Praktik perdukunan tidak bisa lepas dari jimat, mantra, dan jampi-jampi. Di masyarakat Arab jahiliah pun hal ini telah sedemikian dikenal.
Jimat dikenal dengan istilah tamimah. Mantra dan jampi-jampi dikenal dengan nama ruqyah. Adapun pelet atau pengasihan dikenal dengan tiwalah. Tentu saja, jika kita berbicara tentang istilah, akan ada saja perbedaan sebutan antara satu daerah dan daerah lainnya. Namun, hakikat semuanya adalah sama, baik dinamai jimat, hizib, rajah, pelet, pengasihan, pelarisan, atau apa saja.
Yang ingin kita kaji di sini adalah hukum memakai hal-hal tersebut, baik yang digantungkan di mobil, di rumah, di toko-toko, atau warung makan. Oleh karena itu, mari kita menyimak hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (Sahih, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad. Lihat Shahih Jami’ ash-Shaghir no. 1632)
Tamimah adalah sesuatu yang biasa digantungkan pada anak-anak dengan tujuan melindungi dari malapetaka. Inilah yang biasa kita sebut dalam bahasa kita dengan jimat atau sejenisnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutnya sebagai syirik. Hal ini terlarang karena dengan memakainya berarti seseorang mengharapkan pertolongan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, padahal tidak ada yang dapat menolak bala kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian, tidak boleh meminta perlindungan dari gangguan semacam itu kecuali kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata.
Sebagian ulama juga menjelaskan bahwa jimat masuk dalam kategori syirik akbar apabila pelakunya meyakini bahwa benda itulah yang memberinya manfaat dan menyelamatkannya dari mudarat. namun, bisa pula masuk dalam kategori syirik kecil apabila pelakunya meyakini bahwa benda itu hanya menjadi sebab keselamatan atau kemujuran, sementara hakikatnya yang memberinya adalah Allah subhanahu wa ta’ala.
Pendapat yang terkuat dalam hal ini ialah dilarang. Ini adalah pendapat sejumlah sahabat, di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, yang tampak dari pendapat Hudzaifah, Uqbah bin Amir, dan Ibnu Ukaim. Demikian pula, ini adalah pendapat banyak dari kalangan tabiin dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Yang menguatkan pendapat ini adalah tiga hal:
Baca juga: Hukum Jimat Bertuliskan Ayat Al-Qur’an
Pembaca yang kami hormati, jika demikian hukum jimat—meski murni terbuat dari tulisan ayat-ayat Al-Qur’an—lantas bagaimana dengan yang lain, semacam yang terdiri dari campuran ayat-ayat dengan huruf-huruf yang terputus-putus, angka-angka, atau garis-garis?
Jangan sampai kita terkecoh dengan tulisan-tulisan huruf Arab dalam jimat tersebut. Sebab, itu terkadang bukan ayat, bahkan bukan bahasa Arab. Hanya hurufnya saja yang Arab, tetapi tidak bisa dipahami karena bukan bahasa Arab. Yang dikhawatirkan, ini justru merupakan rumus-rumus kekafiran. Bisa jadi, di dalamnya terkandung doa kepada selain Allah, kata-kata kekafiran, celaan terhadap Islam atau ayat Al-Qur’an, bahkan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Jelas, ini hukumnya haram.
Ruqyah adalah bacaan yang dibacakan dengan niat untuk kesembuhan, tolak bala, atau semisalnya. Itulah yang disebut dalam bahasa kita dengan jampi-jampi.
Dalam hadits-hadits, ruqyah ada dua macam. Salah satunya ialah yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebut dalam hadits yang telah lewat, yaitu ruqyah yang syirik. Ini adalah ruqyah yang mengandung permohonan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Yang kedua adalah ruqyah yang syar’i, yang dibolehkan—bahkan dianjurkan—oleh Islam. Ruqyah yang syar’i ialah ruqyah yang terkumpul padanya tiga syarat:
Jadi, ruqyah yang tidak memenuhi salah satu dari syarat tersebut, ruqyah itu hukumnya tidak boleh dan haram.
Baca juga: Ruqyah Adalah Kesyirikan?
Demikianlah hukum mantra-mantra. Walaupun terkadang disisipi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, faktanya ia juga dicampur dengan bacaan-bacaan lain yang jelas haram. Atau disisipi bacaan lain yang tidak diketahui maknanya, yang dikhawatirkan mengandung doa kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, penghinaan terhadap Islam, atau perkara-perkara haram yang lain.
Adapun tiwalah, yaitu pelet, pengasihan, atau sejenisnya, termasuk syirik karena dengan melakukannya berarti seseorang telah memohon kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.