Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,
“Apabila anggota tubuh jenazah hanya ditemukan sebagiannya, kami telah menyebutkan bahwa menurut mazhab kami (mazhab asy-Syafi’i), potongan tubuh tersebut tetap dishalati, baik potongan tersebut jumlahnya sedikit maupun banyak. Imam Ahmad pun berpendapat demikian.” (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, 5/255)
Baca juga: Shalat Gaib untuk Jenazah yang Tidak Ditemukan
Beliau juga menyebutkan pendapat ulama yang lain, seperti pendapat Abu Hanifah, yang menyatakan bahwa jika potongan tersebut ditemukan lebih dari separuh, ia dimandikan dan dishalati. Namun, jika kurang dari itu, ia tidak dimandikan dan tidak dishalati. Sementara itu, Imam Malik berpendapat, kalau hanya sedikit, ia tidak dishalati. Ada juga yang berpendapat tidak perlu dishalati secara mutlak.
Akan tetapi, menurut hemat kami, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat mazhab asy-Syafi’i dan Ahmad, yaitu tetap dimandikan dan dishalati, baik potongan tersebut sedikit maupun banyak. Wallahu a’lam.
Baca juga: Mengafani Jenazah
Walaupun begitu, pendapat ini masih menyisakan pertanyaan. Apabila kemudian ditemukan lagi potongan tubuhnya yang lain, setelah yang pertama dikuburkan, para ulama mengatakan bahwa potongan tersebut tetap dimandikan dan dikafani. Namun, mereka berselisih pendapat, apakah ia dishalati atau tidak?
Wallahu a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah tidak perlu dishalati lagi. Sudah cukup dengan shalat yang pertama. Oleh sebab itu, mereka mengatakan, ketika menyalatinya, hendaknya diniatkan untuk seluruh anggota tubuh dan roh mayit tersebut sekaligus. Wallahu a’lam bish-shawab.
Baca juga: Shaf Shalat Jenazah Jika Makmum Satu Orang
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Jika yang ditemukan adalah potongan sebagian besar tubuh si mayit—misalnya ditemukan tanpa anggota yang tubuh yang lengkap—mayit tersebut tetap dimandikan, dikafani, dan dishalati.
Namun, apabila yang ditemukan hanya salah satu potongan tubuhnya; jika sejumlah anggota tubuh yang telah ditemukan sebelumnya sudah dishalati, ia (potongan yang baru ditemukan) tidak dishalati lagi. Apabila memang belum dishalati, potongan tersebut dishalati.” (asy-Syarhul Mumti’, 5/353)
Literatur lain untuk masalah ini adalah kitab al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm. 480—481; dan kitab al-Muhalla, karya Ibnu Hazm (pembahasan no. 580).