Seseorang semestinya melakukan hal yang bertentangan dengan hawa nafsunya dalam hal yang hawa nafsunya jelas salah. Ia tidak boleh memberinya toleransi dalam hal meninggalkan yang wajib, atau yang mendekatkannya untuk meninggalkan yang wajib, demikian pula dalam hal melakukan maksiat, atau mendekatkan kepada maksiat, demikian pula dalam menerjang perkara yang syubhat.
Setelah itu, hendaklah dia melatih jiwanya untuk selalu kokoh di atas kebenaran dan tunduk kepadanya. Hendaknya ia juga menekankan hal tersebut. Dengan demikian, sikap selalu tunduk kepada kebenaran dan menyelisihi hawa nafsu akan menjadi kebiasaannya.
Berusahalah membedakan antara sumber hujah (keterangan yang pasti benar) dan sumber syubhat (yakni segala sesuatu yang tidak jelas kebenarannya. Sumber hujah yang dimaksud adalah fitrah yang masih suci dan syariat, sedangkan sumber syubhat adalah selain itu).
Apabila seseorang sudah menyadari dengan sempurna perbedaan dua sumber tersebut, jalan akan mudah baginya. Sebab, tidaklah datang kepadanya sesuatu pun yang berasal dari sumber yang benar selain kebenaran juga. Jadi, kalau memang menginginkan kebenaran dan puas dengannya, ia tidak perlu mengelak sedikit pun dari segala yang datang dari sumber kebenaran tersebut. Ia pun tidak perlu sama sekali mendekat kepada segala sesuatu yang datang dari sumber syubhat.
Akan tetapi, ahli bid’ah berusaha menyamarkan dan mengaburkan kebenaran. Maka dari itu, yang wajib dilakukan oleh seseorang yang menginginkan kebenaran ialah tidak melihat sesuatu yang datang kepadanya dari sumber kebenaran dengan kacamata ahli bid’ah yang berwarna warni. Ia seharusnya melihatnya sebagaimana halnya pemeluk kebenaran memandangnya (secara langsung).
Wallahu a’lam.