Mengenal ciri-ciri ulama yang benar adalah sangat penting. Karena di negeri kita, banyak orang yang hanya karena pandai berbicara dan melawak, bisa dianggap sebagai ulama. Padahal tak jarang di antara mereka setelah memiliki pengikut banyak kemudian berubah haluan menjadi seorang politikus.
Gelar ulama bukanlah gelar yang mudah untuk disandang dan dipajang dalam bingkaian nama seseorang. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ulama bukanlah sebuah gelar yang bisa dicari dalam jenjang pendidikan tinggi dengan nilai ijazah yang mumtaz (terbaik), bukan pula gelar yang dicari dan didapatkan dengan jumlah pengikut yang setia dan banyak.
Sekali lagi, ia adalah pemberian Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa yang diridhai- Nya. Jika demikian, jangan Anda salah alamat untuk mencarinya. Carilah di tangan pemiliknya yaitu Allah subhanahu wa ta’ala, dengan cara yang telah digariskan di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika cara demikian yang ditempuh, Anda akan mendapatkan gelar ulama yang hakiki, bukan buatan dan bukan hasil sogokan.
Siapa yang Dinamakan Ulama?
Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata, “Barang siapa yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, hlm. 2/49)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan, “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala.” (Kitabul ‘Ilmi hlm. 147)
Badruddinal-Kinanit mengatakan, “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, serta mengajak kepada kebaikan dan menafikan segala bentuk kemudaratan.” (Tadzkiratus Sami’ hlm. 31)
Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan, “Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat orang alim mayoritasnya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkanjdiri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekadar fasih (piawai) dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Namun penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu.
Oleh karena itu, banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian menulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum al-Qur’an dan as-Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fikih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapanucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hlm. 8)
Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman,
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)
Ciri-Ciri Ulama
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi sahabat hingga masa kita sekarang.
Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
Di antara ciri-ciri ulama adalah:
Dalam riwayat lain, “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikit pun dalam menyampaikan ilmu Allah subhanahu wa ta’ala.” (al- Khithabul Minbariyyah, 1/177)
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabb-mu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Mahamulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (al-‘Ankabut: 43)
“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kami, tentulah kalian mengikuti setan kecuali sedikit saja.” (an-Nisa: 83)
“Katakanlah, ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah subhanahu wa ta’ala).’ Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, ‘Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (al-Isra:107—109) (Mu’amalatul ‘Ulama karya asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub al-Irtibath bil ‘Ulama karya asy-Syaikh Hasan bin Qasim ar-Rimi)
Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam al-Qur’an dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari al-Qur’an dan as-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.
Contoh-Contoh Ulama Rabbani
Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka.
Wallahu a’lam.
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah