Konsekuensi kalimat syahadat la ilaha illallah sangat banyak. Intinya adalah mengimplementasikan segala peribadatan lahiriah dan batiniah hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala.
Di antara konsekuensi kalimat la ilaha illallah adalah sebagai berikut.
Tugas dan hikmah ini tersurat dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami meminta.” (al-Fatihah: 5)
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيًۡٔاۖ
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (an-Nisa: 36)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika kamu meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516 dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhu)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (al-Maidah: 23)
Adapun rasa takut kepada selain-Nya, tidak lebih dari takut yang bersifat tabiat, bukan ibadah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ يُخَوِّفُ أَوۡلِيَآءَهُۥ فَلَا تَخَافُوهُمۡ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran: 175)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu.” (an-Nahl: 36)
قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذۡ قَالُواْ لِقَوۡمِهِمۡ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ وَبَدَا بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةُ وَٱلۡبَغۡضَآءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya hingga kamu beriman kepada Allah saja.” (al-Mumtahanah: 4)
لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ
“Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” (al-Kafirun: 6)
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦٓ إِنَّنِي بَرَآءٌ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ ٢٦ إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُۥ سَيَهۡدِينِ
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Dzat Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” (az-Zukhruf: 26—27)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٌۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku adalah Dzat yang tidak butuh kepada sekutu. Barang siapa melakukan amalan yang dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku akan meninggalkannya dan perbuatan syiriknya itu.” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Seandainya pun dia mencintai selain Allah subhanahu wa ta’ala, dia mencintainya karena Allah dan tidak keluar dari cinta yang manusiawi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku; niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31)
Semua konsekuensi ini sesungguhnya merupakan buah yang baik bagi orang yang merealisasikan kalimat syahadat la ilaha illallah. Konsekuensi-konsekuensi di atas adalah keutamaan bagi orang yang mengawali kehidupannya di atas kalimat la ilaha illallah, menjalankan roda kehidupannya di atas kalimat itu, dan menutup hidupnya dengan kalimat tersebut. Jika demikian keadaannya, niscaya dia akan masuk ke dalam surga, terbebaskan dari neraka dan kekekalan di dalamnya, dengan seizin Rabbnya.
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٌ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ٢٥
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Ibrahim: 24—25)
Imam al-Qurthubi dalam Tafsir-nya menjelaskan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Kalimat thayyibah (yang baik) dalam ayat ini maksudnya ialah la ilaha illallah. Adapun pohon yang baik, maksudnya ialah seorang mukmin.”
Mujahid dan Ibnu Juraij berkata, “Kalimat thayyibah adalah iman.”
Athiyyah al-Aufi dan Rabi’ bin Anas berkata, “(Kalimat thayyibah) adalah orang yang beriman itu sendiri.”
Baca juga: Sebab Terjaganya Keimanan
Imam ath-Thabari berkata, “Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud kalimat thayyibah. Sebagian mereka mengatakan bahwa kalimat thayyibah adalah keimanan seorang mukmin.”
Kemudian beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ibnu Abbas,
“Firman Allah,
كَلِمَةً طَيِّبَةً
“Kalimat yang baik,” maksudnya adalah syahadat la ilaha illallah.
كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
“Seperti pohon yang baik,” artinya adalah seorang mukmin.
أَصۡلُهَا ثَابِتٌ
“Akarnya menancap,” artinya ucapan la ilaha illallah di hati seseorang yang beriman.
وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ
“Dan rantingnya setinggi langit,” artinya amal orang yang beriman diangkat ke langit.”
Beliau juga meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Rabi’ bin Anas, ia mengatakan,
“Kalimat thayyibah adalah perumpamaan iman karena iman merupakan kalimat yang baik. Dan akarnya menancap sehingga tidak akan hilang, maksudnya adalah keikhlasan. Dan rantingnya di langit adalah rasa takut kepada Allah.”
Baca juga: Permisalan Seorang Muslim
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan, “Kalimat thayyibah adalah syahadat dan segala cabangnya.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang akhir ucapannya adalah la ilaha illallah, dia akan masuk ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud no. 2709 dari sahabat Muadz bin Jabal radhiallahu anhu)
Wallahu a‘lam.