Segenap makhluk di sini meliputi manusia, jin, dan hewan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
سَبِّحِ ٱسۡمَ رَبِّكَ ٱلۡأَعۡلَى ١ ٱلَّذِي خَلَقَ فَسَوَّىٰ ٢ وَٱلَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ ٣
“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), yang menentukan kadar (masing-masing), dan yang memberi petunjuk.” (al-A’la: 1—3)
Yang dimaksud dengan hidayah dalam ayat di atas adalah hidayah umum kepada segenap makhluk hidup dan kemaslahatan hidup mereka. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 163)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menegaskan, “Inilah hidayah umum yang bermakna bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menunjuki segenap makhluk kepada kemaslahatannya.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, surah al-A’la: 3)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
قَالَ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ أَعۡطَىٰ كُلَّ شَيۡءٍ خَلۡقَهُۥ ثُمَّ هَدَىٰ
Musa berkata, “Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha: 50)
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah dan Qatadah rahimahullah menafsirkan,
“Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kemaslahatan kepada segala sesuatu dan menunjukinya kepada kemaslahatan tersebut.”
Adapun Adh-Dhahhak rahimahullah dan yang lainnya menafsirkan,
“Allah subhanahu wa ta’ala memberikan bentuk dan rupa kepada segala sesuatu yang sesuai dengan kemanfaatannya. Misalnya, tangan untuk memegang dengan kuat, kaki untuk berjalan, lisan untuk berbicara, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar.” (Fathul Qadir, asy-Syaukani, pada tafsir surah Thaha: 50. Lihat Syifa’ul ‘Alil hlm. 186—187)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma menjelaskan,
“Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan pasangan hidup bagi segala sesuatu, lalu mengarahkannya kepada pernikahan, makan dan minumnya, serta tempat tinggal dan kelahirannya.” (Tafsir ath-Thabari, pada surah Thaha: 50)
Semua penafsiran di atas mengandung satu makna, yaitu hidayah umum bagi segenap makhluk.
Baca juga: Menggapai Hidayah
As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menegaskan, “Inilah hidayah umum yang dapat disaksikan pada seluruh makhluk. Anda akan mendapati segenap makhluk melakukan aktivitas yang bermanfaat baginya dan menghindari mudarat (bahaya) dari dirinya, sesuai dengan kodrat penciptaannya.”
Hidayah ini tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah iman dan kafirnya seseorang. Tidak pula terkait dengan pahala dan dosa, atau surga dan neraka. Hidayah ini hanyalah bersinggungan dengan ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala, kesempurnaan penciptaan segenap makhluk, dan petunjuk-Nya bagi segenap makhluk dalam melakukan aktivitas kehidupannya.
Hidayah ini sangatlah luas dan beragam. Untuk mengetahuinya secara detail, seseorang harus menyibak keajaiban-keajaiban yang ada pada setiap makhluk di muka bumi ini. Artinya, dia harus mencermati ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala yang kauniah dan membongkar rahasia yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Ihsan dan Hidayah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang lebah,
وَأَوۡحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحۡلِ أَنِ ٱتَّخِذِي مِنَ ٱلۡجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعۡرِشُونَ ٦٨ ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ فَٱسۡلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۚ يَخۡرُجُ مِنۢ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ فِيهِ شِفَآءٌ لِّلنَّاسِۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةً لِّقَوۡمٍ يَتَفَكَّرُونَ ٦٩
Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan. (an-Nahl: 68—69)
Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan bahwa lebah adalah hewan yang paling banyak manfaat dan berkahnya. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kepadanya ilham dan hidayah secara khusus. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 167, lihat Tafsir Ibnu Katsir pada surah an-Nahl: 69)
Baca juga: Kisah Nabi Dawud dan Sulaiman
Coba cermati kisah Nabi Sulaiman alaihis salam dengan semut. Allah subhanahu wa ta’ala mengabadikannya dalam Al-Qur’an.
Dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia, dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut,
وَحُشِرَ لِسُلَيۡمَٰنَ جُنُودُهُۥ مِنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ وَٱلطَّيۡرِ فَهُمۡ يُوزَعُونَ ١٧ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوۡاْ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمۡلِ قَالَتۡ نَمۡلَةٌ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمۡلُ ٱدۡخُلُواْ مَسَٰكِنَكُمۡ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ ١٨
“Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (an-Naml: 17—18)
Keajaiban semut cukup banyak, di antaranya adalah:
Hal ini memiliki dua kemungkinan:
a. Suaranya didengar langsung oleh semut-semut lain di lembah tersebut. Ini berarti Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan pendengaran yang luar biasa kepada mereka. Ini adalah keajaiban yang sangat menakjubkan.
b. Suaranya didengar oleh sebagian semut yang ada di sekitarnya, lalu disampaikan kepada semut-semut lain hingga tersebar ke seluruh penjuru lembah. (Taisir al-Karim ar-Rahman, pada surah an-Naml: 17—18)
c. Semut memiliki sarang khusus untuk setiap jenis. Masing-masing tidak masuk ke sarang jenis semut yang lain. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 168—169)
Baca juga: Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan bahwa semut adalah hewan yang paling giat dan rajin. Semut menjadi contoh tentang perwujudan etos kerja yang tinggi. Semut juga dikenal sebagai hewan yang sangat ekonomis, tidak suka menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya. Selain itu, semut juga dianugerahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala daya cium yang sangat tajam. Semut mampu mencium keberadaan makanannya dari jarak yang jauh. Semut juga dikenal sebagai hewan yang suka bergotong-royong, berjiwa sosial yang tinggi, memperhatikan kepentingan umum, dan tidak egois. Tidak ada istilah “korupsi makanan untuk kepentingan pribadi”. Hewan yang penyabar, pantang menyerah, dan panjang akal (cerdas). Yang lebih menakjubkan, meskipun semut tidak memiliki pemimpin yang mengatur layaknya bangsa lebah, mereka memiliki sifat-sifat tersebut di atas. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 168—171)
Masih banyak lagi keajaiban-keajaiban yang ada pada makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. Semua itu menunjukkan keluasan dan keragaman hidayah (petunjuk) Allah subhanahu wa ta’ala kepada makhluk-Nya. Ini sekaligus sebagai bukti kekuasaan dan kebesaran Pencipta alam semesta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا طَٰٓئِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيۡهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمۡثَالُكُمۚ مَّا فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ مِن شَيۡءٍۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يُحۡشَرُونَ
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (al-An’am: 38) (lihat Syifa’ul ‘Alil hlm. 163—189; Kitab al-Adzkiya hlm. 263—373, karya Ibnul Jauzi rahimahullah)
Baca juga: Alam Semesta di Bawah Kekuasaan Allah
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, Badai’ul Fawaid (2/189), menyimpulkan,
“Barang siapa merenungkan sebagian hidayah (petunjuk) Allah subhanahu wa ta’ala yang tersebar di alam raya ini, dia akan mempersaksikan bahwa tiada sembahan yang berhak diibadahi selain Allah subhanahu wa ta’ala. Dialah Dzat Yang Maha Mengetahui urusan yang gaib dan yang tampak, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Wallahu a’lam.