Tak bisa dipungkiri, perkara warisan menjadi salah satu hal paling sering yang melatarbelakangi banyak peristiwa pembunuhan yang terjadi di sekitar kita. Belitan kebutuhan hidup telah membutakan mata hati manusia sehingga ia pun tega dan dengan entengnya menumpahkan darah saudaranya.
Rasa dengki dan subyektivitas yang tinggi dalam menakar permasalahan ini telah membenamkan akal sehat dalam lumpur emosi. Aturan agama diabaikan kalau tidak mau disebut dicampakkan. Alhasil, ”keadilan”, karena kuat dipengaruhi ego, tidak bisa menyentuh semua pihak. Selalu ada pihak-pihak yang merasa dirugikan atau dizalimi.
Padahal Allah l melalui syariat-Nya yang mulia telah mengatur dengan cukup rinci cara-cara menghitung warisan. Sehingga itu sudah sangat memadai dijadikan acuan bagi orang yang hendak mewariskan ataupun para ahli warisnya. Sehingga apapun jika sudah dihitung dengan “rumus” agama, mestinya membuat semua pihak bisa menerima atau legowo, kecuali tentunya mereka-mereka yang lebih dikuasai hawa nafsu.
Sayangnya, aturan yang sudah baku dan mengandung hikmah yang agung ini, masih saja hendak dipreteli oleh pihak-pihak tertentu. Pelakunya pun masih itu-itu saja, yakni orang-orang yang acap menyerukan agar syariat Islam perlu ditinjau (baca: direkontrusksi) ulang. Bermodal gelar kasihan dari Kanada, AS, atau negara Barat lainnya, mereka yang dielu-elukan oleh media anti Islam sebagai cendekiawan muslim, lancang mengotak-atik syariat. Yang memilukan, upaya penggembosan Islam itu bahkan didalangi kalangan akademisi yang berasal dari kampus-kampus ”Islam”.
Dengan beragam istilah dan redaksi yang terkesan ”intelek”, aturan hukum waris dalam Islam pun dituding miring. Hukum waris dianggap mengandung ketidakadilan, utamanya terhadap kaum perempuan. Karena sebagaimana telah diketahui, bagian waris perempuan ”hanya” setengah dari laki-laki. Tentu saja sikap ini adalah buah dari menafikan keimanan dan lebih mengedepankan logika. Orang-orang seperti mereka hanya berpikir sesaat dan tidak berwawasan jauh ke depan.
Sudah sepatutnya ketika menyatakan beriman, kita tumbuhkan dalam diri kita keyakinan bahwa syariat Allah l tidak diciptakan sebagai kesia-siaan. Namun mengandung banyak hikmah yang semua itu demi kemaslahatan manusia juga. Meski bisa jadi manusia dengan banyak keterbatasannya hanya bisa mengungkap sedikit saja hikmah dari berbagai perkara yang Allah l syariatkan.
Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, minum dengan disela-selai nafas, tidur/berbaring dengan menghadap ke kanan, larangan meminum minuman yang sangat panas, buang air dengan berjongkok, khitan, dsb, adalah sedikit perkara dari syariat Islam di mana kemudian tinjauan medis mengakui kebenarannya. Hal-hal yang dahulu dianggap sepele bahkan sebagiannya justru dicibir akhirnya dijadikan pola hidup sehat. Padahal hal-hal ini sudah ada dalam Islam sejak belasan abad silam.
Oleh karena itu, semestinya kita membuang prasangka-prasangka negatif tentang syariat. Mari kita mengenal hukum waris sebagaimana yang telah diajarkan Allah l dan Rasul-Nya n.