Kematian adalah sebuah kepastian. Jika ia telah tiba, tak ada satu makhluk pun yang bisa menolak kehadirannya. Lantas, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya?
Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sekian banyak tanda keagungan dan kebesaran yang tidak terhitung jumlahnya. Jika dikelompokkan, semuanya akan menjadi dua bagian: ayat (tanda) syar’iyah (yang berkenaan dengan syariat) yang terdapat dalam kitab-kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, serta ayat kauniyah (berkenaan dengan alam semesta) yang ada pada makhluk-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya dengan ayat kauniyah dan syar’iyah sekaligus. Hal itu bertujuan agar seluruh hamba-Nya mentauhidkan-Nya dalam segala bentuk peribadahan.
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلًاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya.” (al-Mulk: 2)
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)
Baca juga: Ibadah yang Paling Utama
Salah satu ayat kauniyah yang Allah subhanahu wa ta’ala tunjukkan kepada kita di dunia ini adalah adanya kehidupan dan kematian. Kita telah menyaksikan sendiri di sekitar kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٍ مِّنَ ٱلۡبَعۡثِ فَإِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٍ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضۡغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيۡرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمۡۚ وَنُقِرُّ فِي ٱلۡأَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخۡرِجُكُمۡ طِفۡلًا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوٓاْ أَشُدَّكُمۡۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَيًۡٔاۚ وَتَرَى ٱلۡأَرۡضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡهَا ٱلۡمَآءَ ٱهۡتَزَّتۡ وَرَبَتۡ وَأَنۢبَتَتۡ مِن كُلِّ زَوۡجِۢ بَهِيجٍ ٥ ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّهُۥ يُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَأَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيرٌ ٦ وَأَنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ لَّا رَيۡبَ فِيهَا وَأَنَّ ٱللَّهَ يَبۡعَثُ مَن فِي ٱلۡقُبُورِ ٧
“Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.
Baca juga: Luasnya Nikmat Allah
Yang demikian itu karena sungguh, Allah, Dialah yang hak dan sungguh, Dialah yang menghidupkan segala yang mati, dan sungguh, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur.” (al-Hajj: 5—7)
Semua ini sudah cukup membuktikan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang fana. Tidak ada yang kekal di dalamnya.
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٍ ٢٦ وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ ٢٧
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (ar-Rahman: 26—27)
Namun, ternyata berbagai peringatan dan pelajaran itu hanya berlalu begitu saja tanpa arti. Hanya orang-orang yang beriman dan berakal sehat yang mampu mengambil manfaat dari semua kejadian tersebut.
وَذَكِّرۡ فَإِنَّ ٱلذِّكۡرَىٰ تَنفَعُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (adz-Dzariyat: 55)
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
“Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (az-Zumar: 9)
Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat Yang Mahakuasa melakukan segala sesuatu yang Dia kehendaki. Semua dilakukan sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya. Segala yang Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki pasti akan terjadi, tak ada seorang pun yang bisa menghalangi.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (Yasin: 82)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
“Ya Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi apa yang telah Engkau berikan, dan tidak ada seorang pun yang mampu memberi apa yang telah Engkau halangi.” (Muttafaqun alaih, dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu anhu)
Salah satu di antara sekian banyak perkara yang Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki adalah kematian seorang hamba. Ya, ketika rohnya berpisah dari jasad dan menuju alam kubur.
Baca juga: Beriman Adanya Kebangkitan Setelah Kematian
Umur setiap hamba telah ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam sebuah kitab yang ada di sisi-Nya, tidak akan dikurangi atau ditambah melebihi apa yang telah ditetapkan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱللَّهُ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمۡ أَزۡوَٰجًاۚ وَمَا تَحۡمِلُ مِنۡ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلۡمِهِۦۚ وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٖ وَلَا يُنقَصُ مِنۡ عُمُرِهِۦٓ إِلَّا فِي كِتَٰبٍۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Fathir: 11)
Tatkala jatah umur yang telah ditentukan tersebut telah habis, itulah ajalnya. Ia tidak akan mungkin lari darinya. Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan,
وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَاۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Munafiqun: 11)
قُلۡ إِنَّ ٱلۡمَوۡتَ ٱلَّذِي تَفِرُّونَ مِنۡهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمۡۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (al-Jumu’ah: 8)
Baca juga: Makna Menyambung Silaturahim akan Memanjangkan Umur
Beragam cara dan usaha yang diupayakan oleh keluarga serta sanak kerabatnya tidak akan mampu menghalangi ajalnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍۗ
“Di mana pun kamu berada, kematian akan menemuimu kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh.” (an-Nisa: 78)
Kematian adalah ketetapan bagi seluruh makhluk-Nya yang memiliki ruh, meskipun ia adalah makhluk yang paling mulia, seperti para nabi dan rasul alaihimus salam. Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan kepastian itu,
كُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (Ali Imran: 185)
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوۡ قُتِلَ ٱنقَلَبۡتُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَٰبِكُمۡۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Ali Imran: 144)
Demikian juga para malaikat, mereka pun akan menemui ajalnya. Dengan demikian, tidak ada yang kekal kecuali Allah subhanahu wa ta’ala.
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦ وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ ٢٧
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (ar-Rahman: 26—27)
Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dia akan meninggal, pada umur berapa dia akan menemui ajalnya, di mana dia akan mengakhiri hidupnya di dunia, serta apa sebab kematiannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا تَدۡرِي نَفۡسٌ مَّاذَا تَكۡسِبُ غَدًاۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسُۢ بِأَيِّ أَرۡضٍ تَمُوتُۚ
“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (Luqman: 34)
Baca juga: Menyoal Urusan Gaib
Padahal, kematian bukanlah akhir kehidupan yang hakiki bagi seorang hamba. Dia hanyalah seorang musafir yang akan kembali ke negerinya yang hakiki dan abadi di akhirat nanti. Dia akan kembali untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan dan ucapan yang telah dilakukannya di dunia. Kemudian dia akan mendapatkan balasan atas amalannya tersebut.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)
Baca juga: Sifat-Sifat Penghuni Neraka
Sekarang jelaslah bahwa orang yang sukses adalah orang yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga—dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung.
Maknanya, dia akan mendapatkan keberuntungan yang besar. Dia akan selamat dari azab yang pedih dan berhasil meraih surga yang penuh dengan kenikmatan; yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terbayangkan dalam hati manusia.”
Baca juga: Jalan Menuju Surga
Adapun orang yang merugi adalah orang yang tertipu dengan dunia dan berbagai kenikmatannya yang semu. Dunia dan berbagai perhiasannya membuatnya lupa untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (al-Munafiqun: 9)
Baca juga: Harta, Antara Nikmat dan Fitnah
Padahal harta yang ia miliki itu tidak akan dibawa masuk ke dalam kuburnya. Tidak bisa pula harta itu menyelamatkannya dari azab Allah subhanahu wa ta’ala. Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Ada tiga hal yang akan menyertai mayit (menuju kuburnya): keluarga, harta, dan amalannya. Yang dua akan kembali, dan yang satu akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya adalah amalannya.” (Muttafaqun alaih)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡ أَنَّ لَهُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعًا وَمِثۡلَهُۥ مَعَهُۥ لِيَفۡتَدُواْ بِهِۦ مِنۡ عَذَابِ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنۡهُمۡۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, seandainya mereka memiliki segala apa yang ada di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dari azab Hari Kiamat, niscaya semua (tebusan) itu tidak akan diterima dari mereka. Mereka tetap mendapat azab yang pedih.” (al-Maidah: 36)
Baca juga: Dahsyatnya Neraka
Adapun bagi orang yang beriman, dunia dan segala perhiasannya akan ia jadikan sebagai sarana untuk menyempurnakan ibadahnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala sehingga dia tidak akan diperbudak olehnya. Dialah yang menundukkan dan mengatur dunia dengan syariat-Nya yang sempurna, bukan justru sebaliknya: dirinya yang harus menghinakan diri di hadapan dunia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ٤٠ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٤١
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (an-Nazi’at: 40—41)
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيۡرٌ أَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi: 46)
Baca juga: Menyikapi Nikmat Dunia Sebagai Ujian
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesuatu yang akan selalu menyertai setiap hamba, memberinya manfaat, serta menyenangkan hatinya; adalah amal saleh (الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ).
Hal ini mencakup seluruh amalan ketaatan; baik yang wajib maupun yang sunnah, baik itu terkait dengan hak Allah subhanahu wa ta’ala maupun yang terkait dengan hak hamba, seperti shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, bacaan Al-Qur’an, menuntut ilmu yang bermanfaat, amar makruf nahi mungkar, silaturahim, berbakti kepada kedua orang tua, menunaikan hak-hak istri, budak, hewan piaraan, dan seluruh kebaikan yang ditujukan kepada makhluk.
Semua ini lebih baik balasannya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan merupakan sebaik-baik harapan. Pahalanya akan kekal dan dilipatgandakan. Inilah yang mengharuskan kita untuk berlomba mendapatkannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya.” (Taisir al-Karimir Rahman)