Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa sebagian hukum syariat perlu dikaji ulang dan direvisi karena tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Contohnya adalah dalam hal warisan, yaitu untuk anak laki-laki seukuran dua anak perempuan. Apa hukum syariat terhadap orang yang melontarkan pernyataan semacam ini?
ِAsy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz v menjawab:
Hukum-hukum yang Allah l syariatkan kepada hamba-Nya dan Allah l terangkan dalam kitab-Nya yang mulia, atau melalui lisan Rasul-Nya yang terpercaya –semoga beliau mendapat shalawat dan salam yang paling afdhal dari Rabb sekalian alam– semacam hukum waris, shalat lima waktu, zakat, puasa dan semacam itu, yang Allah l jelaskan kepada para hamba-Nya dan umat ini telah berijma’ (bersepakat) tentangnya, maka tidak boleh bagi seorangpun untuk menyanggah atau mengubahnya. Karena hal itu adalah ketentuan syariat yang telah tetap di zaman Rasullullah n maupun setelahnya, sampai hari kiamat.
Dan hukum itu adalah dilebihkannya laki-laki atas perempuan dari anak-anak (si mayit) atau anak-anak dari anak laki-laki (cucu si mayit dari anak laki-laki) dan saudara-saudara sekandung (si mayit) serta saudara seayah, karena Allah l telah menjelaskannya dalam Al-Qura`nul Karim dan ulama muslimin telah berijma’ tentangnya. Maka yang wajib dilakukan adalah mengamalkannya dengan didasari keyakinan dan iman.
Barangsiapa beranggapan bahwa ‘yang lebih baik adalah yang tidak seperti aturan itu’ maka dia menjadi kafir. Demikian pula yang membolehkan (secara keyakinan, pent.) untuk menyelisihi aturan itu, maka dia juga kafir. Karena dengan keyakinan itu, dia telah menyanggah Allah l dan Rasul-Nya serta ijma’ umat ini. Dan pemerintah harus memintanya bertaubat bila dia dahulunya adalah seorang muslim. Bila dia bertaubat maka diterima taubatnya. Dan bila tidak mau, wajib dibunuh sebagai seorang kafir dan murtad dari agama Islam berdasarkan sabda Nabi n:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوهُ
“Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Al-Bukhari)
Kami memohon keselamatan kepada Allah l bagi kami dan seluruh muslimin dari fitnah-fitnah yang menyesatkan dan dari sikap menyelisihi syariat yang suci.
(Mukhtarat min Kitab Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, hal. 228-229)
Catatan Kaki:
1 Yang melakukannya adalah pemerintah muslim bukan pribadi-pribadi, red.