Di antara masalah ilmu yang harus kita yakini ialah semua perkara yang dinisbatkan kepada jahiliah itu tercela. Betapa banyak dalil yang menunjukkan hal ini. Di antara dalil tersebut adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Tinggallah di rumah-rumah kalian. Dan janganlah kalian bertabarruj seperti tabarruj orang jahiliah dahulu.” (al- Ahzab: 33)
Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim rahimahumallah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar pertikaian seorang Anshar dan seorang Muhajirin dalam satu peperangan. Orang Anshar berkata, “Wahai orang-orang Anshar (minta bantuan mereka)!” Orang Muhajirin pun berkata, “Wahai orang-orang Muhajirin (minta bantuan kepada mereka)!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata, “Apakah seruan jahiliah kalian lakukan, padahalaku ada di antara kalian? Tinggalkanlah seruan-seruan jahiliah karena itu adalah buruk.”
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Kesimpulannya: semua perkara jahiliah adalah tercela dan kita dilarang meniru perilaku jahiliah dalam segala hal.” (Syarah Masail Jahiliah)
Menghidupkan Jejak Para Nabi dan Orang-Orang Saleh adalah Amalan Jahiliah
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahumallah berkata, “(Di antara perilaku jahiliah) adalah menjadikan jejak tempat para nabi sebagai tempat ibadah.” Beliau juga berkata, “(Di antara perilaku jahiliah adalah) mencari berkah jejak peninggalan orang–orang besar mereka, seperti darun nadwah.”
Dan berbangga-bangganya orang yang memiliki peninggalan orang besar. Seperti dikatakan kepada Hakim bin Hizam, “Kamu menjual kemuliaan Quraisy.”
Beliau menjawab, “Telah hilang semua (sebab) kemuliaan kecuali ketakwaan.” (Masail Jahiliah; masalah no. 81, 86, dan 87)
Tiga perbuatan jahiliah inilah yang sering dilakukan sekarang ini; menghidupkan dan mengenang jejak para nabi dan orang saleh serta mencari berkah dengannya. Akhirnya, orang-orang kafir berani memberikan dana yang banyak untuk melakukan proyek “jahiliah” ini. Sebab, mereka tahu ini adalah salah satu sarana menjauhkan muslimin dari agamanya. Yang dimaksud jejak di sini adalah tempat yang pernah didatangi oleh seorang nabi, orang saleh, tempat shalat, atau tempat-tempat persinggahan mereka.
Sekarang ini sering dilakukan pencarian jejak (situs) para nabi dan orang saleh kemudian dijadikan tempat kunjungan dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala di tempat-tempat tersebut. Mereka beranggapan, shalat di tempat tersebut adalah satu keutamaan. Bahkan, akhirnya sebagian orang mencari-cari dan mendatangi tempat yang pernah didatangi oleh tokoh-tokoh dari negara tertentu; melakukan napak tilas untuk mencari berkah dengan kunjungan tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Contoh Tempat yang Dianggap Berkah
Di antara sekian tempat yang dijadikan tempat kunjungan dengan niat tabaruk adalah Gua Tsur dan Gua Hira. Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “… sekarang ini seperti yang pergi ke Gua Hira dengan alasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beribadah di situ sebelum diangkat jadi nabi. Mereka pergi ke sana untuk shalat dan berdoa di sana, padahal nabi saja tidak mengunjungi gua tersebut setelah diangkat menjadi nabi, juga tak ada seorang sahabat pun yang pernah ke Gua Hira karena mereka tahu hal tersebut tidak disyariatkan. Demikian pula mereka pergi ke Gua Tsur, dengan alasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersembunyi di sana sebelum hijrah.” Namun orang-orang sekarang ini pergi ke Gua Tsur untuk shalat di sana, meletakkan wewangian di sana, dan kadang melemparkan uang ke sana. Ini semua adalah perbuatan jahiliah, jahiliahlah yang telah mengagungagungkan jejak nabi mereka. (Syarah Masail Jahiliah)
Tatkala di zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ada orang-orang yang berbolak-balik mengunjungi pohon tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaiat para sahabat Anshar.
Ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengetahuinya beliau pun memerintahkan untuk menebang pohon tersebut. Dan beliau berkata, “Dengan amalan seperti inilah agama hancur.” Di antara tempat yang dijadikan tempat cari berkah adalah Jabal Rahmah. Sebagian rombongan umrah dari Indonesia bahkan dianjurkan oleh pembimbing mereka untuk berdoa di Jabal Rahmah, minta jodoh atau poligami.__Mudah – mudahan Allah lmemberikan taufik kepada kita dan kepada para pembimbing jamaah haji dan umrah, agar senantiasa beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Apakah Semua Tempat yang Pernah Didatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Disyariatkan untuk Didatangi?
Di antara perkara yang perlu diketahui, tempat yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam datang untuk menunjukkan bahwa shalat di tempat tersebut disyariatkan bagi umatnya berbeda dengan tempat yang beliau singgahi dan shalat di sana secara kebetulan. Tempat pertama yang beliau datangi sebagai syariat di antaranya Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha, Ka’bah, dan Masjid Quba. Disyariatkan bagi umatnya untuk mengunjungi tempat tersebut dan mengamalkan amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di setiap tempat tersebut.
Adapun tempat yang beliau singgahi secara kebetulan, tidak disyariatkan bagi umat mengikutinya. Misalnya, Gua Tsur dan tempat lainnya yang dilalui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hijrah ke Madinah. Haruslah dibedakan antara satu tempat yang didatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai syariat bagi umatnya dan tempat lain yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam datangi secara kebetulan atau karena ada kebutuhan. Tempat-tempat yang dikunjungi Rasulullah n sebagai syariat bagi umatnya, disyariatkan bagi umat ini mendatanginya dengan niat ibadah, dengan catatan ibadah yang sesuai dengan yang dituntunkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun tempat yang didatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara kebetulan, tidak boleh dikunjungi dengan niat ibadah. Itu adalah kebid’ahan, jalan orangorang jahiliah. Gua Hira misalnya. Tidak boleh seseorang berniat ibadah dengan mengunjungi Gua Hira. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saja tidak mengunjunginya setelah menjadi nabi. Demikian juga para sahabatnya, tidak pernah mengunjungi Gua Hira. (Syarah Masail Jahiliah, asy-Syaikh al-Fauzan)
Menghidupkan Peninggalan Orang- Orang Besar, Sarana Menuju Kesyirikan
Di antara sebab kesyirikan yang saat ini gencar dilakukan adalah mencari-cari dan menghidupkan kembali peninggalanpeninggalan orang dahulu, walaupun peninggalan orang-orang kafir. Penelitian-penelitian dilakukan untuk menemukan peninggalan “bersejarah”, yang tentunya kebanyakannya adalah peninggalan orang-orang kafir, musyirikin, dan animisme. Bahkan, mereka mencaricari dan membesar-besarkan peninggalan Fira’un. Innalillahi wainnailaihi raji’un.
Tidaklah kaum Nuh ‘Alaihissalam terjatuh kecuali melalui pintu ini. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Mereka berkata, “Janganlah kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian; Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (an-Nuh: 23)
Al-Imam Bukhari rahimahumallah membawakan ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Ini adalah nama-nama orang saleh di kaum Nuh, ketika mereka meninggal maka setan pun memberikan wangsit kepada kaumnya, hendaknya kalian membuat gambargambar dan patung di majelis-majelis yang mereka bermajelis di sana dan berilah nama-nama mereka. Maka mereka pun membuatnya namun tidak menyembahnya. Hingga ketika mereka mati dan ilmu telah dilupakan, akhirnya gambar dan patung tersebut disembah.”
Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Berkata salaf: ketika orang-orang saleh tersebut meninggal maka kaum mereka beritikaf dikubur-kubur mereka kemudian membuat patung-patung mereka, hingga setelah berlangsung lama, patung-patung tadi pun kemudian disembah.” Demikian juga kesyirikan di bangsa Arab adalah ketika setan memberikan wangsit kepada Amr bin Luhai untuk menggali dan membawa berhala-berhala tersebut ke Jazirah Arab.
Faedah Kisah Kaum Nuh ‘Alaihissalam Kisah kaum Nuh ‘Alaihissalam di atas mengandung banyak faedah berharga. Di antaranya:
1. Tidak boleh melakukan kebid’ahan walaupun tampaknya kebid’ahan tersebut bagus.
2. Peringatan akan bahayanya gambar makhluk bernyawa. Gambar seperti ini mengandung dua kerusakan: sarana yang mengantarkan kepada kesyirikan dan bentuk menyerupai ciptaan Allah Subhanahu wata’ala.
3. Menggantungkan gambar di tembok dan memancang patung di majelis dan lapangan adalah perkara yang akan
mengantarkan umat kepada kesyirikan.
4 . Semangat setan untuk menyesatkan bani Adam. Terkadang ia datang kepada bani Adam dengan memanfaatkan perasaan.
5. Setan tidaklah menyesatkan umat yang ada sekarang, tetapi generasi yang akan datang.
6. Tidak boleh bermudah-mudah terhadap sarana kejelekan bahkan wajib memutus dan menutupnya.
Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Berkatansalaf: ketika orangorang saleh tersebut meninggal maka kaum mereka beritikaf di kuburkubur mereka kemudian membuat patung-patung mereka, hingga setelah berlangsung lama, patung-patung tadi pun kemudian disembah.”
7. Keutamaan ulama yang mengamalkan ilmunya. (Bayan Hakikat Tauhid hlm. 10— 11 dan I’anatul Mustafid)
Mudah-mudahan tulisan yang singkat ini bisa menjadi tambahan ilmu dan amal kita semua.
Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak