Asysyariah
Asysyariah

meretas pendidikan islami

13 tahun yang lalu
baca 2 menit
Muncul kecenderungan yang kuat belakangan ini, maraknya pemberian nama berbau Islam oleh para orangtua muslim kepada anak-anak mereka. Dikatakan ”berbau Islam” di sini karena memang ada beberapa hal yang sejatinya masih perlu dikoreksi. Namun terlepas dari hal ini, nyata tersirat harapan besar  dari para orangtua bahwa anak-anak mereka kelak bisa menjadi anak yang shalih/shalihah. Apalagi, di tengah maraknya praktik kemaksiatan serta menjamurnya ”teknologi yang merusak” yang mengepung lingkungan anak-anak mereka, tentunya menjadikan harapan itu kian membumbung.
Namun demikian semua itu semestinya tak berhenti pada harapan. Orangtua sebagai penanggungjawab utama pendidikan anak-anaknya harus benar-benar menyuguhkan lingkungan yang kondusif agar harapan itu bisa terus tumbuh dan berbuah kenyataan.
Terciptanya lingkungan yang mampu menyemaikan keimanan anak-anak mereka, tentunya diperoleh melalui proses yang tidak mudah. Banyak hal yang mesti ditempuh orangtua. Keteladanan, kelembutan, nasihat, kiat memberi penghargaan dan hukuman…dsb, adalah beberapa aspek dasar pendidikan yang telah diajarkan dalam Islam. Semua itu cukup kita petik dari perjalanan hidup uswah kita Rasulullah n serta para sahabatnya. Tak perlu latah dengan mengambil sistem atau pola-pola pendidikan di luar Islam. Tak perlu repot-repot mengikuti seminar ”Menjadi Orangtua Sukses”, tak perlu pula melahap buku-buku psikologi yang mengupas pendidikan anak. Seluruhnya telah lengkap dalam ajaran Islam. Tinggal sejauh mana kita mampu menggali nilai-nilai tersebut serta menjabarkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sekali lagi itu semua memang tidak mudah. Apalagi kita dihadapkan pada sistem pendidikan yang menonjolkan pola pikir sekulerisme dan materialisme. Agama yang semestinya dijadikan fondasi pendidikan malah dijadikan ”sampingan” kalau tidak bisa dikatakan sengaja dijauhkan. Pelajaran agama Islam dengan jam pelajaran yang minim dengan materi yang tidak menyentuh adalah sisi suram wajah pendidikan kita. Padahal, pendidikan bermuatan ruhiyah sebagaimana dalam konsep Islam terbukti mampu mencetak generasi Islam yang  kokoh yang berhasil membangun peradaban mulia saat Islam berada di masa keemasannya dahulu.
Sehingga amat naif jika ada orangtua, hanya dengan alasan “kualitas”,  sampai rela mengorbankan akidah anak-anaknya dengan menyekolahkannya ke sekolah-sekolah di bawah naungan yayasan Nasrani. Sementara pondok pesantren dan institusi pendidikan Islam lainnya malah dijauhkan dari anak-anak kita dengan alasan masa depan “suram”.
Pendidikan anak sendiri memang membincangkan masa depan mereka. Namun perkaranya bukan bagaimana agar mudah diserap oleh dunia kerja, namun arah dari terbentuknya akidah dan akhlak mereka.
Bukan masanya lagi kita harus minder dengan mengagung-agungkan pola pendidikan di luar Islam. Sudah saatnya kita sebagai orangtua memainkan peran kuncinya dalam meretas pendidikan Islami bagi anak-anak kita.