerabatnya. Maka saya khawatir dia membunuhmu diam-diam.” Rasulullah n pun tertawa mendengarnya dan mendoakan kebaikan baginya.
(bersambung, insya Allah)
Catatan Kaki:
1 HR. Al-Bukhari (7/365) dan Muslim (1807) dan Ahmad (4/52) dari hadits Salamah bin Al-Akwa’.
2 Hadits ini disahihkan oleh Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam.
3 HR. Al-Bukhari (7/360) dan Muslim (2/1043) dari hadits Anas z.
4 Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (9/251), lihat Az-Zaad (3/327).