Para ulama Ahlus Sunnah di Arab Saudi—yang dijuluki sebagai ulama Wahabi—sangat keras menentang radikalisme dan terorisme. Para ulama tersebut antara lain Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Syaikh Shalih al-Luhaidan, Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, dan masih banyak lainnya.
Mereka adalah para ulama yang terdidik dengan pendidikan dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Mereka adalah para ulama Salafi karena senantiasa merujuk kepada para salaf yang saleh dalam dalam semua aspek, baik dalam akidah, ibadah, akhlak, dan metodologi (manhaj). Demikian pula dalam hal fatwa-fatwa mereka.
Para ulama Salafi tersebut bersepakat bahwa radikalisme dan terorisme bukan bagian dari Islam. Berbagai aksi teror, baik peledakan, bom bunuh diri, pembunuhan senyap, revolusi/kudeta/pemberontakan, dll., semua itu bukan jihad, melainkan tindak perusakan di muka bumi, aksi kejahatan dan kriminal. Pelakunya harus dihukum berat sesuai ketentuan syariat Islam.
Para ulama tersebut juga sangat keras dan tegas menentang kelompok-kelompok radikal/teroris dan tokoh-tokohnya.
Terkait peristiwa peledakan/terror yang terjadi di Riyadh, beliau berfatwa sebagai berikut.
“Tidak diragukan bahwa peristiwa ini sangat jahat, kemungkaran yang sangat besar, dan menimbulkan kerusakan yang sangat berat, sekaligus kejelekan yang sangat banyak dan kezaliman besar.
Tidak diragukan, kejadian tersebut hanyalah bisa dilakukan oleh orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Anda tidak akan mendapati orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir—dengan keimanan yang benar—akan sanggup melakukan aksi yang sangat jahat dan keji tersebut.
Aksi yang menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sangat besar. Yang sanggup melakukan perbuatan itu dan semisalnya hanyalah jiwa yang jahat, penuh dengan iri dengki, kejelekan, dan kerusakan, serta tidak beriman kepada kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 9/253)
“Perbuatan yang sekarang dilakukan oleh Muhammad al-Mis’ari, Sa’d al-Faqih, dan semisal keduanya yang menyebarkan ajakan kerusakan dan kesesatan, tidak diragukan bahwa adalah kejelekan yang sangat besar. Mereka adalah para dai (juru dakwah) kepada kejelekan dan kerusakan yang besar.…
Nasihatku kepada al-Mis’ari, Sa’d al-Faqih, Usamah bin Laden, dan semua orang yang menempuh jalan mereka, agar meninggalkan cara yang jelek ini (yaitu terorisme). Hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan waspada akan hukuman serta kemarahan-Nya.…” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 9/100)
“Sesungguhnya Usamah bin Laden termasuk para perusak di muka bumi. Dia telah menempuh jalan-jalan kejelekan dan kerusakan, serta telah memberontak kepada pemerintah yang sah.” (Surat kabar al-Muslimun tanggal 9/5/1417 H)
“Teror yang terjadi—demi Allah—telah mencoreng kaum muslimin. Kita dapati bahwa aksi-aksi tersebut tidak membuahkan hasil apa-apa! Sama sekali tidak membuah hasil apa pun! Sebaliknya, teror tersebut justru telah mencoreng nama baik Islam.
Seandainya kita menempuh cara yang hikmah dan bertakwa kepada Allah pada diri kita masing-masing, diawali memperbaiki diri kita sendiri, kemudian berupaya memperbaiki pihak lain dengan cara-cara yang sesuai syariat, niscaya hasilnya akan baik.”
Terkait dengan perbuatan memberontak kepada pemerintah yang sah, yang merupakan salah satu tujuan kelompok radikal/teroris, Syaikh al-Utsaimin berfatwa,
“Tidak mungkin terjadi pemberontakan bersenjata kecuali didahului oleh pemberontakan dengan lisan dan ucapan (provokasi, agitasi, dll.). Manusia tidak akan mungkin mengangkat senjata terhadap kepala negara apabila tidak ada sesuatu yang memprovokasi mereka. Pasti ada sesuatu yang memprovokasi, yaitu ucapan.” (dari kaset audio Hukmu al-Hamalat al-I’lamiyah ‘ala Bilad al-Haramain)
Teror pemikiran lebih berbahaya daripada teror fisik/aksi nyata. Teror fisik di lapangan tidak akan terjadi kecuali didahului oleh terror pemikiran.
Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali berfatwa, “Demi Allah, teror pemikiran lebih berbahaya daripada pedang, meriam, dan tombak.”
Demikian pula para ulama Salafi tersebut secara lembaga resmi kenegaraan. Hai’ah Kibarul Ulama Arab Saudi berulang kali mengeluarkan fatwa tentang radikalisme dan terorisme. Di antaranya, fatwa tertanggal 12/1/1409, 13/2/1417 H, 11/3/1424, dan masih banyak lagi.
Pada 19 / 11 / 1435 H, Haiah Kibarul Ulama juga berfatwa sebagai berikut.
“Barang siapa menganggap terror sebagai jihad, dia adalah orang yang bodoh dan sesat. Teror bukan jihad fi sabilillah sama sekali. Islam berlepas diri dari pemikiran sesat dan menyimpang ini—seperti yang telah terjadi di beberapa negeri—yaitu ditumpahkannya darah, peledakan gedung, kendaraan, dan fasilitas-fasilitas umum maupun khusus. Semua itu murni perusakan dan kejahatan yang ditentang oleh syariat dan fitrah….
Melihat aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ISIS, al-Qaeda, dan kelompok yang disebut sebagai Asha’ib Ahlul Haq, kelompok Syiah Hizbullah, dan kelompok Syiah Houthi, atau teror yang dilakukan oleh penjajah Israel, atau aksi-aksi kejahatan lain yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menisbahkan diri kepada Islam, semua itu hukumnya haram dan kejahatan….”
Sekelumit penukilan di atas sangat jelas menunjukkan sikap para ulama Salafi tersebut yang sangat tegas dan keras terhadap radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, wajar apabila para ulama tersebut sangat dibenci dan dimusuhi oleh kelompok-kelompok radikal/teroris.
Tokoh-tokoh radikal pun mengeluarkan fatwa memvonis para ulama Salafi tersebut sebagai antek-antek pemerintah, atau sebagai salafi murji’ah, bahkan sampai pada vonis kafir. Tak jarang pula teror tersebut berwujud pada ancaman fisik.
Menurut para teroris Khawarij tersebut, tidak ada musuh yang lebih besar dibandingkan ulama-ulama Salafi dan negara Arab Saudi. Sebab, memang para ulama dan pemerintah Arab Saudi paling getol dan yang terdepan memberantas radikalisme dan terorisme serta membongkar segala selubung dan kepalsuan mereka.
Para ulama Salafi juga aktif menyebarkan dakwah salafiyah yang penuh hikmah, damai, santun, dan lembut. Dakwah salafiyah tersebar di berbagai negeri di dunia Islam, termasuk di Indonesia, bahkan sampai Inggris, Belanda, Amerika, dll. Mereka adalah para dai, ustadz, dan penuntut ilmu hasil didikan dan binaan para ulama Salafi Arab Saudi.
Hasilnya, di setiap negeri dan daerah, para dai dan ustadz Salafi tersebut membawa kebaikan dan kesejukan bagi kaum muslimin. Mereka jauh dari konflik, keributan, dan sikap anarkistis. Mereka jauh pula dari sikap radikal dan tindakan teror, sebagaimana jauh pula dari paham liberal.
Para dai dan ustadz Salafi yang ada di Indonesia juga bersikap sangat keras terhadap radikalisme dan terorisme. Hal ini tercermin dari kajian-kajian ilmiah yang digelar para ustadz tersebut di berbagai kota dan daerah di seluruh pelosok Indonesia. Acara kajian tersebut senantiasa bekerja sama dan didukung oleh aparat kepolisian, baik Polres maupun Polsek. Bahkan, tak jarang ada utusan dari kepolisian yang hadir dan memberikan sambutan.
Di antara para dai dan kegiatan kajian mereka seputar radikalisme dan terorisme adalah sebagai berikut:
Demikian pula kegiatan Kajian Islam Ilmiah Nasional yang digelar secara rutin setiap tahun di Masjid Agung Manunggal, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian Islam yang mendatangkan para ulama Ahlus Sunnah dari Timur Tengah ini merupakan salah satu bentuk nyata peran aktif dakwah salafiyah dalam upaya turut serta menciptakan kedamaian dan stabilitas keamanan di Indonesia, serta memerangi radikalisme dan terorisme di negeri ini.
Acara rutin tahunan ini selalu bekerja sama dan mendapat dukungan dari Mabes Polri. Demikian pula Polda DIY selalu mendukung. Di antara tema yang pernah disajikan di antaranya:
Maka dari itu, bagaimana bisa dikatakan bahwa Salafi wahabi mengajarkan terorisme, atau ajarannya berpotensi radikal? Sungguh, tuduhan yang jauh dari kebenaran. Hal itu tidak lain hanyalah sebuah pencitraan yang tak bertanggung jawab.