Asysyariah
Asysyariah

faktor pendukung pendidikan anak (bagian ke 3)

13 tahun yang lalu
baca 8 menit

40. Menjadi pendengar yang baik dan membuat anak merasa diperhatikan ucapannya

Orang tua seperti ini lebih baik daripada orang tua yang sibuk dan tidak memerhatikan anaknya, selalu membuang muka dan enggan mendengarkan pembicaraan si anak. Karena itu, sudah semestinya orang tua mendengarkan baik-baik bila anak sedang berbicara—terutama anak-anak yang masih kecil—dan menunjukkan perhatian kepada pembicaraan itu. Misalnya menunjukkan ekspresi terkejut, bersuara, atau memperlihatkan gerakan yang menunjukkan bahwa kita mendengarkan, memerhatikan, dan merasa takjub. Seperti mengatakan, “Bagus!” atau “Benar!”, atau berdiri spontan, atau menganggukkan kepala tanda membenarkan, atau menjawab segala pertanyaan anak, dan sebagainya.
Tindakan-tindakan semacam ini memiliki banyak dampak positif. Di antaranya adalah:
a. Mengajari anak untuk mengungkapkan pembicaraan dengan baik.
b. Membantu anak untuk berpikir sistematis.
c. Melatih anak untuk mau mendengarkan dan memahami apa yang didengarnya dari orang lain.
d. Menumbuhkan dan mengasah pribadi anak.
e. Memperkuat daya ingat dan membantu anak mengingat kembali peristiwa yang telah lampau.
f. Menambah kedekatan anak dengan orang tuanya.

41. Mencari tahu dan mengawasi keadaan anak dari jauh
Ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Mengawasi penunaian ibadah si anak, seperti shalat, wudhu, dan sebagainya
b. Mengawasi penggunaan pesawat telepon rumah.
c. Melihat isi kantong dan laci tanpa sepengetahuan mereka, seperti ketika mereka pergi ke sekolah atau tidur, kemudian mengambil tindakan yang sesuai dengan apa yang dilihat.
d. Menanyakan keadaan teman-temannya.
e. Mengawasi berbagai bacaan anak, melarangnya membaca buku-buku yang dapat merusak agama dan akhlak, sekaligus membimbingnya untuk membaca buku-buku yang bermanfaat.

42. Menghargai persahabatan anak dengan teman-teman yang baik
Hal ini dilakukan dengan mendorong anak untuk terus berteman dengan mereka, menyambut mereka saat datang mengunjungi si anak, bahkan meminta mereka untuk datang. Juga mempersiapkan kedatangan mereka dengan berbagai sambutan yang baik, seperti memuliakan mereka dengan segala sesuatu yang layak untuk mereka dapatkan, menyambut mereka dengan senang disertai ucapan selamat datang, membuat mereka merasa dihargai, menjawab ucapan mereka dengan kata-kata yang baik, serta menanyakan keadaan orang tua dan keluarga mereka.
Sikap-sikap seperti ini akan membuat teman-teman si anak merasa seperti di rumah sendiri. Si anak pun akan merasa dihargai dan dianggap. Selanjutnya, anak akan terdorong untuk menaati dan menghormati orang tuanya, sebagaimana dia pun terdorong untuk terus membina persahabatan dengan mereka dan menjauhi teman-teman yang jelek.

43. Bersikap hikmah saat menjauhkan anak dari teman-teman yang jelek
Tidak sepantasnya orang tua terburu-buru menggunakan kekerasan dalam hal ini. Hendaknya orang tua tidak terburu-buru menjelekkan teman-teman itu di hadapan anak atau segera mengusir begitu mereka datang, karena si anak merasa dekat dan senang berteman dengan mereka.
Sepatutnya orang tua mengambil langkah bertahap. Pertama kali, berbicara kepada si anak tentang jeleknya dan bahayanya persahabatan itu bagi dirinya. Setelah itu barulah memberikan ancaman serta menyadarkan si anak bahwa orang tuanya berusaha untuk menjauhkan dirinya dari teman-temannya, dan nanti akan mendatangi orang tua teman-temannya itu agar menjauhkan anak-anak mereka darinya. Jika orang tua telah memperingatkan si anak dan bertindak sejauh kemampuannya, bahkan segala upaya telah ditempuh, dan orang tua melihat persahabatan anaknya dengan teman-temannya itu benar-benar membahayakan, maka orang tua bisa menjauhkan si anak dari mereka dengan tindakan yang sesuai dengan kondisi yang ada.

44. Berpura-pura tidak melihat—namun tidak mengabaikan—kelalaian atau kesalahan anak
Ini termasuk salah satu metode pendidikan. Inilah pula sikap awal yang diambil oleh orang yang berakal dalam bergaul dengan anak-anak ataupun orang lain pada umumnya. Seorang yang berakal tentu tidak senantiasa menginterogasi dan membuat bawahan atau orang-orang yang bergaul dengannya merasa bahwa dia harus mengetahui keadaan mereka sekecil apa pun. Kalau seperti itu sikapnya, tentu akan hilang kewibawaannya dari lubuk hati mereka.
Tidaklah pantas orang bodoh menjadi orang yang memimpin kaumnya,
tetapi orang yang memimpin kaumnya adalah orang yang pura-pura bodoh.
Selanjutnya, sikap ini dijadikan sebagai acuan untuk memberikan nasihat, namun tidak langsung diberikan saat terjadi kesalahan.

45. Tidak memperbesar kesalahan
Yang seharusnya dilakukan orang tua adalah menindak kesalahan, bukan memperbesar kesalahan. Orang tua harus meletakkan kesalahan itu pada tempatnya dan memahami bahwa tidak ada seorang pun bisa luput dari kesalahan. Kesalahan pasti ada dalam rumah tangga manapun. Hanya saja, ada yang sedikit dan ada yang banyak. Memecahkan kaca atau perabotan, atau menelantarkan beberapa barang tidaklah menimbulkan kerusakan besar. Ini bisa terjadi pada setiap orang.
46. Bersikap mengalah
Jika ibu sedang bersikap keras terhadap anak maka ayah bersikap lunak. Begitu pula jika ayah sedang bersikap keras maka ibu bersikap lembut. Misalnya si anak berbuat kesalahan, lalu sang ayah memarahinya sehingga membuat si anak lari bersembunyi karena takut dihukum. Dalam keadaan seperti ini, hendaknya sang ibu datang menenangkan hati si anak dan menjelaskan kesalahannya dengan lembut. Seketika anak akan merasa bahwa orang tuanya benar dan bisa menerima kemarahan ayahnya serta menjaga kebaikan ibunya. Dia pun akan menjauhi kesalahan itu pada kesempatan yang lain.

47. Mendidik dengan hukuman
Asalnya, mendidik anak dilakukan dengan kelemahlembutan. Namun, terkadang hukuman diperlukan dengan syarat tidak dilandasi kebodohan atau emosi. Juga tidak dilakukan selain dalam keadaan yang mendesak, tidak menghukum anak atas kesalahan yang pertama kali dilakukannya, tidak menghukumnya atas kesalahan yang mengakibatkan si anak sakit, dan tidak dilakukan di depan orang lain.
Di antara bentuk hukuman adalah hukuman yang bersifat psikis, seperti tidak memberikan pujian pada anak, membuat si anak merasa bahwa orang tuanya tidak ridha, mencelanya, dan sebagainya. Ada pula hukuman fisik yang tidak menyakitkan dan tidak membahayakannya.

48. Memberi kesempatan kepada anak untuk memperbaiki kesalahan
Satu hal yang pantas untuk diperhatikan dalam mendidik anak adalah memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Dengan demikian, anak akan bisa menjadi lebih baik dan menjadikan kesalahan sebagai jalan untuk mendapatkan kebenaran. Terlebih lagi, anak kecil mudah dibimbing dan mudah patuh, sebagaimana kata Zuhair bin Abi Salma:
Jika orang tua berbuat salah, maka setelah itu baginya tiada kemurahan hati
namun seorang pemuda, setelah kesalahannya masih ada kemurahan hati

49. Berupaya untuk saling memahami antara kedua orang tua
Ayah dan ibu harus sama-sama mengupayakan dan menempuh segala cara untuk bisa saling memahami. Mereka harus sama-sama menghindari berbagai hal yang menggiring kepada percekcokan, tidak saling menyalahkan di depan anak, sehingga tercipta ketenangan dan kerukunan dalam rumah tangga. Anak pun akan menemukan kenyamanan, kedamaian, keakraban, dan kesenangan di dalam rumah sehingga lebih betah di rumah daripada berkeliaran di jalan.

50. Bertakwa kepada Allah l kala terjadi perceraian
Apabila kedua orang tua tidak harmonis dan terjadi perceraian dengan takdir Allah l, hendaknya masing-masing bertakwa kepada Allah l. Jangan sampai anak terimbas dengan perceraian yang terjadi. Masing-masing pihak tidak boleh menghasut si anak untuk membenci pihak yang lain. Bahkan, seharusnya ayah dan ibu membantu anak-anak mereka untuk tetap mendapatkan yang terbaik dan selalu menasihati anak untuk tetap berbakti pada ayah dan ibunya.
Tidak boleh mereka menghasut dan menyalakan dendam di hati anak, saling menuduh dan mengajari anak untuk bermusuhan. Kalau ini semua dilakukan, akibat yang sering terjadi justru anak akan durhaka kepada ayah dan ibunya. Penyebabnya adalah kedua orang tua sendiri. Kalau sudah begini, jangan masing-masing mencela selain dirinya sendiri.

51. Memilihkan sekolah yang sesuai bagi anak dan berupaya memberikan pengawasan terhadap anak di sekolah
Orang tua harus berusaha memilihkan tempat belajar yang sesuai bagi anak, baik dari sisi murid-murid, lembaga, pengajar, maupun metodenya. Orang tua hendaknya memilih sekolah yang memerhatikan keistiqamahan, akhlak, dan kepribadian murid-muridnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Hal ini karena umumnya anak akan memilih teman sekelasnya di sekolah yang memiliki pembawaan dan tabiat yang mirip dengan dirinya.
Di samping itu, orang tua tetap harus terus-menerus mengawasi anak di sekolahnya sampai yakin benar bahwa keadaan si anak baik dan istiqamah. Ini perlu dilakukan agar orang tua tidak dikejutkan tiba-tiba oleh keadaan si anak yang jauh dari harapan dan dambaan orang tua. Juga agar si anak memahami bahwa tanpa sepengetahuannya, orang tua akan selalu menanyakan tentang dirinya dan mengawasinya.

52. Mengadakan halaqah ilmu di rumah
Ini dilakukan dengan mengadakan halaqah yang terjadwal. Di situ dibacakan buku-buku yang sesuai untuk anak-anak, belajar membaca Al-Qur’an, juga belajar mendengarkan dengan baik dan berdialog dengan penuh adab.

53. Mengadakan lomba pengetahuan berhadiah
Hal ini akan menambah semangat anak-anak, melatih daya ingat, juga melatih mereka untuk membahas dan memahami kitab-kitab para ulama, serta membantu kemajuan mereka.

54. Membuat perpustakaan sederhana di rumah
Perpustakaan ini berisi buku-buku maupun kaset-kaset yang sesuai dengan tingkatan usia dan pemahaman anak. Perpustakaan adalah sarana terbesar untuk mengembangkan wawasan pengetahuan.

55. Mengakrabkan anak dengan majelis zikir
Yang dimaksud majelis zikir adalah ceramah, pertemuan yang diadakan di masjid, dan sebagainya. Ini akan memperkaya pengetahuan anak, mendatangkan kebaikan dan membantu anak lebih siap menghadapi kehidupan, serta memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang bermunculan dalam benaknya. Seiring dengan itu, hal ini juga menanamkan dan mengikatkan keimanan dalam hati anak, serta mendidiknya agar mengerti adab mendengarkan pembicaraan.

56. Bepergian bersama anak
Misalnya ke kota Makkah al-Mukarramah, Madinah an-Nabawiyah, atau kota-kota lain yang boleh dikunjungi. Dalam perjalanan ini, orang tua akan bisa mengenalkan banyak hal kepada si anak. Di samping itu, mereka akan terhibur dan senang, mendapatkan berbagai hal baru, dan masih banyak lagi faedahnya.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(insya Allah bersambung)

(Diterjemahkan oleh Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran dari Arba’atu Akhtha’ fi Tarbiyatil Abna’ karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dengan sedikit perubahan)