Asysyariah
Asysyariah

nasihat untuk menjaga lisan & tulisan pada masa wabah

5 tahun yang lalu
baca 13 menit
Nasihat untuk Menjaga Lisan & Tulisan pada Masa Wabah

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Pada era informasi seperti sekarang ini, berita dan informasi mudah sekali viral, termasuk tentang perkembangan wabah virus corona. Kita perlu sangat berhati-hati saat berucap dan menyampaikan berita, baik secara lisan maupun tulisan. Medsos dan internet bisa membuat tulisan kita menyebar luas dan menjangkau berbagai tempat yang bahkan kita sendiri tidak membayangkannya. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu benar-benar menimbang dan memikirkan apa yang hendak kita tulis.

Agama Islam Membimbing Kita untuk Menjaga Lisan (Termasuk Tulisan)

Dalam artikel ini, kami tidak berpanjang lebar terkait pembahasan menjaga lisan. Silakan pembaca menyimak nasihat tentang hal ini pada tautan berikut.

Nikmat Lisan, untuk Apa Kita Gunakan?

Kewajiban Menjaga Lisan

Jagalah Lisanmu

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Pada masa tersebarnya wabah penyakit virus corona (Covid-19), banyak sekali berita dan informasi berseliweran. Mudahnya akses internet dan medsos membuat seseorang bisa mendapatkan informasi dari berbagai sumber, baik sumber yang kredibel maupun tidak. Oleh karena itu, ada beberapa hal penting yang harus kita perhatikan.

  1. Berpikir dengan Cermat Sebelum Menukil atau Share

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia hanya berkata yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan hadits di atas,

إِذَا أَرَادَ أَنْ يَتَكَلَّمَ فَلْيُفَكِّرْ؛ فَإِنْ ظَهَرَ لَهُ أَنَّهُ لَا ضَرَرَ عَلَيْهِ تَكَلَّمَ، إِنْ ظَهَرَ لَهُ فِيهِ ضَرَرٌ، أَوْ شَكَّ فِيهِ أَمْسَكَ

“(Makna hadits ini adalah) apabila seorang hamba ingin berbicara, hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Apabila telah tampak jelas baginya bahwa tidak ada kerugian/mudarat terhadap dirinya, baru dia mengatakannya. Namun, apabila tampak jelas baginya mudarat/efek negatif atau dia ragu (apakah menimbulkan mudarat atau tidak), hendaklah dia menahan diri (tidak menyampaikannya).” (Lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, 1/222)

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas,

وَهَذَا الْحَدِيثُ صَرِيحٌ فِي أَنَّهُ يَنْبَغِي أَنْ لاَ يَتَكَلَّمَ إِلاَّ إِذَا كَانَ الْكَلَامُ خَيْراً، وَهُوَ الَّذِي ظَهَرَتْ مَصْلحَتُهُ، وَمَتَى شَكَّ فِي ظُهُورِ الْمَصْلَحَةِ، فَلَا يَتَكَلَّمُ

“Hadits ini mengandung dalil yang jelas/gamblang bahwa hendaklah seseorang tidak berbicara, kecuali apabila perkataan yang akan diucapkan adalah baik (yakni ketika tampak baginya maslahat perkataan tersebut). Jika dia ragu, apakah perkataan yang akan dia ucapkan ada maslahatnya atau tidak, hendaklah dia menahan diri (tidak jadi berbicara).” (Riyadhush Shalihin pada keterangan hadits no. 1511)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ

“Seorang hamba benar-benar mengucapkan sebuah kalimat, yang dia tidak memikirkannya terlebih dahulu, ternyata bisa membuatnya terlempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh daripada jarak antara barat dan timur.” (HR. al-Bukhari no. 6477, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas,

وَمَعْنَى «يَتَبَيَّنُ» يَتَفَكَّرُ أَنَّهَا خَيْرٌ أَمْ لاَ.

“Makna يَتَبَيَّنُ adalah memikirkan perkataan yang akan diucapkan, apakah baik atau tidak.” (Riyadhush shalihin pada keterangan hadits no. 1514)

  1. Tidak Tergesa-gesa dan Terus Melatih Diri untuk Menumpulkan Sifat Tergesa-gesa 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Kehati-hatian itu adalah karunia dari Allah, sedangkan tergesa-gesa itu berasal dari setan.(HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 20270. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 1795)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Pada umumnya, setiap kita masih sering tergesa-gesa, terkhusus yang masih muda. Semakin seseorang bertambah umur dan pengalaman, seharusnya sifat ketergesaannya semakin tumpul. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melatih kesabaran dan kehati-hatian.

Janganlah kita memiliki kebiasaan ingin dianggap sebagai orang yang paling pertama tahu atau terdepan dalam men-share. Terkadang, perasaan seperti ini membuat keikhlasan kita ternoda. Ingin dipuji, senang dianggap “nomor satu”, dll.

Tidak perlu khawatir jika ada saudara kita yang mendahului kita dalam meyampaikan suatu informasi, jika kita memang belum yakin untuk menyebarkannya. Jikalau ternyata kita memang yakin bahwa itu adalah kebaikan, tidak perlu terlalu sedih karena didahului saudara kita. Bukankah yang terpenting adalah tersampaikannya kebaikan kepada kaum muslimin? Tidak terlalu penting, apakah kebaikan itu tersampaikan melalui tangan kita atau melalui saudara kita.

  1. Tidak Menyampaikan Semua Hal yang Diketahui

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang (dianggap) berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (HR. Muslim no. 5, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Sahabat Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu mengatakan,

بِحَسْبِ الْمَرْءِ مِنَ الْكَذِبِ أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Seseorang teranggap berdusta apabila menceritakan setiap yang dia dengar.” (Shahih Muslim hlm. 8)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Perhatikan bimbingan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas. Janganlah kita serta merta langsung menyebarkan setiap informasi atau berita yang masuk ke HP kita. Tahanlah jemari Anda. Sabar dan berhati-hatilah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melindungi kita dari sifat tergesa-gesa yang tidak pada tempatnya.

  1. Selalu Mengecek Validitas Berita

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (al-Hujurat: 6)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati; semua itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (al-Isra`: 36)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menafsirkan,

وَلاَ تَتَّبِعْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ، بَلْ تَثَبَّتْ فِي كُلِّ مَا تَقُولُهُ وَتَفْعَلُهُ

“Janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak memiliki ilmunya. Bahkan, hendaklah engkau ber-tatsabbut (selalu melakukan validasi) dalam setiap ucapan yang engkau sampaikan dan amalan yang engkau perbuat.“ (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/457)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Apabila kita mendapatkan suatu berita  atau informasi, mohon cek validitas dan kesahihan berita tersebut. Pastikan informasi tersebut benar. Apabila Anda ragu, tahanlah. Jangan terburu menyebarkannya padahal di hati Anda masih ada keraguan.

  1. Mengambil Berita dari Sumber Resmi dan Kredibel

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (al-Hujurat: 6)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Media-media informasi umum yang ada sekarang ini tidak seluruhnya terbebas dari penyebaran hal-hal yang menyelisihi syariat. Oleh karena itu, apabila kita menerima suatu informasi atau berita, selalu cek validitas dan kebenarannya.

Alangkah baiknya kita hanya mencukupkan diri dengan berita dan informasi yang bersumber dari media resmi pemerintah kita, terkhusus pada masa-masa ini. Apabila kita mendapatkan suatu informasi atau berita dari selain media resmi pemerintah, sebaiknya kita cross check dengan mencari pembandingnya pada media resmi pemerintah. Jika ternyata media resmi pemerintah juga membenarkannya, itulah yang kita ambil (sumber dari sumber berita).

Sebaiknya, kita juga bersabar menunggu suatu perkembangan berita atau informasi penting diposting oleh media resmi pemerintah. Meskipun media-media selain media resmi pemerintah sudah memosting dan menyebarkannya, hendaklah kita tetap bersabar menunggu pengumuman resmi dari pemerintah.

Berhati-hatilah dari media-media berita. Apabila terpaksa mendapatkan informasi dari media berita, hendaklah hal tersebut tidak menjadi pokok sumber informasi kita, tetapi menjadi jembatan atau perantara untuk kita mencari informasi tersebut di media-media resmi pemerintah.

Saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.

Kita wajib bersyukur kepada Allah, kemudian berterima kasih kepada pemerintah kita; bahwa pada masa wabah penyakit corona ini, pemerintah sudah menyediakan media resmi yang menyampaikan perkembangan dan informasi penting terkait dengan wabah penyakit corona. Di antara media-media resmi tersebut adalah:

  1. Nasional https://www.covid19.go.id/
  2. DKI Jakarta https://corona.jakarta.go.id/
  3. Jawa Barat https://pikobar.jabarprov.go.id/
  4. Jawa Tengah https://corona.jatengprov.go.id/
  5. Jawa Timur https://checkupcovid19.jatimprov.go.id/
  6. Banten https://infocorona.bantenprov.go.id/
  7. DIY https://corona.jogjaprov.go.id/
  8. dll. (setiap pemerintah provinsi insya Allah memiliki situs resmi terkait dengan perkembangan Covid-19)

Pemerintah juga memiliki akun-akun medsos resmi yang telah terverifikasi. Hendaklah kita mencukupkan diri menyebarkan informasi dari sumber-sumber resmi tersebut.

  1. Adab saat Mendapatkan Berita Penting

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٌ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (an-Nisa: 83)

Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata,

“Ini adalah pengajaran (teguran) dari Allah ‘azza wa jalla untuk para hamba-Nya terhadap perbuatan mereka yang tidak pantas. Apabila datang kepada mereka suatu perkara (berita) yang penting dan maslahat umum terkait dengan kondisi aman dan menyenangkan kaum mukminin atau kondisi takut yang padanya ada musibah, hendaklah mereka mengecek terlebih dahulu kebenarannya dan tidak terburu-buru menyebarkannya.

Seharusnya mereka mengembalikan berita itu kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang memegang kendali perkara (pemerintah), orang-orang yang jauh pandangannya, ahli pikir, berilmu, tulus, berakal, dan pandai; yang mengetahui masalah serta maslahat dan mudaratnya.

Apabila orang-orang tersebut memandang disebarkannya berita tersebut mengandung maslahat untuk menyemangati kaum mukminin, menyenangkan mereka, dan terjaganya mereka dari musuh; merekalah yang akan menyiarkannya (bukan kita, -pent.).

Sebaliknya, jika mereka memandang penyebaran berita itu tidak ada maslahat atau ada maslahatnya, tetapi mudaratnya lebih banyak, mereka tidak akan menyiarkannya (apalagi kita, -pent).

Oleh karena itu Allah ‘azza wa jalla mengatakan,

لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ

“Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri).” (an-Nisa: 83)

Maksudnya, mereka (para penguasa, ulama, dan pakar di bidangnya) bisa mengeluarkan pernyataan dengan pikiran dan pandangan mereka yang tepat serta dengan pengetahuan yang benar.

Dalam ayat ini ada dalil tentang sebuah prinsip dalam masalah etika, yaitu apabila terjadi pembahasan tentang suatu perkara, sepantasnya diserahkan kepada yang berkompeten dan ahli, serta tidak boleh mendahului mereka. Sikap yang seperti ini lebih mendekati kebenaran dan lebih bisa menyelamatkan dari kekeliruan.

Dalam ayat ini (juga) ada larangan bersikap terburu-buru menebarkan perkara saat mendengarnya.

Ayat ini juga memuat perintah untuk meneliti sebelum berbicara dan menimbang apakah padanya ada maslahat sehingga seorang akan melakukannya atau memandang tidak ada maslahatnya sehingga ia menahan diri darinya.” (Tafsir as-Sa’di surah an-Nisa ayat 83)

Meminta Bimbingan kepada Ahli Ilmu

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَسۡئَلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

“Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (an-Nahl: 43)

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Apabila ada sebuah informasi atau berita yang kita dapatkan, sementara kita bingung menyikapinya; hendaklah kita meminta bimbingan dan musyawarah kepada orang-orang yang berilmu dan pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya. Sampaikan kepada mereka dengan bahasa yang santun dan penuh adab. Bersabarlah menunggu arahan mereka. Jangan mendahului mereka.

Apabila mereka sudah memberikan suatu arahan kepada Anda, ikutilah bimbingan dan arahan mereka. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk senantiasa bersama orang-orang saleh.

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Terlalu berlebihan dalam suatu perkara atau sebaliknya, adalah suatu kekurangan, termasuk dalam hal menyikapi berita atau informasi. Janganlah kita terlalu tenggelam dalam mencari informasi, sehingga semua berita kita telan mentah-mentah. Demikian pula, jangan kita tak acuh dan tidak peduli dengan perkembangan yang ada sehingga informasi-informasi penting justru kita lewatkan.

Sikap yang benar adalah terus mengikuti dan mencari tahu bimbingan orang yang berilmu. Apa yang harus kita lakukan? Apa sikap kita terhadap situasi ini? dll.; insya Allah kita akan mendapatkan bimbingannya jika kita mau dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu serta selalu berusaha meminta bimbingan dan mendekat dengan orang-orang yang berilmu.

Termasuk dalam pembahasan ini adalah status kita di medsos (Whats App atau yang sejenisnya). Berhati-hatilah membuat status. Nasihat selengkapnya tentang hal ini, silakan dibaca di sini.

Berpikir Sebelum Menekan Tombol “Kirim”

Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.

Dari uraian singkat di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa apabila kita ingin berucap atau menyampaikan suatu berita dan share suatu informasi,

  1. Berhenti dahulu untuk berpikir. Jangan tergesa-gesa. Takut dan bertakwalah kepada Allah. Mintalah petunjuk kepada Allah. Semoga Allah memberikan kepada kita taufik dan petunjuk-Nya.

  2. Apakah yang akan disampaikan ada penyelisihan syariat? Apakah yang akan disampaikan adalah kebenaran atau kedustaan (hoaks)? Apakah yang akan disampaikan adalah valid dan bersumber dari pihak yang kredibel?

  3. Apakah yang akan disampaikan adalah kebaikan atau kejelekan? Apakah yang akan disampaikan ada mudarat atau efek negatifnya? Apakah ada pihak yang terzalimi dan tersinggung dengan apa yang kita sampaikan? Apakah yang akan disampaikan ada maslahatnya atau tidak?

  4. Apakah saya memiliki kewenangan untuk menyampaikan hal ini? Apakah tepat jika saya sampaikan sekarang atau sebaiknya ditunda atau ditahan? Apakah kondisinya memungkinkan untuk saya menyampaikan hal ini?

  5. Siapa saja yang akan membaca atau mendengar informasi yang akan saya sampaikan ini? Apakah saya sampaikan di grup atau japri?

  6. Apakah saya perlu meminta pertimbangan pihak yang memiliki kompetensi dalam hal ini? Apakah saya perlu meminta izin untuk menyebarkannya? Apakah informasi ini bersifat rahasia? Apakah informasi ini cocok jika diterapkan di tempat kita? Atau hanya bisa diaplikasikan pada kondisi dan tempat tertentu?

Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, akan ada dua keadaan jawaban: yakin atau ragu.

Apabila petanyaan-pertanyaan di atas bisa kita jawab dalam benak kita dengan yakin, barulah kita bisa memutuskan apakah kita yakin akan meneruskan atau menghentikan. Jika ragu, hendaklah kita menahan diri (tidak menyampaikan).

Secara umum, sebenarnya tidak ada yang mengharuskan kita menyebarkan informasi tersebut. Demikian pula, tidak ada yang menghukum kita jika kita tidak menyebarkannya. Berbeda halnya apabila kita memang diberi amanat dalam hal ini.

Tidak lupa, kami mengingatkan kembali tentang pentingnya bertanya dan meminta bimbingan kepada orang yang berilmu dalam hal penyebaran suatu informasi.

Termasuk jawaban yang tidak seyogianya disampaikan ketika ada yang mempertanyakan validitas informasi yang kita share adalah, “Maaf, saya hanya copas dari grup sebelah.” Jawaban seperti ini dikhawatirkan termasuk jawaban yang kurang bijak, lebih tepatnya kurang bertanggung jawab. Seolah-olah tanggung jawab ingin dilemparkan kepada “grup sebelah”.

Ketika kita menyampaikan sebuah berita, saat itulah tanggung jawab sudah menempel di pundak kita. Apabila Anda belum memastikan validitasnya, mengapa ikut menyebarkannya? Jika memang harus menyebarkan berita, pilihlah dari sumber yang resmi dan kredibel. Hendaklah Anda bertanya dan meminta bimbingan kepada orang yang berilmu dan pihak yang kredibel. Mohon berkenan mencermati pembahasan berikut:

Etika Pemberitaan dalam Islam

Efek Negatif Media Massa

Saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.

Demikian penjelasan ringkas tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyebaran berita dan informasi, terkhusus pada masa wabah penyakit corona. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang jujur dan bersabar.

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Ismail Arif