Pertanyaan:
Saya mau bertanya tentang hadits berikut,
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ نِصْفَ اللَّيْلِ فَيُنَادِي مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَيُعْطَى؟ هَلْ مِنْ مَكْرُوبٍ فَيُفَرَّجُ عَنْهُ؟ فَلَا يَبْقَى مُسْلِمٌ يَدْعُو دَعْوَةً إلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ إلَّا زَانِيَةً تَسْعَى بِفَرْجِهَا أَوْ عَشَّارًا}. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ صحيح الترغيب والترهيب – (ج 2 / ص 305) 2391 – (صحيح)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Pintu-pintu langit dibuka tengah malam maka pemanggil menyeru, ‘Adakah yang berdoa, maka (pasti) diijabahi baginya?! Adakah yang meminta, maka (pasti) diberi?! Adakah yang dirundung keruwetan, maka (pasti) dilapangkan darinya?! Tidak tersisa seorang muslim pun yang berdoa dengan suatu doa kecuali Allah azza wa jalla mengabulkan baginya; kecuali wanita pezina (pelacur) yang berusaha dengan farjinya (kemaluannya) atau pemungut (harta orang) persepuluhan’.” (HR. Ahmad dan ath-Thabarani, lafaz ini bagi ath-Thabarani, dinilai sahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib no. 2391)
Apa maksud dari hadits di atas?
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari hadits tersebut, di antaranya adalah:
Allah mengijabahi permohonan mereka dan memudahkan urusan mereka yang mengalami kesulitan.
Dalam hadits sahih yang lain,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala setiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir sembari berkata, “Adakah dari hamba-Ku yang berdoa sehingga Aku ijabahi? Adakah dari hamba-Ku yang meminta kepada-Ku sehingga Aku beri? Adakah hamba-Ku yang beristigfar sehingga Aku ampuni?” (Muttafaqun alaih dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu dan yang lainnya)
Di antara waktu yang mustajab ialah pada tengah malam.
Di antara penghalang terkabulnya doa ialah perbuatan maksiat dan dosa besar yang pelakunya belum bertobat. Terlebih lagi kemaksiatan seperti yang disebutkan dalam hadits, yaitu mengambil pungutan tanpa hak/secara zalim dan perbuatan zina. Na’udzubillah min dzalik.
Jumlah sepersepuluh yang disebutkan dalam hadits merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman itu.
Hadits yang lain mengisahkan tentang seseorang yang sudah berusaha melakukan sebab-sebab terkabulkannya doa. Di antaranya ialah safar, mengangkat kedua tangan, dan menyebut-nyebut nama Rabbnya. Namun, karena makanan minuman dan pakaiannya dari harta yang haram, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“… Maka bagaimana mungkin diijabahi doanya?!” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Baca juga: Hikmah Islam dalam Halal dan Haram
Di samping itu, perbuatan tersebut juga menyebabkan terhalang terkabulkan doanya, sebagaimana dalam hadis di atas.
Akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah membiarkan hadits apa adanya.
Baca juga: Siapakah Ahlus Sunnah?
Tidak boleh menolaknya atau mengarang-ngarang (menakwil) maknanya. Tidak boleh pula mempertanyakan atau mengira-ngira bagaimana caranya, atau menyerupakannya. Kewajiban kita ialah beriman dengan hadits tersebut, baik kita mengetahui hikmah dan logikanya maupun tidak.
Wallahu a’lam bish-shawab.