Tanpa disadari, kehidupan keseharian kita dikelilingi hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Salah satunya adalah dipajangnya gambar atau patung makhluk bernyawa di rumah kita. Foto keluarga hingga tokoh atau artis idola menjadi sesuatu yang sangat lazim dijumpai di rumah-rumah kaum muslimin. Bagaimana kita menimbang masalah ini dengan kacamata syariat?
Di rumah kita mungkin masih banyak bentuk/gambar makhluk hidup, baik gambar dua dimensi maupun tiga dimensi, berupa patung, relief, dan semisalnya. Gambar-gambar itu seolah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Di mana-mana kita senantiasa menjumpainya. Di dinding rumah ada kalender bergambar fotomodel dengan pose seronok. Ada juga lukisan foto keluarga di tempat yang sama, . Di atas bufet, ada foto si kecil yang tertawa ceria. Di ruang tamu ada patung pahatan dari Bali.
Sedikit ke ruang tengah ada ukiran Jepara berbentuk burung-burung. Lebih jauh ke ruang keluarga ada lukisan bergambar manusia atau hewan. Begitu pula di kamar, di dapur, bahkan di teras rumah. Jauh di halaman depan, ada patung dua ekor singa besar di kanan dan kiri pintu gerbang menyambut kehadiran anggota keluarga dan tamu yang hendak masuk rumah. Seolah-olah bak patung selamat datang. Bahkan, sebagian orang meyakininya sebagai penjaga rumah dari marabahaya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Belum lagi koleksi album foto keluarga, handai tolan, teman dan sahabat bertumpuk di meja tamu. Belum terhitung koran, majalah, tabloid yang penuh dengan gambar dan lukisan, dari yang sopan sampai yang paling tidak bermoral.
Ini baru cerita di rumah kita, di rumah saudara, dan tetangga kita. Belum di tempat-tempat lain, seperti di sekolah, di kantor, di toko, di perpustakaan, di pasar, di kampus, dan sebagainya. Benar-benar musibah yang melanda secara merata. Allahul musta’an.
Mengapa kita katakan bahwa tersebarnya gambar tersebut adalah musibah?
Sebab, hal tersebut melanggar aturan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, menyimpang dan berpaling dari hukum yang diturunkan dari langit. Untuk memperjelas masalah ini, berikut ini kami nukilkan secara ringkas beberapa bahasan beserta dalil yang disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah dalam kitabnya yang sangat berharga, Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah. Dalam bahasa kita, bisa kita maknakan “Hukum Gambar/Menggambar Makhluk yang Memiliki Roh.”
Perlu kita ketahui, gambar bernyawa/mempunyai roh yang kita maksud di sini adalah gambar manusia dan hewan. Adapun gambar pohon dan benda-benda mati lainnya tidaklah terlarang. Gambar pohon dan benda mati tidak masuk dalam ancaman yang ada dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata kepada Abul Hayyaj al-Asadi, “Maukah engkau kuutus dengan apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutusku? (Beliau mengatakan padaku,)
أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus. Jangan pula engkau biarkan kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”[1]
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata,
“Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat ada gambar-gambar di dalam Ka’bah, beliau tidak mau masuk ke dalamnya sampai beliau memerintahkan agar menghapus gambar tersebut. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas salam yang di tangan keduanya ada azlam (batang anak panah yang digunakan oleh orang-orang jahiliah untuk mengundi guna menentukan urusan mereka). Beliau bersabda,
قَاتَلَهُمُ اللهُ، وَاللهِ إِنِ اسْتَقْسَمَا بِالأَزْلاَمِ قَطُّ
“Semoga Allah memerangi mereka! Demi Allah, keduanya sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan azlam.”[2]
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memasuki kota Makkah pada hari Fathu Makkah, beliau dapatkan di sekitar Ka’bah ada 360 patung/berhala. Mulailah beliau menusuk patung-patung tersebut dengan kayu yang ada di tangan beliau seraya berkata,
جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ، جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ
“Al-haq (kebenaran) telah datang dan musnahlah kebatilan. Al-haq telah datang dan kebatilan tidak akan tampak dan tidak akan kembali.”[3]
Jabir radhiallahu anhu berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّورَةِ فِي الْبَيْتِ، وَنَهَى عَنْ أَنْ يُصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang mengambil gambar (makhluk bernyawa), memasukkannya ke dalam rumah, dan melarang membuat yang seperti itu.”[4]
Aun bin Abi Juhaifah mengabarkan dari ayahnya bahwa ayahnya berkata,
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ، وَثَمَنِ الكَلْبِ، وَكَسْبِ الْأَمَةِ، وَلَعَنَ الوَاشِمَةَ وَالمُسْتَوْشِمَةَ، وَآكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَلَعَنَ المُصَوِّرَ
“Sesungguhnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang harga darah, harga anjing[5], dan penghasilan budak perempuan (yang disuruh berzina). Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato. Beliau melaknat pemakan riba dan orang yang mengurusi riba, sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.”[6]
Aisyah radhiallahu anha mengabarkan,
“Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedang sakit, sebagian istri beliau[7] ada yang bercerita tentang sebuah gereja bernama Mariyah. Mereka pernah melihatnya di negeri Habasyah. Mereka menyebutkan keindahan gereja tersebut dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun mengangkat kepalanya seraya berkata,
أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ، أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ
“Apabila ada orang saleh di kalangan mereka yang meninggal dunia, mereka membangun masjid/rumah ibadah di atas kuburannya. Kemudian, mereka membuat gambar-gambar itu di dalam rumah ibadah tersebut. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.”[8]
Seseorang pernah menemui Ibnu Abbas radhiallahu anhuma. Orang itu berkata, “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini. Aku mencari penghasilan dengannya.”
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Mendekatlah kepadaku.”
Orang itu pun mendekati Ibnu Abbas radhiallahu anhuma.
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Mendekat lagi.”
Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut. Ibnu Abbas lalu berkata, “Aku akan sampaikan kepadamu hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا، فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Semua tukang gambar itu di neraka. Allah memberi jiwa/roh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar (ketika di dunia). Gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata kepada orang tersebut, “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja sebagai tukang gambar), buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki jiwa/roh.”[9]
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan roh pada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya.”[10]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menerangkan bahwa pembuat gambar makhluk hidup mendapatkan cercaan yang keras dengan diberi ancaman berupa hukuman yang ia tidak akan sanggup memikulnya. Sebab, mustahil baginya untuk meniupkan roh pada gambar-gambar yang dia buat. Ancaman yang seperti ini lebih mengena untuk mencegah dan menghalangi orang berbuat demikian serta menghentikan pelakunya agar tidak terus melakukan perbuatan tersebut. Adapun orang yang membuat gambar makhluk bernyawa karena menghalalkan perbuatan tersebut, ia akan kekal di dalam azab. (Fathul Bari, 10/484)
Wallahu a’lam bish-shawab.
[1] HR. Muslim no. 2240, “Kitab al-Janaiz”, “Bab al-Amr bi Taswiyatil Qabr”.
[2] HR. al-Bukhari no. 3352, “Kitab Ahaditsul Anbiya”, “Bab Qaulullahi ta’ala: Wattakhadzallahu Ibrahima Khalila”.
[3] HR. al-Bukhari no. 4287, “Kitab al-Maghazi”, “Bab Aina Rakazan Nabiyyu ar-Rayah Yaumal Fathi”, dan Muslim no. 4601, “Kitab al-Jihad was Siyar”, “Bab Izalatul Ashnam min Haulil Ka’bah”.
[4] HR. at-Tirmidzi no. 1749, “Kitab al-Libas ‘an Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam”, “Bab Ma Ja`a fish Shurah”. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Muqbil dalam Hukmu Tashwir, hlm. 17.
[5] Larangan memperjualbelikan darah dan anjing.
[6] HR. al-Bukhari no. 2238, “Kitab al-Buyu”, “Bab Tsamanul Kalb”.
[7] Mereka adalah Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiallahu anhuma yang pernah berhijrah ke Habasyah.
[8] HR. al-Bukhari no. 1341, “Kitab al-Janaiz”, “Bab Bina`ul Masajid ‘alal Qabr” dan Muslim no. 1181, “Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ush Shalah”, “Bab an-Nahyu ‘an Bina`il Masajid ‘alal Qabr wat Tikhadzish Shuwar”.
[9] HR. Muslim no. 5506, “Kitab al-Libas waz Zinah”, “Bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan….”
[10] 10 HR. al-Bukhari no. 5963, “Kitab al-Libas”, “Bab Man Shawwara Shurawan Kullifa Yaumal Qiyamah An Yanfukha fihar Ruh” dan Muslim no. 5507, “Kitab al-Libas waz Zinah”, “Bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan….”