Asysyariah
Asysyariah

hiasi rumahmu dengan akhlak terpuji

13 tahun yang lalu
baca 13 menit

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi)

Rumah, merupakan tempat pertama yang sangat menentukan pembentukan kepribadian seorang anak manusia. Jika anak lahir dalam suasana rumah tangga yang baik (agamis) insya Allah ia akan menjadi generasi yang baik. Demikian pula sebaliknya. Bagaimana kita sebagai orang tua meletakkan batu pertama pembangunan kepribadian mereka? Simak bahasan berikut!

Dalam edisi-edisi sebelumnya, khususnya dalam rubrik Akhlak, telah dijelaskan bahwa akhlak merupakan salah satu bagian terpenting di dalam agama ini. Juga didapatkan gambaran bahwa sebuah kehidupan, baik yang bersifat individu ataupun masyarakat akan menjadi indah bila dihiasi dengan akhlak yang baik. Bila ada yang menganggap bahwa persoalan akhlak merupakan persoalan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan, niscaya pada dirinya akan didapati agamanya telah pincang dan menjadi sosok yang penuh tanda tanya.
Benarkah dia jujur? Benarkah dia adalah orang yang amanat? Benarkah dia adalah orang yang penyabar? Benarkah dia adalah orang yang baik pergaulannya? Benarkah dia adalah orang yang murah hati? Benarkah dia adalah orang yang lembut? Benarkah dia adalah orang yang suka senyum? Benarkah dia tidak suka menipu? Benarkah dia adalah orang yang bertanggung jawab? Dan berbagai perta-nyaan akan muncul mengenai dirinya.
Karena akhlak yang tidak baik pada dirinya itulah, orang-orang akan berpikir panjang untuk mendekatinya. Di sinilah akan terlihat nyata kebenaran apa yang telah disabdakan Rasulullah n:

“Ruh itu adalah tentara yang dikelompokkan. Maka apa yang ia kenali, ia akan menyatu dan bila berbeda akan berpisah.”1
Seorang penyair berkata:
Sesungguhnya umat akan kokoh bila mereka berakhlak
Dan akan hancur bila akhlak mereka telah hilang
Individu merupakan asal pembentukan sebuah rumah tangga dan sangat menen-tukan kebaikan rumah tangga tersebut. Bila sebagai individu telah berakhlak baik, niscaya akan melahirkan rumah tangga yang baik pula. Begitu sebaliknya, bila individu itu rusak akan menyebabkan rusaknya rumah tangga. Oleh karenanya, Allah I mengingatkan di dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6)
Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menjelaskan: “Menjaga diri sendiri dengan cara melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Serta menjaga keluarga, maknanya memerintahkan mereka untuk taat dan mencegah mereka dari melakukan kemaksiatan. ‘Ali z mengata-kan: ‘Ajari dan didiklah mereka’.” (Zadul Masir Fi ‘Ilmit Tafsir hal. 1453)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah, ia berkata tentang firman Allah I: “Jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”: “Menjaga mereka artinya memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah I dan melarang mereka dari bermaksiat kepada Allah I. Serta melaksanakan tugas-tugas sesuai yang telah diperintahkan Allah I kepadanya, lalu dengan itu dia memerintahkan keluarganya dan membantu mereka dalam hal ini. Dan bila melihat mereka melakukan kemaksiatan, dia berusaha mencegah dan melarangnya. Allah I telah berfirman:

“Perintahkan keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu terhadap mereka.” (Thaha: 132) Artinya, peliharalah dan selamatkanlah mereka dari adzab api neraka dengan mendirikan shalat dan bersabar atas mereka.”
Dan terdapat hadits yang semakna dengan ayat di atas, yaitu hadits yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad di dalam Musnad-nya (2/187) dan Abu Dawud di dalam Sunan-nya (no. 495) dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah n bersabda:

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Hadits ini derajatnya hasan. Makna “pisahkanlah tempat tidur mereka” adalah untuk laki-laki atau perempuan. Hal ini termasuk dari menjaga pintu kemaksiatan dan termasuk keindahan syariat Islam yang mulia.
Ibnu Katsir t juga mengatakan: “Demikian juga melatih mereka untuk berpuasa agar mereka terlatih dalam beribadah kepada Allah I. Sehingga ketika mereka beranjak dewasa selalu dalam keadaan beribadah kepada Allah I, menaati-Nya, menjauhi kemaksiatan dan kemungkaran. Semoga Allah I memberikan taufiq.” (Lihat ta’liq atas Zadil Masir hal. 1453)

Membangun Rumah Tangga yang Baik
Sebuah rumah tangga terkadang terdiri dari berbagai individu dengan beragam watak dan perangai. Bahkan sangat mungkin di dalam satu rumah tangga terdapat seribu satu macam perangai dan tabiat. Sehingga akhlak seakan-akan lahir dari sumber yang berbeda-beda. Siapakah pertama kali yang akan mewarnai mereka? Dan siapakah yang pertama kali akan mencetak dan membentuk mereka?
Rasulullah n telah memberikan jawaban di dalam sebuah sabda beliau:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanya lah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”2
Kedua orang tuanyalah yang menjadi peletak batu pertama dalam pembangunan kepribadian setiap anak. Orang tua adalah orang pertama kali yang akan memberikan tinta pada lembaran fitrah yang suci setiap anak. Alangkah celakanya bila nahkoda (kedua orang tua) perahu yang sedang berlayar memakai aturan-aturan pelayaran yang dibuat sendiri atau mengambil aturan para pembajak perjalanan, yaitu Iblis dan bala tentaranya. Betapa malang nasib awak kapal dan para penumpangnya jika tidak segera mengubah situasi dan kondisi yang lurus dan stabil.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka yang mengubah nasib mereka.” (Ar-Ra’d: 11)
Kedua orang tualah yang menjadi tulang punggung perjalanan sebuah rumah tangga dan sebagai akar kebaikan anggota rumah tangga itu sendiri. Mereka berdua yang akan mempertanggungjawabkan hasil perbuatannya dan perbuatan anaknya di hadapan Ilahi yaitu Allah I. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menyimak bimbing-an Rasulullah n menuju keluarga yang diridhai:
Pertama: Sebelum membangun rumah tangga.

“Wanita itu dinikahi dengan empat alasan yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Dan pilihlah yang beragama (dan jika tidak) akan celaka kedua tanganmu.”3

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.”4
Kedua: Setelah melakukan perni-kahan.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6)

“Dan perintahkan keluargamu untuk melakukan shalat dan bersabarlah kamu atas mereka.” (Thaha: 132)

“Berwasiatlah kalian kepada kaum wanita karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Dan jika kamu berusaha meluruskannya, khawatir kamu akan mematahkannya dan jika kamu membiarkannya, niscaya akan terus bengkok. (Oleh karena itu) berwasiatlah kebaikan kepada mereka.”5

“Setiap kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Seorang imam (penguasa) adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang kepala rumah tangga adalah pemimpin di keluarga-nya dan dia dimintai tanggung jawab atas yang dipimpinnya, dan seorang wanita adalah penanggung jawab di rumah suaminya dan akan dimintai tanggung jawab, dan seorang pembantu adalah penanggung jawab bagi harta tuannya dan akan dimintai tanggung jawab.’6

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di ranjang-ranjang mereka.”

Setan Bertujuan Merusak Rumah Tangga
Bagi setan, rumah tangga merupakan urusan yang sangat berharga bila mampu dirusaknya. Karena jika rumah tangga rusak, otomatis akan menampilkan generasi yang rusak. Setiap orang yang telah berkeluarga nicaya pernah merasakan betapa mudahnya timbul gesekan di antara mereka. Permasalahan yang sepele akan bisa tersulut menjadi sesuatu yang besar dan berbahaya. Tidak lain, setanlah yang menjadi dalangnya.
Sudah barang tentu sebaliknya, bila keluarga itu baik niscaya sebuah kehidupan akan menjadi baik dan diridhai. Dengan itu, maka salah satu sasaran Iblis yang besar adalah merusak keluarga. Hal ini telah dipertegas Rasululllah n di dalam sebuah sabdanya:

“Sesungguhnya Iblis meletakkan sing-gasananya di atas air kemudian dia mengutus bala tentaranya. Orang yang paling dekat kedudukannya di sisinya adalah orang yang paling besar fitnah yang ditimbulkan. Datanglah salah seorang dari mereka dan mengatakan aku telah melakukan demikian-demikian, Iblis menjawab: ‘Engkau belum berbuat apa-apa.’ Dan kemudian yang lain datang dan mengatakan: ‘Aku tidaklah meninggalkan dia bersama keluarganya melainkan aku telah memecah belah di antara keduanya’. Lalu kemudian Iblis mendekat-kannya dan mengatakan, ‘Iya, kamu sebaik-baik anak buah’.”7

Bila Rumah Tangga Rusak
Keluarga adalah madrasah yang pertama dan utama di dalam hidup. Seseorang bila tidak memiliki keluarga bisa dikatakan seratus persen hidupnya tidak memiliki arah dan tujuan, kecuali bagi mereka yang memang diridhai Allah I. Begitu juga bila rumah tangga sebagai madrasah pertama bagi seorang anak rusak, bisa dikatakan seratus persen anak itu rusak, kecuali bila dirahmati oleh Allah I sehingga Dia berkehendak lain. Dan begitu seterusnya, akan berakibat sangat fatal dalam kelang-sungan regenerasi.
Karena dari keluarga itulah, akan lahir generasi baru. Generasi baru sedikit banyak membawa cerminan generasi sebelumnya. Generasi baru menjadi baik bila generasi sebelumnya merupakan generasi yang baik. Dan begitu sebaliknya, bila generasi sebelumnya merupakan cermin kejahatan maka generasi sesudahnya akan menjadi cermin keburukan generasi sebelumnya, kecuali bila generasi sesudahnya disambut dengan hidayah Allah I.
Berdasarkan itu semua, maka teramat penting untuk kita berusaha sebagai berikut:
1.    Mencetak Generasi yang Berilmu
Generasi yang berilmu adalah generasi yang memahami agama dengan benar dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang dimaukan Allah I dan Rasul-Nya. Generasi yang menempuh jalan Rasulullah n dan para shahabat beliau dalam segala amaliah, baik lahiriah ataupun batiniah. Generasi seperti ini akan menjadi musuh besar Iblis dan bala tentaranya. Bagaimana tidak, dengan ilmu, dirinya akan terpelihara dari segala rayuan Iblis dan bisa membedakan perkara yang haq dan batil. Lebih dari itu, dia akan bisa mengingatkan orang lain untuk tidak tergoda rayuan Iblis dan tidak mengikuti langkah-langkahnya. Rasulullah n mengatakan:

“Barangsiapa dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya Allah akan memberikan dia kefaqihan (pemahaman) dalam agama.”8
Rasulullah n juga bersabda:

“Barangsiapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudah-kan jalannya menuju surga.”9
2.    Generasi yang Berakidah Benar
Akidah merupakan landasan hidup setiap orang dan akan menentukan kebaik-an yang lain. Ia merupakan asas dibangun-nya amalan-amalan di dalam Islam. Bila landasan ini rusak, akan menyebabkan kerusakan yang lain. Akidah merupakan manhaj yang sempurna di dalam kehidupan seseorang. Ini akan terwujud bila mengimplementasikan kemerdekaan total dari perbudakan kepada selain Allah I pada generasinya, membentuk kepribadian yang harmonis dan seimbang di dalam hidupnya, memberikan rasa aman, memberikan keku-atan dalam menghadapi segala tantangan di dalam hidup dan menanamkan persauda-raan di atas keimanan. (diringkas dari kitab Al-Firqatun Najiyah karya Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu)
Allah I berfirman:

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah mem-buat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka semua ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang jelek, yang telah tercabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak ada kekokohan sedikitpun. Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan Allah berbuat apa-apa yang dikehendaki.” (Ibrahim: 24-27)
3.    Generasi yang Berakhlak Mulia
Generasi yang berakhlak rusak tentunya akan menjadi pecundang setan dalam jaring penyesatannya. Ia akan dijadikan sebagai pasukan yang handal untuk memusuhi orang-orang yang taat kepada Allah I, bahkan memusuhi para nabi dan rasul. Allah I berfirman:

“Demikianlah kami menjadikan musuh bagi setiap nabi dari kalangan pelaku masiat.” (Al-Furqan: 31)
Bila akhlak yang mulia menghiasi suatu kaum niscaya akan menjadikan kaum itu baik dan menjadi cermin kemuliaan bagi generasi sesudahnya. Rasulullah n bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah generasi-ku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.” 10
Pujian yang diberikan Allah I melalui lisan Rasul-Nya n kepada tiga generasi tersebut meliputi pujian lahiriah dan batiniah mereka, dan termasuk di dalam pujian lahiriah adalah akhlak yang terpuji.
4.    Berpendidikan Baik
Rasulullah n telah mencontohkan pengajaran yang baik kepada calon generasi yang baik dengan mengatakan:

“Wahai anak muda, aku akan mengajar-kan kepadamu beberapa kalimat: `Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu dan jagalah Allah niscaya Allah akan menolong-mu. Jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan jika kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahui-lah, jika umat ini bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan sanggup untuk memberikan manfaat melainkan apa yang telah dituliskan bagimu. Dan bila mereka bersatu ingin memberikan kemudharatan, niscaya mereka tidak akan sanggup untuk memberikannya melainkan apa yang telah ditulis bagimu, telah terangkat pena dan telah kering lembaran’.”11
Ketika ‘Umar bin Abu Salamah z makan berjamaah dan tangan beliau berseliweran ke sana kemari, Rasulullah n mengatakan:

“Wahai anak muda, bacalah bismillah, makan dengan tangan kananmu dan makan apa yang ada di dekatmu.”12
Dalam satu majelis ada tiga bimbing-an yang diberikan Rasulullah n kepada ‘Umar bin Abu Salamah, dan beliau di saat itu masih kecil.
5.    Lingkungan dan Teman yang Baik
Lingkungan dan teman mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian seseorang dan sebuah generasi. Bila salah memilih lingkungan dan salah dalam memilihkan teman, niscaya akan menjadi bumerang bagi diri kita. Rasulullah n menjelaskan:

“Seseorang sesuai dengan agama/perilaku temannya.”13

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua orang tuanya yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

“Perumpamaan teman yang baik dan yang jelek seperti berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi.

bersambung ke hal. 77
Hiasi Rumahmu…
Sambungan dari hal. 67
… Bisa jadi, penjual minyak wangi akan memberimu, atau kamu akan membeli darinya, atau kamu akan mendapatkan bau yang wangi. Adapun (berteman) dengan pandai besi ada kemungkinan dia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mencium bau yang busuk.”14
6.    Suri Teladan yang Mulia
Setiap orang membutuhkan teladan yang baik di dalam hidupnya agar dia bisa bercermin dalam hidupnya dan menyesuai-kan amalan, ucapan dan keyakinannya. Generasi yang baik akan mengambil contoh dari generasi sebelumnya yang baik, yang pada akhirnya adalah menjadikan Rasulullah n sebagai suri teladan dalam hidup. Demikianlah bimbingan Allah I:

“ Sungguh telah ada pada diri Rasulmu suri teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Wallahu a’lam.

Catatan Kaki:

1 HR. Al-Imam Al-Bukhari secara mu’allaq dari hadits ‘Aisyah dan Muslim no. 4773 dari shahabat Abu Hurairah
2 HR. Al-Imam Al-Bukhari di dalam banyak tempat dan Al-Imam Muslim no. 4803 dari Abu Hurairah
3 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 4700 dan Muslim no. 2661 dari shahabat Abu Hurairah
4 HR. Al-Imam Muslim no. 2668 dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c
5 HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam banyak tempat dalam Shahih keduanya dari shahabat Abu Hurairah.
6 HR. Al-Imam Al-Bukhari, kurang lebih pada delapan tempat di dalam Shahih beliau dan Muslim no. 3408 dari shahabat Abdullah bin Umar c.
7 HR. Al-Imam Muslim no. 2813 dari shahabat Jabir bin Abdullah.
8 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1719 dari shahabat Mu’awiyah
9 HR. Al-Imam Muslim no. 4867 dari shahabat Abu Hurairah
10 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 2457, 2458 dan Muslim no. 4603, 4600 dari shahabat Abdullah bin Mas’ud dan ‘Imran bin Hushain.
11 HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2440 dari shahabat Abdullah bin Abbas
12 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 4957, 4958, 4959 dan Muslim no. 3767, 3768 dari shahabat ‘Umar bin Abu Salamah
13 HR. Al-Imam Ahmad no. 7685, Abu Dawud no. 4193 dan At-Tirmidzi no. 2300 dari shahabat Abu Hurairah